Bandarlampung (Netizenku.com): LBH Bandarlampung mengecam keras tindakan berlebihan aparat penegak hukum, Polda Lampung yang beberapa bulan terakhir melakukan tindakan ekstrajudicial killing terhadap terduga pelaku pencurian dengan kekerasan.
Bahwa berdasarkan berita yang dimuat pada pemberitaan online tindakan yang dilakukan oleh Polda Lampung merupakan pelanggaran HAM terhadap peradilan yang bersih dan fair dalam penegakan hukum.
Tindakan ini berawal pada pada statement Kapolda Lampung Irjen Pol Hendro Sugiatno yang memerintahkan jajarannya untuk tembak mati pelaku-pelaku kejahatan di Lampung.
“Tidak ada istilahnya tembak mati, hanya boleh melumpuhkan dengan tujuan agar dia menyerah. Karena polisi itu bertugas membawa pelaku kejahatan untuk diadili di pengadilan bukan menghakimi setiap perbuatan yang dilakukan oleh seseorang,” kata Kepala Divisi Sosiologi Politik LBH Bandarlampung, Cik Ali, dalam siaran pers yang diterima Netizenku.com, Selasa (25/5) malam.
LBH Bandarlampung menilai operasi itu berlebihan, reaktif, dan melanggar hak hidup serta hak keadilan bagi mereka yang dituduh begal, jambret, dan kejahatan jalanan lainnya.
Tindakan itu bertentangan dengan Pasal 28D Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM (Hak Asasi Manusia), yang memberi jaminan agar setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil.
Selain itu, LBH Bandarlampung menduga Telah terjadi pelanggaran Perkapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta Perkapolri Nomor 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian.
Tembakan yang boleh dilakukan polisi hanya bersifat peringatan dan pelumpuhan bukan menghilangkan nyawa terduga pelaku.
“Justru bila kepolisian dapat memecahkan persoalan kejahatan jalanan ini dengan melakukan penangkapan dan pengembangan secara hidup-hidup terhadap terduga pelaku, pada dasarnya kepolisian Polda Lampung dapat mengurai hingga ke akar-akarnya,” ujar Cik Ali.
Dia menilai tindakan tembak mati tersebut tidak akan efektif dalam menyelesaikan permasalahan yang dialami masyarakat.
“Apabila hal ini terus menerus dilakukan, akan berapa banyak lagi masyarakat yang diduga sebagai pelaku mendapatkan tindakan serupa?”
Sebagaimana yang dikemukan Thomas More dalam penelitiannya yang membuktikan bahwa hukuman mati bukanlah faktor utama yang memacu efektivitas dari penegakan hukum.
Bahwa pernah terjadi eksesusi hukuman mati terhadap 24 pelaku tindak pidana yang disaksikan oleh khalayak ramai. Namun di tengah kerumanan masyarakat yang tengah menyaksikan hal tersebut masih saja ada tindak pidana lain dengan pelaku lain di saat yang bersamaan. (Topo Santoso dan Eva A. Zulea, 2009:4)
“Sehingga ini membuktikan bahwa tindakan kepolisian Polda Lampung yang melakukan penembakan terhadap terduga begal adalah tindakan berlebihan dan tindak dibenarkan yang mencederai prinsip-prinsip dasar kemanusiaan dan penegakan hukum yang adil,” tutup dia. (Josua)