Kekayaan adat budaya Lampung tak bisa dipungkiri keberagamannya, salah satunya adalah begawi atau pesta pernikahan yang berlangsung hingga sepekan, dengan bermacam rangkaian di dalamnya.
Namun demikian keberagaman dan tradisi yang sudah berlangsung sejak lama ini tak selamanya berjalan mulus, kali ini nasib apes menerpa MSM, alam sedang tak berpihak padanya.
Pesta pernikahan yang semestinya penuh suka cita kebahagiaan berubah menjadi duka. Ya, MSM lalai, niat hati ingin menyambut kedatangan pihak besan dengan melepas peluru ke udara, nyatanya malah mengenai kepala keponakannya sendiri.
Terkapar begitulah Salam (35) saat tiba-tiba terkena peluru nyasar MSM, di Kampung Mataram Ilir, Kecamatan Seputih Surabaya, Lampung Tengah, provinsi Lampung pada Sabtu (6/7/2024) pagi.
Kalau sudah begini siapa yang tak merugi, keluarga korban yang tak bisa dihitung hari menghilangkan rasa dukanya.
Namun cukupkah hanya penyesalan? Tentu tidak, para penyimbang adat mestinya mengaji ulang urgensi menembakkan senjata api ke udara, apakah benar sepenting itu, atau sebatas gengsi?
Apakah tidak ada alternatif lain yang dapat menimbulkan suara, seperti alat musik cetik yang identik dengan budaya Lampung misalnya.
Bukankah akan jauh lebih berirama jika dimainkan, dibanding suara senjata api yang dilepas ke udara. Tak ada budaya seharga nyawa.
Lagi pula kepemilikan senjata api tentunya tak semudah itu. Mesti berijin, dan profesional. Kalau sudah begini kejadiannya tentulah meluas perkaranya, bukan hanya lalai, kepemilikan senjata api illegal, juga siap menanti siempunya.
Proses hukum terus berjalan, kita tunggu saja kelanjutannya. Namun menyoal hilangnya nyawa karena tradisi ini, petinggi adat benar-benar perlu mengaji, agar tak ada lagi korban lainnya. Sekali lagi tak ada ada tradisi seharga nyawa. Tabik.