Obrolan Wartawan di Sela Ketupat Lebaran

Hendri Setiadi

Senin, 31 Maret 2025 - 20:48 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ketupat (foto: ist)

Ketupat (foto: ist)

Idul Fitri, hari silaturahmi. Pintu-pintu rumah banyak terbuka. Stoples tersusun di meja. Ada nastar, pastinya. Potongan kue lapis ditata berderet-deret di piring hias yang ke luar lemari setahun sekali. Sajian itu belum paripurna, tanpa sirup kuning di gelas. Klop sudah, mari bercengkerama.

(Netizenku.com): DUA kawan satu profesi bertandang ke rumah. Bisa dibilang tamu-tamu ini saksi hidup perjalanan saya di dunia jurnalistik. Kami saling menjadi saksi mata untuk masing-masing. Dulu, di awal menjadi wartawan, kami kerap liputan bareng. Ada banyak cerita yang kami kecap bersama. Cerita suka, tentunya juga duka.

Tak pelak lebaranan kami modifikasi jadi reunian. Kecil-kecilan. Memang, di hari-hari biasa, kami masih bisa ketemuan setiap saat. Tapi entah, ngumpul disaat lebaran, punya aura tersendiri. Semacam ada atmosfir religius yang menyapu segala beban, gundah gulana, dan serta merta tergantikan kelegaan.

Kok bisa? Kami bertiga sepakat, mungkin karena di hari ini, setiap kita secara sadar dan ikhlas menghaturkan permohonan maaf lahir bathin yang tidak mudah diucapkan diluar momen lebaran. Entahlah.

Dasar wartawan, baru juga bertemu, sudah langsung menggelindingkan isu. Kedua karib tadi sontak menyoal tumpukan sampah yang terbengkalai di banyak titik di pinggir jalan. Di hari istimewa, saat handai taulan dari segala penjuru angin pulang mudik, malah langsung disuguhi ketidakmampuan pemimpin kota menangani persoalan sampah. Padahal Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, sudah pernah menggeruduk sambil semprit tegas perkara sampah.

Baca Juga  Arinal Menolak Jadi Raja Tega

Kalau dibiarkan, obrolan semacam ini bakal menggelinding nan jauh kemana-mana. Saya sedang tidak berminat obrolin hal-hal berat di hari istimewa. Arah perbincangan saya belokkan pada kisah kenangan masa silam. Saat kami masih memburu berita di lapangan. Manakala kami sedang sama-sama bokek di penghujung bulan, dan sama-sama mensiasati lapar dengan “membohongi” perut.

Caranya, kami urunan beli gorengan. Tahu bunting dan bakwan pakai cabai rawit jadi menu langganan. Setelah itu minum air putih banyak-banyak. Tangki perut setidaknya jadi lebih stabil. Tidak oleng lagi. Lalu, casss…ngudut bareng sambil sahut-sahutan senda gurau merayakan keberhasilan kami mengatasi persoalan krusial, setidaknya untuk siang itu.

Tapi, lagi-lagi, dasar wartawan. Meski sedang obrolan santai, tetap saja menyeretnya ke perspektif serius. Kedua kawan saya mengeluhkan daya juang kebanyakan wartawan masa kini yang kelewat manja. Masih menurut mereka, hari ini juga bukan perkara gampang merekrut wartawan. Wartawan sudah seperti barang langka.

Saya sempat kaget mendengar pernyataan itu. Bukankah ada banyak media online sekarang. Media-media itu tentu dikelola wartawan. Kedua karib tadi kompak menampik. “Keliru,” ucap mereka nyaris bersamaan.

Baca Juga  Umar Ahmad dan Harry Potter

Bagi mereka orang-orang yang saya maksud tadi bukanlah wartawan seutuhnya. Melainkan para owner media. Fenomena mudahnya membikin website portal berita telah sukses melahirkan pengusaha-pengusaha media baru.

“Mereka itu pelaku startup. Layaknya watak perusahaan rintisan yang segala sesuatunya mesti dirintis. Termasuk menjalankan bisnis nyambi memposting berita. Jadi bukan mencari dan menghimpun informasi. Lalu ditulis dan diedit. Untuk kemudian diunggah ke website,” ungkap salah satu sahabatku, sambil langsung diamini oleh sahabatku lainnya. Oalah mereka terlihat kompak.

Sialnya, saya kesulitan untuk menampik penilaian itu. Sebab saya tahu benar apa sesungguhnya yang mereka maksud. Terbersit rasa kecewa di getar nada yang diucapkan keduanya.

Untuk mengimbanginya, saya menyodorkan kelebihan yang saya lihat pada generasi wartawan saat ini. Saya bilang, wartawan sekarang banyak yang memiliki akses luas ke para pejabat selaku narasumber. Bahkan, tak sekadar punya akses, mereka pun terbilang sukses menjalin komunikasi hangat.

Sesuai harapan saya, kedua karib tadi langsung manggut tanda setuju. Tapi, lagi-lagi dasar wartawan, pernyataan saya diamini justru untuk dibalikkan sebagai satir. Mereka bilang, saking fokus pada membuka akses, menjalin hubungan hangat, akhirnya sampai alfa untuk menelaah fungsi dan peran mereka sebagai wartawan.

Baca Juga  Menerka Arah Media Massa, Mau Untung Malah Buntung

“Dengan kondisi relasi yang kelewat hangat itu memunculkan ewuh pakewuh. Pergaulannya terlalu intim. Pelaku pers jadi sungkan mengkritisi. Apalagi melakukan kontrol sosial,” ucap salah satu karib. Tidak sedikit wartawan, imbuhnya, entah sadar atau tidak telah sukarela menyerahkan kapasitasnya untuk disandera oleh uluran tangan kebaikan banyak pihak.

“Wartawan sekarang kebanyakan rancu, Bro. Mirip humas. Mungkin karena kadar jiwa entrepreneurship sebagai pelaku startup lebih kental ketimbang nilai-nilai yang mesti digenggam seorang wartawan,” tukas karib satu lagi.

Aku terdiam. Mencoba mengunyah ucapan itu. Sampai suara istriku terdengar, menyilakan kami menyantap hidangan kupat lebaran yang sudah tersaji di meja makan. Saya langsung menyambutnya. Kedua karib saya juga sepakat. Kami bergeser ke ruang tengah. Sambil berjalan saya merenung.

Mungkinkah mereka berdua sedang menyodorkan satir ke saya. Menganggap langkah saya sudah ikut-ikutan offside? Mungkin saja sindiran itu benar adanya. Tapi saya percaya, kalau pun benar latar belakang motivasinya karena rasa sayang. Kepingin melindungi sahabat dari arus deras yang bikin banyak wartawan terombang ambing di gelombang pilihan; tegak lurus atau kompromis! (*)

Berita Terkait

Alangkah Mahal Harga Demokrasi di Pesawaran, Pemenang Pemilukada Jangan Jemawa
Dana Pensiunan Guru Dibekap Koperasi Betik Gawi, Yakinlah Bunda Eva Bakal Atasi
Jurnalisme Sastrawi Tulisan Memikat yang Tidak “Laku”
Generasi Sat-set Wartawan Masa Kini
Menerka Arah Media Massa, Mau Untung Malah Buntung
Belajar Menambal Kredibilitas dari The New York Times
Wartawan, Storyteller yang Bukan Pengarang Bebas
Merapat ke Markas Tempo

Berita Terkait

Senin, 14 April 2025 - 17:30 WIB

Bupati Pringsewu Buka Bimbingan Manasik Haji 2025

Senin, 14 April 2025 - 17:15 WIB

Bupati Pringsewu Sampaikan 3 Kunci Sukses Seorang Pelajar

Minggu, 13 April 2025 - 18:12 WIB

Ratusan Warga Antusias Ikuti Gogoh Iwak di HUT ke-16 Kabupaten Pringsewu

Sabtu, 12 April 2025 - 19:30 WIB

PWI dan IKWI Pringsewu Gelar Halalbihalal, Bupati Ajak Wartawan Kawal Pembangunan

Kamis, 10 April 2025 - 16:08 WIB

Kapolres Pringsewu Pimpin Apel Ziarah Makam Pahlawan Peringatan HUT ke-16 Kabupaten Pringsewu

Kamis, 10 April 2025 - 16:00 WIB

Pemkab Gelar Upacara HUT ke-16 Kabupaten Pringsewu

Rabu, 9 April 2025 - 16:45 WIB

Usai Libur Lebaran, Warga Pringsewu Ramai Ambil Motor yang Dititipkan di Kantor Polisi 

Rabu, 9 April 2025 - 16:32 WIB

Dalam Rangka HUT Kabupaten Pringsewu ke-16, DPRD dan Pemkab Pringsewu Gelar Rapat Paripurna Istimewa

Berita Terbaru

Bimbingan manasik haji 2025 di Graha KH. Ahmad Dahlan, Komplek Universitas Muhammadiyah Pringsewu, Senin (14/4/2025), Foto: Reza/NK.

Pringsewu

Bupati Pringsewu Buka Bimbingan Manasik Haji 2025

Senin, 14 Apr 2025 - 17:30 WIB

Riyanto Pamungkas saat menjadi pembina upacara bendera di SMK Negeri Gadingrejo, Pringsewu, Senin (14/4/2025), Foto: Reza/NK.

Pringsewu

Bupati Pringsewu Sampaikan 3 Kunci Sukses Seorang Pelajar

Senin, 14 Apr 2025 - 17:15 WIB

Rapat paripurna penyampaian rekomendasi atas LKPJ Bupati Pesawaran tahun 2024 di ruang sidang DPRD, Senin (14/4/2025), Foto: Soheh/NK.

Pesawaran

DPRD Pesawaran Sampaikan Rekomendasi atas LKPJ Bupati 2024

Senin, 14 Apr 2025 - 16:12 WIB

Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, Foto: Istimewa.

Bandarlampung

Gubernur Lampung Tegaskan TNBBS Tak Boleh Dialihfungsikan

Senin, 14 Apr 2025 - 13:46 WIB

E-Paper

Lentera Swara Lampung | 123 | Senin, 14 April 2025

Senin, 14 Apr 2025 - 07:41 WIB