Ada ribuan anak-anak dan remaja yang terlibat aktif diurusan berkesenian. Benar-benar langsung bersentuhan. Sebuah kenyataan yang mengejutkan sebenarnya. Karena aktivitas kental berkesenian ini bukan berlangsung di perkotaan, melainkan perkampungan.
Dari Bandarlampung, yang merupakan ibukota Provinsi Lampung, kita harus pergi sejauh ratusan kilometer untuk bisa merasakan atmosfer kental berkesenian tersebut. Kabupaten Tulangbawang Barat (Tubaba) adalah tempat yang dimaksud.
Benar, wilayah geografis kabupaten muda ini, tidak diberi anugerah bibir pantai yang seksi buat dinikmati yang tak bisa dipungkiri pantai masih banyak dianggap sebagai destinasi wisata utama.
Justru karena sadar atas kekurangan itu, Tubaba berbenah diri di bidang lain. Berkesenian -sesuatu yang juga menawarkan keindahan- menjadi salah satu pilihan, selain mengeksplor potensi obyek wisata alam lain, tentunya.
Tak ayal, dalam waktu tak terlalu lama, harapan itu sudah membuahkan hasil nyata, bukan sekadar rencana di atas kertas belaka. Obyek wisata bernuansa alam dan kental sentuhan budaya telah banyak ditemui di sana. Ditambah dengan keterlibatan anak-anak dan pemuda dalam berbagai ekspresi berkesenian yang merasuk hingga ke desa-desa. Perhelatan rutin Tubaba Art Festival adalah salah satu contohnya.
Tidak heran kalau sekarang sudah banyak orang dari berbagai daerah yang sengaja menyambangi Tubaba untuk menikmati berbagai suguhan wisata itu.
Kombinasi yang sungguh ciamik. Dan yang tidak kalah penting bahwa untuk dapat mengimplementasikan konsep serupa itu, dibutuhkan keberanian sekaligus kejelian dari pimpinan daerahnya. Umar Ahmad, mantan Bupati Tubaba (dua periode), adalah yang menghampar karpet merah agar semua pencapaian itu bisa digelar di atasnya.
Singgungan Umar Ahmad (kemudian kita sebut UA) dengan ranah anak muda juga merambah ke otomotif. Dia sendiri pernah menjadi Ketua Umum Motor Antique Club Indonesia (MACI) Lampung.
Untuk urusan olah raga, terlebih yang berinteraksi dengan alam, UA juga menaruh perhatian besar. Bersepeda meluncur di alam terbuka serta olahraga rekreasi inflatable Stand Up Paddle Board (ISUP) di aliran sungai yang dipopulerkan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, adalah sedikit dari sekian banyak aktivitas anak muda yang dikembangkannya.
Bahkan, UA pernah mendatangkan Abah Tapa Umbara, seorang Maestro Panah Tradisional asal Bandung (Jawa Barat), untuk menularkan kemampuan memanah di kalangan anak muda setempat. Untuk olah raga populer macam bola voli dan sepakbola, sudah barang tentu turut dikembangkan.
Agaknya, pengalaman batin dan pola pikir terbuka mantan aktivis kampus ini, terus memberi warna pada banyak keputusan yang pernah diambil UA. Tak heran kalau kemudian dirinya tak berjarak dalam menyerap inspirasi anak-anak muda.
Tapi jangan-jangan apa-apa yang sudah diperbuat itu hanya diperuntukkan sebagai polesan gincu-gincu politik, tok. Sekadar pencitraan. Pandangan serupa ini wajar dikemukakan, mengingat kita memang acapkali disuguhkan peran-peran semu di kancah politik dan pemerintahan.
Sikap apriori ini tak ada salahnya. Justru, terlebih anak-anak muda di Lampung, memang dituntut memiliki daya kritis tinggi biar tak selalu dijadikan korban sebagai tunggangan politis semata.
Tapi apa pula perlunya anak muda Lampung memasukkan referensi tentang UA dalam alam pikirnya?
Saya menganggapnya cukup penting. Terutama bagi anak-anak muda yang memendam segudang inspirasi, kreasi dan prestasi namun masih tersumbat lantaran tak ada kanal-kanal penyaluran.
Diskusi, sebagai pintu masuk untuk membuka cakrawala wawasan sekaligus mencari solusi efektif, tak ada salahnya untuk dibuka. UA bisa dijadikan cerminan untuk digali pengalaman dan pandangannya selama memimpin Tubaba.
Tak menutup kemungkinan berbagai pengalaman itu bisa diimplementasikan di skala Lampung, sebagai jawaban atas banyak keinginan anak muda yang hari ini masih sebatas tergantung di benak sebagai harapan. (Hendri Std)