Setahun silam seorang host channel akun YouTube Studio2 Podcast Lampura menyodorkan pertanyaan pada Umar Ahmad. “Bagaimana jika rakyat menghendaki Anda menjadi Gubernur Lampung?”
Sesungguhnya tak ada yang istimewa dari pertanyaan ini. Sebuah pertanyaan berandai-andai. Bisa juga dibilang hanya sepotong mimpi.
Yang menarik justru pertanyaan itu diangsurkan kepada siapa. Pertanyaan berandai-andai yang kental nuansa mimpi akan makin terdengar konyol bila diajukan pada sembarang orang. Kendati, katanya, banyak hal besar justru beranjak dari sebuah mimpi. Tapi tetap saja perlu dipertimbangkan relevansinya.
Host podcast tadi tentu sudah menimbang masak-masak hal tersebut. Dia pasti punya parameter. Sehingga merasa relevan menyampaikan pertanyaan itu pada mantan bupati Kabupaten Tulangbawang Barat ini. Agaknya, menurut host, unsur kepantasan sudah terpenuhi.
Menanggapi pertanyaan itu sekilas Umar Ahmad menyunggingkan seulas senyum. Dia kemudian bilang, “Semua orang pasti punya niat memperluas kemanfaatan.”
Tapi, imbuhnya, situasi kondisi mesti diperhitungkan. “Saya sedang menimbang-nimbang kemanfaatan dan kemudharatan.”
Seakan tak puas dengan jawaban Umar Ahmad yang mungkin menurutnya masih ‘bersayap’, host tadi terus mengejar dengan pertanyaan, “Kalau rakyat yang meminta?”
Umar Ahmad tak lekas menjawab. Dia mengerjapkan mata sesaat. Sampai akhirnya menimpali, “Saya ingin mengawal proses pertumbuhan nilai. Nilai kalau hanya di buku sekadar menjadi falsafah. Nilai mesti ada di tubuh. Biar nanti tubuh yang menggerakkan nilai-nilai itu.”
Umar Ahmad masih tetap tersenyum, sedangkan sang host mengernyitkan dahi. Kiranya dia butuh berpikir cukup keras untuk mengunyah jawaban yang lagi-lagi disampaikan secara filosofis itu.
Saya sendiri terbawa ikut larut mencoba menelaah ucapan Umar Ahmad. Mungkinkah yang dimaksudnya ialah kehendak rakyat yang menginginkan adanya pemimpin baru mesti berbekal sebuah prinsip nilai. Kehendak tanpa nilai bakal terasa hambar. Mengawang-awang. Tidak membumi.
Lantas nilai seperti apa yang layak dijadikan bekal? Nilai tak ubahnya sebuah niatan bersih. Hati bersih akan melahirkan nilai-nilai dan langkah terpuji.
Ini soal esensi, Bung! Nilai berjumpa nilai lalu melebur menjadi nilai-nilai yang menjadi landasan bersama. Nilai adalah koentji. (Hendri Std)