Kemudian kendala berikutnya, lanjut dia, adalah tempat dan waktu karena DPRD Bandarlampung hanya punya beberapa tempat sebagai ruang rapat.
“Terkadang kami menunggu yang rapat sebelumnya selesai,” kata dia.
Kendala selanjutnya adalah ketersediaan anggaran. “Berapa kali kami anggota pansus harus menerima hasil pansus itu dikirim ke HP (handphone) melalui file PDF karena tidak disiapkan dalam bentuk fotokopi.”
“Kami kasihan melihat Sekretariat DPRD berhutang untuk fotokopi yang akhirnya kami memprint sendiri,” ujar dia.
Kemudian pria kelahiran 7 November 1971 ini menyampaikan hal yang paling krusial terkait pembahasan raperda usulan Pemerintah Kota Bandarlampung.
Baca Juga: Eva Dwiana Ajukan Lima Raperda Usulan Pemkot ke DPRD Bandarlampung