Batik Garuda ‘Hinggap’ di Lamban

Redaksi

Kamis, 24 November 2022 - 18:29 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Netizenku.com-Sebagai warga Lampung Barat (Lambar) tentu senang mendapati ada Lamban Pancasila. Apalagi ini bisa menjadi lahan ‘basah’ bagi para pedagang kaki lima atau pelaku UMKM setempat.

Tapi ulala…!!! ternyata bukan cuma pedagang kecil yang menangguk rezeki di sana. Tak dinyana ‘kepakan sayap’ Batik Garuda yang sempat memancing bisik-bisik di kalangan ASN Lambar belakangan ini, ternyata juga hinggap di Lamban Pancasila.

Lho-lho…memang apa kaitannya? Begini, saat saya menyambangi persemian Lamban Pancasila, saya bertemu beberapa pejabat tinggi Pemkab Lambar. Melihat saya nongol, satu-dua di antaranya langsung menyapa dan mengajak ngobrol.

Baca Juga  Belajar Menambal Kredibilitas dari The New York Times

“Apa kabar, Wan? tumben nongol, pasti ada misi khusus,” sergah seorang pejabat.
“Alhamdulillah baik. Saya hadir tentu sebagai
wujud kegembiraan ada Lamban Pancasila di sini. Nah, kalau terkait misi khusus saya ini masih wartawan, Bang. Kalau sekarang ada di sini yah buat cari berita-lah.”

Setelah menjawab semua pertanyaan, saya balik tanya, “Kok, semua pakai Batik Garuda, meriah banget?”
“Ah lu ni sok gak tau!” masih seloroh pejabat itu.
“Beneran Bang, saya nggak tahu.”
“Nah, batik ini kan wajib kita beli memang hanya untuk dipakai di hari ini saja.”

Baca Juga  Arinal Memang “Bejo”?

Dengan lagak terkejut saya terus menggali informasi. “Rupanya batik ini bukan untuk seragam kerja PNS, toh. Tapi khusus buat seragam peresmian aja?!”
“Bukan untuk seragam kerja. Kan, tidak ada hari kerja PNS yang pakai batik.”

“Uiii Bang, sering-sering aja ada kegiatan kayak gini. Biar bisa jadi bahan bisnis yang empuk, besar untung dari modal,” seloroh saya.
“Enak aja lu, Wan. Kamu kira kami senang pakai batik mahal ini. Senep malah iya. Tapi mau gimana lagi sudah perintah pembina kami. Jadi walaupun ngutang ya tidak bisa tidak tetap harus ditebus batiknya,” keluhnya.

Baca Juga  Ambulans Minggir, Presidenku Mau Lewat!

“Maaf Bang, kalau boleh saya simpulkan, ini tak ubahnya PNS bisnis dengan PNS. Istilah jaman now-nya, makan tulang kawan atau atasan bisnis dengan bawahan,” tukas saya.
“Eits! kalau itu Abangmu no comment,” ucapnya sambil melempar senyum. (Iwan Setiawan)

Berita Terkait

Belajar Menambal Kredibilitas dari The New York Times
Obrolan Wartawan di Sela Ketupat Lebaran
Wartawan, Storyteller yang Bukan Pengarang Bebas
Merapat ke Markas Tempo
Kita Pernah Punya Wartawan Jihad, Kapan Ada Lagi?
Tak Perlu Kepala Babi dan Bangkai Tikus untuk Membuat Kicep
Kebohongan Resmi dan Keterangan Palsu
Jurnalis dan Macan dalam Kandang

Berita Terkait

Selasa, 1 April 2025 - 12:37 WIB

Belajar Menambal Kredibilitas dari The New York Times

Senin, 31 Maret 2025 - 20:48 WIB

Obrolan Wartawan di Sela Ketupat Lebaran

Minggu, 30 Maret 2025 - 17:53 WIB

Wartawan, Storyteller yang Bukan Pengarang Bebas

Sabtu, 29 Maret 2025 - 21:45 WIB

Merapat ke Markas Tempo

Rabu, 26 Maret 2025 - 22:34 WIB

Tak Perlu Kepala Babi dan Bangkai Tikus untuk Membuat Kicep

Senin, 24 Maret 2025 - 05:01 WIB

Kebohongan Resmi dan Keterangan Palsu

Rabu, 19 Maret 2025 - 14:27 WIB

Jurnalis dan Macan dalam Kandang

Kamis, 6 Maret 2025 - 21:37 WIB

Antara Eka, Taring dan Bodyguard

Berita Terbaru

Buku The New York Times karya Ignatius Haryanto. (foto: koleksi pribadi)

Celoteh

Belajar Menambal Kredibilitas dari The New York Times

Selasa, 1 Apr 2025 - 12:37 WIB

Ketupat (foto: ist)

Celoteh

Obrolan Wartawan di Sela Ketupat Lebaran

Senin, 31 Mar 2025 - 20:48 WIB

Ilustrasi buku jurnalisme sastrawi. (foto: dok pribadi)

Celoteh

Wartawan, Storyteller yang Bukan Pengarang Bebas

Minggu, 30 Mar 2025 - 17:53 WIB

Penulis saat berada di kantor Tempo. (foto: dok pribadi)

Celoteh

Merapat ke Markas Tempo

Sabtu, 29 Mar 2025 - 21:45 WIB