Belum lagi KPU meniup peluit tanda kampanye pilgub dimulai, suhu politik Lampung sudah menghangat.
Penyebabnya tiada lain karena semua kandidat dan gerbong pendukungnya dipastikan sudah bergerak. Ada gerakan yang diekspos pol-polan. Tapi lebih banyak gerilya di bawah permukaan yang maunya dibuat senyap, namun tetap juga terendus publik.
Lantas siapa yang membuat skenario gerakan semacam itu. Para kandidat itu sendirikah? Ups, belum tentu. Karena tidak sedikit para kandidat yang \’ilmunya\’ tidak sampai untuk berpikir keras mengurusi strategi taktis pemenangan. Tak jarang benak para kandidat itu sudah terlalu fokus memikirkan cara paling pas buat tebar pesona. Selebihnya, segala urusan ditangani tim sukses.
Saking strategisnya peran yang diemban, ada yang berpendapat -diluar urusan takdir- nasib kandidat ada di tangan para arsitek pemenangan. Sebab lewat ramuan strategi dan racikan manuver yang piawai, tidak jarang tim sukses mampu mencitrakan seekor cacing tanah menjadi bak naga penuh wibawa. Sebaliknya, kalau tim sukses salah urus, alih-alih reputasi dibikin moncer, yang ada nasib kandidat malah bisa nyungsep, mirip bendera yang gagal dikerek ke tiang tinggi.
Kalau urusan kandidat dari A sampai Z ditangani sepenuhnya oleh tim sukses, dan bila strategi yang diterapkan terbukti jitu, hingga mampu mengantarkan kandidat ke kursi Gubernur Lampung, lantas apa peran kandidat dalam kemenangan itu selain tak ubahnya \’barang dagangan\’ semata?
Tidak juga. Kandidat kiranya tetap punya peran besar. Bahkan sangat menentukan. Peran penentu itu terlihat dari cara si kandidat dalam menyusun komposisi tim sukses. Setidaknya dibutuhkan kepekaan sekaligus kejelian di sini.
Jelas semua itu bukan perkara mudah. Karena orang-orang yang akan direkrut untuk memperkuat skuat pemenangan belum tentu awalnya berada dalam satu saf dengan kandidat. Dibutuhkan tangan dingin dalam melakukan pendekatan dan merasionalisasikan konsep yang dikehendaki. Kandidat serupa ini paham banget dengan petuah, \”Siapa yang tidak memberikan pekerjaan pada ahlinya, siap-siap saja menerima kehancuran!\” Tidak sembarang orang yang bisa meyakini dan berkenan menjalani pesan itu. Dibutuhkan kedalaman pemahaman dan kedewasaan pemikiran. Sampai di sini saja sudah tampak kualitas calon pemimpin tersebut.
Namun bukan tidak ada pula kandidat yang tidak mau ambil pusing sama perihal serupa itu. Dalam pandangannya untuk menyusun tim pemenangan cukup dilakukan pendekatan mirip saat sedang mencari teman ngobrol, dimana lawan bicara harus bersedia selalu mengangguk sambil berucap \’Yes, bos\’.
Team work model begini, kalau pun kemudian dikatakan menghasilkan formulasi pemenangan, konsepsinya hampir bisa dipastikan pepesan kosong belaka. Ujung-ujungnya tim sukses tampak sibuk dengan berbagai agenda, namun tak paham mengukur tingkat keberhasilan dari gaweannya sendiri.
Kini para kandidat peserta Pilgub sudah membentuk tim suksesnya masing-masing. Selaku publik kita bisa menyimak sekaligus menganalisa, mana tim sukses yang piawai mengolah kekurangan dan kelebihan yang dimiliki, dan mana tim sukses yang bergerak tanpa arah.
Dengan kian dekatnya masa kampanye, bisa diibaratkan pula para kandidat pilgub seperti akan menjalani raly mobil. Si kandidat sudah kelar dengan tugas persiapannya memilih navigator (tim sukses), kini giliran sang navigator memberi arahan mau belok kiri, kanan atau menempuh jalan lurus.
Kini fase dimana masing-masing tim sukses memainkan peran. Reputasi personal tim turut dipertaruhkan di dalamnya. Bahkan bisa dibilang, Pilgub ini tiada lain ajang pertempuran sengit di antara tim sukses itu sendiri. Selamat bertanding, silakan adu jago. (Hendri Std)