Rahmat Mirzani Djausal bukan baru kemarin sore dekat dengan petani. Kalau melihat garis kebijakan Presiden Prabowo yang menitikberatkan pada sektor pertanian, bukan tidak mungkin pula postur APBD Lampung condong ke sektor yang sama.
DI ULU BELU, Tanggamus, tepatnya di Pekon Datarajan, Rahmat Mirzani Djausal datang. Ia didampingi rombongan. Maklum saja, saat itu memang masa kampanye pilgub.
Di hadapan kerumunan warga yang bermatapencarian sebagai petani Mirza “open mic”. Dia membuka session dialog. Sebagai prolog sebuah pantun disodorkannya. “Daun salam daun nanas, yang jawab salam saya, hutangnya lunas. Jalan-jalan ke Ulu Belu, ingin sekali berlama-lama. Kalau ingin Lampung maju, Mirza-Jihan kita dukung bersama”.
Tak pelak tepuk tangan pun pecah. Mirza mengumbar senyum. Pancingannya mengenai sasaran. Aman, begitu mungkin pikirnya.
Dalam narasinya, Mirza yang dikenal 10 tahun mengurusi petani lewat Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) itu, berjanji bila terpilih sebagai gubernur bakal mengurusi pertanian di Lampung. Akan dibuat kebijakan untuk menambah kuota pupuk subsidi. Lalu mendirikan pabrik pupuk organik.
Keplok tangan kembali pecah. Suaranya saling sahut-sahutan. Petani girang merasa ada sosok calon pemimpin yang memerhatikan nasib mereka. Mirza pun tampak riang. Kalau di dunia stand up comedy, sambutan antusias serupa itu menunjukkan punchline yang disajikan seorang komika terbilang sukses.
Tapi Mirza sedang tidak di panggung stand up comedy-kan? oh iya, benar. Semoga saja memang sedang tidak sekadar lucu-lucuan yang klimaksnya cuma sebatas kepingin mendulang ger-geran belaka.
Senin, 4 November 2024, Mirza bergeser ke Desa Segala Mider, Kecamatan Pubian, Lampung Tengah. Di lokasi ini dia sudah ditunggu kerumunan anggota Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A, GP3A dan Induk P3A) se-Provinsi Lampung. Mereka memang sudah bersepakat kepingin mendeklarasikan dukungan kepadanya.
Kali ini Mirza menyorongkan janji. Jika menjadi gubernur, dirinya akan memberi perhatian khusus terhadap peningkatan akses air bagi lahan pertanian. Konkritnya, bakal dibangun sistem irigasi. Dengan demikian pasokan air ke lahan petani dipastikan terjamin.
Tak hanya ingin membangun infrastruktur pengairan, Mirza juga berharap kelak masyarakat dapat berkomunikasi secara intens dengan pemerintah (tentunya) bila ia menjadi gubernur. Perlu kembali digaris bawahi, Mirza mendambakan terjalin interaksi komunikasi aktif di antara petani dan pemerintah.
Sungguh mencerminkan jiwa terbuka seorang pemimpin yang mau mendengar suara rakyatnya. Ini jelas luar biasa. Patut dicatat dan diingat. Maksudnya “diingatkan” kalau nanti yang terjadi justru “jauh panggang dari api”.
Sebenarnya tidak terlalu mengherankan bila Mirza merasa perlu mendekatkan diri dengan petani. Sebab, jumlah petani di Lampung terbilang jumbo. Tengok saja perhitungan berdasarkan sensus pertanian BPS. Di sana disebutkan jumlah petani di Lampung pada tahun 2023 sebanyak 1.340.261 orang. Dimana 25,18 persen atau 337.487 orang di antaranya tergolong sebagai petani milenial dengan kisaran usia 19 hingga 39 tahun.
Kini usai pilgub dihelat, kendati KPU baru akan mengumumkan secara resmi hasil Pilgub Lampung paling lambat 15 Desember 2024, namun indikasi kemenangan pasangan Mirza-Jihan sudah terlalu jelas kentara. Kemenangan yang diraih itu sangat mungkin di dalamnya ada kontribusi besar para petani yang semasa kampanye ditemui Mirza. Kalau itu diakui, artinya ada amanah para petani yang disampirkan ke pundaknya.
Bila melihat rekam jejak Mirza yang sejak jauh-jauh hari sudah berkenan dekat-dekat dengan petani, ditambah lagi Presiden Prabowo Subianto yang juga komandan Mirza di Partai Gerindra mengusung program utama swasembada pangan, kiranya keduanya memang mengemban misi yang saling beririsan di satu titik; Mewujudkan ketahanan pangan.
Dengan kata lain, sangat mungkin Gubernur Mirza memberi porsi besar terhadap sektor pertanian secara luas pada APBD Lampung mendatang.
Kalau prediksi ini benar, lantas dikaitkan dengan harapan Mirza pada masa kampanye yang sangat ingin berkomunisasi aktif dengan para petani, hampir bisa dipastikan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) bakal kelimpungan mengikuti ritme kerjanya.
Iya, kelabakan. Sebab selama ini sudah terbiasa berlaku sekadar menggugurkan kewajiban semata. Tetiba dituntut gerak reaksi cepat merespon kebijakan yang digariskan. Wuidih, kalau “orang-orang lama” masih bercokol di pucuk-pucuk kedinasan, hampir bisa dipastikan mereka acapkali menahan keringat dingin. Karena tidak terbiasa open mind.
Cermati saja pola kepemimpinan dan komunikasi mereka selama ini. Terutama kedinasan yang terkait dengan sektor pertanian secara luas. Sebut saja Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Perkebunan, kemudian Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura, dan kalau mau ditambahkan Dinas Kehutanan.
Betapa pelitnya mereka membuka informasi pada bidang yang dibidani. Kepada pers pun kerapkali memakai jurus menghindar dan bungkam. Kalau pola demikian yang masih diimplementasikan, bisa terbayang akan terlihat ketimpangan. Gubernurnya interaktif, bawahannya gemar “nekuk badan”. Lengah sedikit malah ada kemungkinan menyodorkan informasi ABS (asal bapak senang). Perlu bukti? Silakan kedinasan terkait menunjukkan keberhasilan program petani yang katanya jaya-jaya itu.
Ketimbang tidak sinkron, ada baiknya Gubernur Mirza mempertimbangkannya kembali. Mengingat kedinasan yang disebutkan tadi merupakan fondasi utama untuk mewujudkan pertanian Lampung yang lebih maju. Diulang, maju ya. Bukan jaya. Hemmm!!! (*)