Bandarlampung (Netizenku.com): Kelompok Perempuan Peduli Buruh Migran (KPPBM) Lampung Timur, Sugiarti, meminta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencabut Kepmenaker Nomor 260 Tahun 2015 Tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Buruh Migran di Kawasan Timur Tengah.
Kepmenaker ini mengatur tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Buruh Migran di Kawasan Timur Tengah.
Menurut Sugiarti, kebijakan tersebut tidak efektif dan justru menimbulkan berbagai masalah baru.
Dari perspektif perempuan, moratorium ini berimbas terhadap banyaknya pengiriman pekerja migran secara unprosedural.
“Di kawasan Timur Tengah, banyak terjadi kasus pekerja migran yang berangkat menggunakan visa turis yang hanya berlaku tiga bulan. Sehingga mereka rentan terhadap eksploitasi dan kekerasan,” ungkapnya.
Data dari BP2MI mencatat bahwa dari tahun 2020 hingga 25 Januari 2024, lebih dari 2.300 pekerja migran Indonesia kembali ke tanah air dalam kondisi meninggal dunia.
Angka yang memprihatinkan ini menunjukkan tingginya risiko kekerasan dan perdagangan manusia (TPPO) yang dihadapi oleh pekerja migran, terutama perempuan yang bekerja di sektor domestik.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (UUPPMI) mendefinisikan pekerja migran sebagai setiap warga negara Indonesia yang bekerja di luar wilayah Republik Indonesia dengan menerima upah.
Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa sistem migrasi yang aman belum diterapkan dengan baik, dan banyak regulasi yang tidak responsif terhadap kebutuhan gender.
Sugiarti menyoroti moratorium ini malah meningkatkan angka pekerja migran yang berangkat secara ilegal.
“Kepmenaker Nomor 260 Tahun 2015 terlihat pragmatis karena pemerintah seolah menghindari tanggung jawab terhadap nasib pekerja migran. Terutama perempuan,” tambahnya.
Oleh karena itu, tegas dia, pemerintah harus segera mencabut Kepmenaker ini dan berfokus pada strategi penempatan yang lebih aman dan sistematis.
Ia juga menyarankan agar pemerintah membangun sistem perlindungan yang lebih terpadu dan efektif untuk pekerja migran. Mulai dari tahap pra pemberangkatan, pemberangkatan, hingga kepulangan.
“Kerjasama bilateral dengan negara penerima harus ditingkatkan untuk memastikan keselamatan dan kesejahteraan pekerja migran Indonesia,” tegasnya. (Luki)