Bandarlampung (Netizenku.com): Pengurus Koordinator Cabang (PKC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Lampung menilai PWNU Lampung telah mencederai falsafah masyarakat Lampung ‘Piil Pesenggiri’ menjelang Muktamar Ke-34 NU di Lampung, pada 23-25 Desember 2021.
Dalam siaran pers yang diterima Netizenku, Rabu (17/11) sore, PMII Lampung menyebutkan banyak pihak berharap pelaksanaan Muktamar Ke-34 NU ini akan berjalan secara lancar, sejuk, damai, dan harmonis. Hal itu juga yang diharapkan oleh ketua PWNU Provinsi Lampung, Prof Moh. Mukri.
Namun, beberapa hari belakangan ini, ada insiden-insiden yang memberikan citra kurang baik terhadap persiapan pelaksanaan Muktamar Ke-34 NU tersebut.
Misal, peristiwa hebohnya booking membooking hotel (sabotase muktamar) yang diduga dilakukan oleh oknum dari Kemenag.
Kemudian terkait kekecewaan jajaran PWNU Lampung terhadap Ketua Steering Committe (SC) Muktamar Ke-34 NU, M. Nuh.
Kekecewaan itu dikarenakan, M. Nuh dalam kunjungannya ke Lampung, Sabtu (13/11), secara mendadak membatalkan rencana pengecekan lokasi bakal penutupan Muktamar Ke-34 NU di kampus UIN Raden Intan Lampung.
Belum lagi sorak-sorak pembicaraan soal siapa yang akan menjadi Ketua PBNU, sangat disayangkan, seolah-olah Muktamar hanya untuk menjadi forum pemilihan ketua saja.
Merespon hal tersebut, Ahmad Hadi Baladi Ummah, yang akrab dipanggil Pupung, selaku Ketua PKC PMII Lampung menyayangkan kegaduhan yang terjadi beberapa waktu belakangan ini.
Menurutnya kegaduhan itu seharusnya tidak terjadi. Hal tersebut menunjukkan kegagalan Ketua PWNU Lampung, Prof Moh. Mukri dalam membangun komunikasi.
“Hal tersebut menunjukkan lemahnya komunikasi Prof Mukri, selaku Ketua PWNU Lampung dalam membangun komunikasi antar lini dalam persiapan muktamar ini,” ujar Pupung.
Selain itu, ia menambahkan dengan terjadinya beberapa insiden-insiden tersebut justru semakin mempertebal dimensi politis dan kekuasaan dalam pelaksanaan muktamar.
“Muktamar Ke-34 NU adalah forum tertinggi dalam organisasi NU, dalam pelaksanaannya muktamar tidak hanya membincang soal pemilihan Ketua Umum PBNU, tapi banyak hal yang diperbincangkan. Jadi jangan sampai kemudian, publik hanya menangkap bahwa Muktamar NU adalah forum pemilihan Ketua PBNU saja,” kata Pupung.
Menurut dia, insiden-insiden di atas telah mencederai falsafah masyarakat lampung Piil Pesenggiri, khasanah Juluk adek, nemui nyimah, nengah nyapur, dan sakai sambayan.
“Jauh dan semakin menjauh dari falsafah masyarakat lampung dalam menyambut tamu kalau seperti ini. Bicara nemui nyimah mana keramahan yang dijaga, malah kegaduhan yang dipertontonkan, sakai sambayan, mana kondisi gotong royong yang telah dibangun PWNU Lampung, nyaris tidak ada,” tegas dia.
Terakhir, Pupung berharap beberapa insiden-insiden tersebut harus bisa menjadi bahan evaluasi PBNU terhadap PWNU Lampung yang dipimpin oleh Prof Moh. Mukri, agar ke depannya hal semacam itu tidak terulang.
“Pelaksanaan Muktamar Ke-34 NU di Lampung bukan hanya hajat PWNU Lampung semata, tapi hajat bersama warga Nahdliyyin sedunia,” tutup dia. (Josua)