Ketua Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Lampung Penta Peturun menduga kuat banyak pihak terlibat pada kasus “kredit fiktif” Gunung Sari yang memakan korban hingga ratusan orang. Aktivis Dewan Rakyat Lampung (DRL) ini, juga menilai ada prinsip yang diabaikan oleh pihak Bank BRI dalam melakukan standar operasional prosedur (SOP).
Bandarlampung (Netizenku.com): Penta secara tegas menekankan agar warga tak perlu membayar tagihan yang dilakukan oleh debt collector atas kejadian ini.
“Meski warga secara langsung melakukan pencarian kredit, tapi proses iming-iming dan bujuk rayu oleh oknum yang mengatasnamakan pihak bank adalah hal yang tidak dibenarkan. Dari sisi perdata gampang saja, warga tidak perlu bayar. Sebab proses seperti ini harus terang benderang. Dari segi pidana, 2 oknum yang menggunakan data warga adalah pelaku utama dan wajib dipidana,” ujar Penta saat dihubungi pada Sabtu malam (13/7).
Ia menduga kuat ada permainan dari pihak bank guna memuluskan proses pencairan kredit yang terbilang tidak umum atau terlalu mudah.
“Dalam istilah perbankan ada istilah prinsip kehati-hatian (prudential principle-red). Hal tersebut tertera dalam Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan. Hal ini perlu OJK pertanyakan ke pihak bank,” kata dia.
Menurut dia, perlu ada pemeriksaan lebih lanjut kepada pihak bank yang melakukan pencarian kredit tersebut.
“Sangat kuat terindikasi. Bisa jadi pihak manajer bank, atau kepala cabangnya. Itu perlu diperiksa. Bahkan kalau perlu OJK beri sanksi dan turunkan akreditasi bank tersebut,” pungkasnya.
Terpisah, Lurah Gunung Sari, Uun Sesulihingwarno, membenarkan bahwa 132 warganya mengalami dugaan penipuan oleh oknum yang mengatasnamakan agen Bank BRI.
Ia menjelaskan, warga hanya menerima 250 ribu hingga 1 juta rupiah dari oknum yang mendampingi proses pencairan.
“Itu informasi yang saya dapat dari warga. Warga juga tidak ada yang buat laporan ke saya, katanya malu mau lapor. Tapi warga yang jadi korban sekarang sudah didampingi oleh LBH Bandarlampung,” tutur Uun.
Sementara itu, Ketua RT 14 Kelurahan Gunung Sari, Zulkarnain, menyebutkan 124 warganya menjadi korban penipuan.
“Kalau warga saya ada 14 orang yang kena. Saya rasa se-Gunung Sari ini tiap RT ada yang kena,” kata dia saat diwawancarai.
Zulkarnain yang pernah bekerja di Bank BTPN, pun merasa heran dengan proses pencairan kredit yang dilakukan kepada warganya.
“Minimal tukang survei nanya lah, benar tidak ini warga bapak? Minimal kan itu. Saya juga tidak pernah lihat ada survei ke sini. Sekalipun tidak pernah. Karena sedikit banyaknya saya tahu aturan,” tandasnya.
Diketahui, 132 warga Kelurahan Gunung Sari, Enggal, Bandarlampung mengaku dirugikan atas pencatutan identitas sebagai nasabah Bank BRI pada program Kece (kredit rakyat) dan Kupra (kupedes rakyat). Kasus yang awalnya terjadi pada 2023 ini, kini menggelinding seperti bola salju dan diketahui khalayak ramai.
Berdasarkan pengakuan korban yang enggan disebut namanya, menjelaskan kebanyakan warga diiming-imingi uang Rp 250 ribu hingga Rp 1 juta tergantung program kredit yang diambil.
“Syarat-syarat lain katanya sudah diurus sama pihak bank. Kita diminta KTP KK aja, pas pencairan bawa KTP asli. Kita tidak pernah pegang wujud 5 juta itu, apalagi sampai yang puluhan juta,” ujar dia.
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Cabang BRI Telukbetung belum merespon pertanyaan Netizenku.com terkait prosedur survei atas program Kece dan Kupra BRI di Bandarlampung. (Agis)