Bandarlampung (Netizenku.com): Evaluasi menyeluruh dan kontinue dilakukan PTPN VII untuk memacu kinerja perusahaan.
Dengan menggandeng Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP) Yogyakarta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini melakukan analisis beban kerja di seluruh level jabatan. Proses awal kajian ini dibuka Direktur Komersil, Ahmad Sudarto didampingi Direktur Operasional, Ahmad Husairi dengan dihadiri seluruh General Manager, Kepala Bagian, Manajer Unit dan Kepala Kantor Perwakilan, Selasa (9/10).
Pada pengantarnya, Ahmad Sudarto memaparkan data riil dan detail kinerja perusahaan sampai Oktober 2018. Ia menyebut, kondisi riil saat ini menjadi pertimbangan utama dilaksanakan analisis beban kerja ini.
“Existing, kondisi riil inilah yang membuat manajemen merasa sangat perlu untuk melakukan evaluasi melalui analisis beban kerja ini. Sebab, seluruh indikator normatif yang muncul pada data produksi, produktivitas, dan kinerja keuangan ketika dikomparasikan dengan jumlah tenaga kerja, rasionya kurang seimbang,” kata dia.
Sudarto juga menunjukkan kinerja di seluruh komoditas yang diusahakan PTPN VII. Yakni, kelapa sawit, karet, tebu (gula putih) dan teh.
Lebih detail, Darto yang disokong data dari Direktur Operasional Husairi menelisik rasio tenaga kerja di satu unit dibandingkan dengan kinerja keuangan dan produksinya.
Secara keseluruhan, Sudarto yang pernah menjadi Direktur Keuangan PT Bukit Asam dan PT Pindad itu mensinyalir ada idle capacity tenaga kerja. Namun demikian, ia menolak menyebut kajian analisis beban kerja ini sebagai rencana restrukturisasi tenaga kerja di PTPN VII.
“Jangan salah pengertian. Ini bukan restrukturisasi tenaga kerja, tetapi untuk memetakan dan mengetahui beban kerja di seluruh level jabatan agar ideal. Faktanya memang ada idle capacity, tetapi dengan pemetaan kembali, kita bisa atur ulang sistem dan penempatannya. Selain itu apakah perlu adanya peningkatan kompetensi,” tambah dia.
Senada, Husairi dalam pesannya mengatakan, kondisi perusahaan yang sedang dalam kondisi kurang menguntungkan membutuhkan efisiensi menyeluruh.
Bahkan, pekerjaan-pekerjaan yang selama ini dikerjakan oleh tenaga pihak ketiga atau outsourcing, bisa ditangguhkan dulu dan bisa disambung ketika kondisi sudah normal.
“Dari analisis yang dilakukan oleh konsultan, nantinya kita bisa tahu apakah mandor besar itu diperlukan. Padahal sudah ada manajer. Apakah beban kerja pemanen sawit di kebun datar dengan yang kontur lahannya berbukit-bukit harus dibedakan dan sebagainya. Intinya, kami ingin mendapat data akurat dan ilmiah dari kajian ini supaya kita bisa segera eksekusi,” kata Husairi.
Sementara itu, Konsultan dari LPP Yogyakarta, Kesowo dalam pemaparan awalnya menyatakan, akan melakukan analisis secara mendalam. Selain menganalisis data, timnya juga akan melakukan visitasi ke lapangan dan mengambil sample langsung dari sumber aslinya.
“Kami akan bekerja maraton sampai Desember 2018 dan membentuk empat tim. Kami akan mengambil sampel dari sembilan unit yang kami nilai sudah mewakili responden sesuai komoditas dan karakternya,” kata dia.
Sasaran akhir dari analisis beban kerja ini, kata Kesowo, adalah terjadinya keadilan dalam suatu beban kerja karyawan. Sebab, selain tidak tercapai produksi karena kemungkinan ada yang overload maupun underload, juga terjadi kesenjangan subjektif yang berakibat munculnya sentimen pribadi.
“Kalau karyawan pada jabatan yang sama dan pendapatan yang sama tetapi beda beban kerjanya, akan terjadi disharmoni hubungan emosional. Akan terjadi rasa iri, dengki, dan lainnya. Ini tidak sehat untuk relasi dalam suatu perusahaan,” tambah dia. (*Aby)