Bandarlampung (Netizenku.com): Polemik mahasiswa dilaporkan pihak kampus kembali terjadi. Setelah terjadi di Pulau Jawa, hari ini kejadian serupa terjadi di Provinsi Lampung tepatnya Universitas Bandarlampung (UBL).
Setelah menggelar aksi mengkritik kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada 17 Febuari 2021 lalu, dua mahasiswa peserta aksi dilaporkan oleh pihak kampusnya sendiri, melalui Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan.
Keduanya dilaporkan di Polresta Bandarlampung dengan Nomor Polisi LP/B/423/II/2021/LPG/RESTABALAM, dengan dugaan melanggar Pasal 160 KUHP jo Pasal 93 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Menyikapi hal tersebut, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung sebagai lembaga yang concern terhadap pemenuhan hak asasi manusia dan selaku kuasa hukum dari kedua mahasiswa tersebut menyayangkan pelaporan pihak pimpinan kampus tersebut, karena notabene menjadi preseden buruk bagi dunia pendidikan.
Dalam siaran persnya, LBH Bandarlampung mengatakan pimpinan kampus seyogianya menjadi panutan yang baik dengan menerima tuntutan mahasiswa secara humanis, bukan justru mengkriminalisasi anak didiknya sendiri.
Aksi menuntut pemotongan UKT tersebut berjalan dengan damai dan tetap menjalankan protokol kesehatan, bahkan saat berlangsungnya aksi, pimpinan kampus yang diwakili oleh Wakil Rektor II dan Wakil Rektor III UBL menerima aksi para mahasiswa dan akan menindaklanjuti tuntutan dari mahasiswa dengan melakukan rapat koordinasi pimpinan kampus untuk menentukan besaran nominal pemotongan UKT.
Namun apa lacur, bukannya kabar baik yang diterima, justru pihak kampus melaporkan aksi tersebut sebagai bentuk tindak pidana.
\”Aksi yang dilakukan oleh aliansi mahasiswa di universitas swasta tersebut merupakan salah satu bentuk kekebasan berekspresi dan berpendapat yang dijamin oleh konstitusi sebagaimana yang diatur Pasal 28 I ayat (4) UUD 1945,\” kata Cik Ali selaku Kepala Divisi Sipil dan Politik LBH Bandarlampung, Selasa (23/2).
Terlebih seruan aksi yang dilakukan pada tanggal 17 Februari lalu, merupakan bentuk keberatan terhadap kebijakan kampus terkait UKT, yang sebelumnya melalui Aliansi Keluarga Besar Mahasiswa Bandarlampung telah mengirimkan surat permohonan audiensi kepada Rektor perguruan tinggi swasta tersebut pada 7 Februari 2021, namun tidak diakomodir oleh pimpinan UBL.
Di lain sisi, kampus juga merupakan tempat mahasiswa mengembangkan diri sebagaimana yang diamanatkan oleh UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang menjelaskan bahwa perguruan tinggi merupakan Kebebasan Akademik, Kebebasan Mimbar Akademik, dan Otonomi Keilmuan.
\”Pelaporan terhadap kedua mahasiswa tersebut merupakan bentuk pembungkaman yang dilakukan oleh perguruan tinggi swasta dalam menyampaikan pendapat di muka umum dan menjadi preseden buruk bagi demokrasi di Lampung,\” pungkas dia. (Josua)