Sepenting apa anak muda di mata para calon pemimpin. Seberapa banyak waktu yang disediakan para kandidat pilgub Lampung untuk sekadar mendengar curhatan para pemilih pemula atau anak muda lainnya? Jangan-jangan hanya sebatas selfie bareng, tok. Dan itu langsung diklaim sebagai kepedulian. Naif!
Kalau ini yang memang terjadi, hati-hati. Para calon pemimpin itu bakal ditimpa karma kualat. Bisa jadi sesalan dibelakang hari. Tapi itu akan percuma, meski sampai curhat pada Roy Kiyoshi di acara Karma sekalipun.
Paling-paling sang indigo yang sedang naik daun itu bakal menanggapinya dengan enteng, sambil tangan kanannya ditempelkan ke kepala seakan benar-benar bisa menerawang nasib orang, lalu bilang, \”Saya mencium aroma kualat karena Anda meremehkan bahkan mengecilkan peran anak muda di Lampung.\”
Anak muda memang bukan barang keramat yang mesti diperlakukan serba istimewa sambil disanjung-sanjung setinggi langit, misalnya. Tak perlu pula sampai harus diajak nobar atau kongkow sambil ngopi di starbuck. Tak usah juga sampai lebay, seromatis Dilan ngegombali Milea, untuk berbaik-baik pada anak muda. Dan tak harus pula amplopin duit cepek ceng buat nyawer anak-anak muda. Karena memang harga diri mereka tak semurah itu.
Bukan yang begitu yang ditunggu anak muda dari calon pemimpinnya. Anak muda zaman now lebih bersikap terbuka. Mereka sudah pandai memilah mana fiksi dan mana fakta. Maka bersikap saja apa adanya.
Yakinlah anak-anak muda akan sangat mafhum bahwa manusia adalah manusia dan bukan malaikat yang bersih dari kesalahan. Sikap manusiawi dan memanusiakan anak muda akan diganjar bentangan tangan terbuka oleh anak-anak muda pewaris masa depan daerah dan bangsa ini.
Para pemimpin besar dalam sejarah peradaban dunia juga telah menunjukkan, sekaligus mengajarkan pada kita untuk dapat menghargai dan mampu mengapresiasi eksistensi anak muda. Singkat kata jangan pernah memandang sebelah mata pada anak muda, karena mereka bisa menyatukan barisan dan melakukan perlawanan bergelombang yang bakal sulit dibendung.
Sejarah menunjukkan spirit anak muda mampu mengejawantah menjadi kekuatan tak terkira, bahkan untuk sekadar mengguncang dunia sekalipun. \”Beri aku 10 pemuda niscaya kuguncang dunia,\” begitu Bung Karno pernah bilang.
Boleh jadi penghargaan Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, terhadap pemuda turut menginspirasi Barack Hussein Obama II, Presiden Negeri Abang Sam yang memerintah sejak 2009 sampai 2017. Sebab presiden Amerika ke-44 ini, pada kurun waktu 1967-1971, pernah melewati masa kanak-kanaknya di Menteng, Jakarta.
Tak ada yang mustahil, termasuk menduga bila inspirasi dari Bung Karno itu, lantas diimplementasikan Obama saat dirinya memutuskan masuk gelanggang pemilihan Presiden USA. Setidaknya antara Soekarno dan Obama memiliki kesamaan dalam sudut pandang memaknai eksistensi pemuda.
Keduanya dikenal sama-sama menghargai anak muda, bahkan Obama menjadikan kalangan muda sebagai tumpuan dalam penggalangan dana kampanye dan guyuran suara dukungan. Siapa nyana, Obama yang dianggap anak bawang, justru mampu membalikkan keadaan politik negara adidaya itu bersama kekuatan anak muda.
Pengakuan Obama terhadap kekuatan spirit anak muda yang bisa dihimpun menjadi kekuatan baru agen perubahan tersebut, seakan tercermin pada pidato pertama Obama di mimbar perpolitikan nasional di negerinya. Ketika itu teks pidatonya diberi tajuk \’Menerjang Harapan\’. Belakangan rangkaian dua kata ini dijadikan judul otobiografi Obama yang best seller itu.
Kalau kini ada kandidat Pilgub Lampung yang mengaku sudah melibatkan kekuatan anak muda yang sudah menggenggam hak pilih di dalam gerakan politiknya, ini masih perlu diragukan sejauh mana pelibatannya?
Apa hanya sebatas dikumpulkan karena diorganisir secara dadakan, tanpa diedukasi perihal maksud dan tujuan keberadaan mereka di kegiatan tersebut. Atau hanya sebatas mengenakan kaos bergambar wajah pasangan calon yang dibagi-bagikan, lalu setelah acara rampung disalami sambil menyelipkan amplop duit transportasi?
Bukan itu yang dimaksud. Karena tanpa disadari, atau malah tim sukses paslon justru melakukannya secara sadar atas dasar pragmatisme, cara-cara demikian sesungguhnya telah mengotori alam pikir anak muda yang baru ingin menjadi bagian dari politik berdemokrasi di negeri ini.
Pengalaman politik Jokowi sebelum resmi memasuki istana kepresidenan kembali menunjukkan bagaimana saktinya kekuatan anak muda. Saat puluhan musisi dan artis pendukung Jokowi-JK menggelar Konser Revolusi Mental pada 11 Juni 2014 silam, lokasi konser Parkir Timur Senayan sesak dipenuhi anak muda yang mengacungkan dua jari sebagai simbol \’Salam Dua Jari\’.
Konser ini lalu dianggap sebagai pemantik yang mampu menarik dukungan dari para pemilih pemula dan kalangan muda yang sebelumnya masuk dalam kategori swing voter alias pemilih yang masih labil. Sejak kesuksesan besar itu hubungan Jokowi yang telah menjadi presiden semakin mesra dengan kalangan muda. Pakai jaket Dilan dan naik motor Chopper adalah sedikit dari cerminan kedekatan itu.
Pengalaman adalah guru terbaik. Sebelum terlambat mestinya para kandidat peserta Pilgub Lampung bisa belajar dari pengalaman Soekarno, Obama dan Jokowi. Masih juga sanksi? awas ditimpa karma kualat sama anak muda. (Hendri Std)
Komentar