Kepergok harimau atau malah diterkam, seperti sudah menjadi cerita sehari-hari di Lampung Barat. Ini harimau yang nyasar ke perkampungan atau malah manusia yang sudah jadi pencoleng di pekarangan rimba harimau?
Bandarlampung (Netizenku.com): Zainuddin alias Pon pamit pada keluarga. Ia hendak ke kebun kopi garapannya. Itu berlangsung pada Minggu, 19 Januari 2025. Selang sehari berlalu. Lelaki 28 tahun ini belum juga kembali ke rumah. Keluarga mulai resah. Bahkan hingga Selasa (21/1/2025) Pon tidak juga muncul.
Terdorong firasat buruk, Romidin yang tiada lain kakak Pon, melaporkan hal ini ke petugas. Bergerak cepat, bersama warga Pekon Kegeringan, Kecamatan Batu Brak, Lampung Barat, rombongan berupaya mencari Pon. Mereka mendatangi kebun garapannya. Cukup lama menyisir lokasi, pencarian terhenti ketika ditemukan tulang manusia.
Ada yang menduga itu potongan bagian tangan Pon. Dugaan warga semakin kuat ketika menemukan barang-barang milik korban berupa celana, golok, tas dan telepon genggam tergeletak di semak belukar, tak jauh dari potongan tangan ditemukan.
Bila ditelusuri lokasi kejadian masuk dalam kawasan TNBBS atau Taman Nasional Bukit Barisaan Selatan. Tepatnya pada titik koordinat -5.128751; 104.218127 di wilayah Resort Balik Bukit. Sedangkan dari hasil pengecekan Google Earth, lokasi tersebut berjarak 1,2 kilometer dari lahan tanah marga penduduk setempat.
Peristiwa berdarah itu dibenarkan Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Yuni Iswandari. Kepada awak media dia membenarkan korban tewas atas nama Zainudin. “Tubuh korban sudah tidak utuh. Kuat dugaan korban diserang harimau,” katanya, Rabu (22/1/2025).
Cerita tragis seperti ini bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, sepanjang tahun 2024, juga didapati beberapa korban tewas akibat konflik satwa liar. Karim Yulianto (46), misalnya. Ia ditemukan tewas usai diterkam harimau. Saat kejadian yang berlangsung pada 21 September 2024 itu Karim tengah beraktivitas di kebun yang berada di dalam kawasan TNBBS.
Sebelumnya (Februari 2024) insiden yang sama tragisnya juga terjadi. Bahkan bisa dibilang ini lebih sadis. Sebab terdapat dua korban tewas akibat harimau. Salah satunya Gunarso (47). Ia dikenal sebagai petani asal Pekon Sumber Agung, Sumoharjo. Berikutnya Sahri (28). Dia warga Pekon Bumi Hartati, Kecamatan Bandar Negeri Sumoharjo. Siapa lagi?
Oh iya, ada Samanan. Seperti korban lainnya, warga Pekon Sukamarga, Kecamatan Suoh, ini juga pernah berseteru dengan harimau, Maret 2024 lalu. Lelaki 41 tahun ini sedang berada di kebun kopi ketika seekor harimau Sumatra muncul dan menyerangnya. Cakaran kuku harimau mampir di wajah dan beberapa bagian tubuhnya.
Meski terluka ia berhasil meloloskan diri. Nyawanya memang tidak terenggut. Tapi jejak cengkeraman harimau masih membekas di tubuh Samanan. Sekaligus menyisakan trauma.
Kemunculan harimau terus membayangi warga. Pasca kejadian Pon, kepanikan menyergap warga Pekon Kubu Perahu, Kecamatan Balik Bukit. Beberapa warga melaporkan melihat kehadiran harimau di lingkungan pemukiman mereka.
Petugas yang mendapat pemberitahuan segera bertindak. Warga di lokasi yang “disambangi” harimau cepat dievakuasi. Seperti dijelaskan Dandim 0422 Lampung Barat, Letkol Rinto Wijaya, setidaknya 8 keluarga diungsikan sementara ke tempat yang lebih aman.

“Warga melihat pergerakan harimau di sekitar area perkebunan pada Minggu, 2 Februari 2025,” kata Rinto, ketika bertemu penulis di Bandarlampung, Kamis (10/3/2025).
Ditambahkan Rinto, pihak TNI yang menjadi bagian Satgas Penanganan Konflik Satwa Liar di Lampung Barat (Lambar), mengumpulkan informasi di lokasi tersebut. Diperoleh keterangan harimau sempat memangsa anjing peliharaan milik warga setempat. “Alhamdulillah, kita segera evakuasi warga untuk menghindari risiko serangan harimau,” ucapnya.
Sementara menanggapi konflik manusia dan satwa liar ini, kuasa hukum Masyarakat Independen GERMASI, Hengki Irawan, mengaku gemas dengan kondisi tersebut. Sebelumnya, dia juga telah melaporkan perkara alih fungsi lahan serta pengrusakan hutan di Lambar ini ke Kejati Lampung.
Lebih lanjut Hengki mengemukakan, pihaknya turut menyoroti keberadaan dan sikap Pemkab Lambar. “Sederhananya begini. Di Lambar sana ada pemerintahan, kan. Terus apa sikapnya setelah mendapati warganya tak henti-henti berkonflik dengan harimau. Bahkan sampai beberapa orang kehilangan nyawa,” tukasnya.
Dia menegaskan perihal lokasi terjadinya konflik satwa liar tersebut. “Areanya berada di mana. Kalau kita lihat kasus warga diserang harimau itu berada di hutan lindung atau ada di luar kawasan konservasi?” katanya.
Hengki meminta Pemkab Lambar untuk jujur menjawab pertanyaan tersebut. Dia menguraikan, harimau habitatnya berada di hutan. Itu sudah kodratnya. Kalau kemudian ada perkampungan warga di hutan lindung, lalu terjadi konflik warga dengan satwa liar, sekira siapa yang mesti disalahkan. “Bisakah Pemkab Lambar menjawabnya secara jujur,” pungkas Hengki. (*)