Bandarlampung (Netizenku.com): Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Perpres 63/2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia pada 30 September silam.
Selain mengatur soal pidato yang harus berbahasa Indonesia di dalam dan luar negeri, Perpres ini berimbas pada penamaan sejumlah tempat publik.
Perpres ini merupakan aturan lebih lanjut dari UU 24/2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan secara rinci.
Dampaknya, hal itu membuat semua nama publik, mulai dari hotel, restoran, monumen, hingga perumahan, harus dirubah dengan Bahasa Indonesia.
\”Jika nama menggunakan Inggris (Bahasa Asing), tentu saja kalau mengikuti UU 24/2019 dan perpes 2019 jelas menyalahi undang-undang.\” ujar Kepala Kantor Bahasa Lampung, Yanti Riswara, Kamis (10/10).
Akan tetapi, penerapan sanksi dalam pelanggaran Perpes dan UU mengenai nama tersebut belum dapat terealisasikan. Dijelaskan Yanti, terkait aturan itu saat ini dalam tahap sosiali.
\”Untuk sanksi saat ini memang belum diterapkan, karena masih dalam tahap sosialisasi. Artinya pemahaman bahasa Indonesia di masyarakat belum maksimal.\” ungkapnya.
Usai tahap sosialisasi, lanjut Yanti, pihaknya akan melakukan penertiban pada nama dan papan keterangan di tempat umum.
\”Karena penggunaan papan nama dan petunjuk jalan itu kan nggak harus menggunakan bahasa Inggris. Kalaupun misalnya hotel atau tempat wisata harus menggunakan bahasa Inggris, setidaknya bahasa Indonesia berstatus lebih tinggi.\” bebernya.
Menurutnya, jika harus menyertakan bahasa asing, penempatan Bahasa Indonesia harus diprioritaskan.
\”Ada berbagai bentuk, bisa diposisikan lebih atas, ukuran lebih besar dan lebih mencolok. Kalau mau ada bahasa asing ya silahkan, tapi untuk bahasa Indonesia ya harus diutamakan.\” jelas Yanti.
Terkait nama hotel dan perumahan dengan bahasa asing, menurut Yanti tidak masalah jika tidak merubah kata asing. Akan tetapi, penyusunan kata harus berbahasa Indonesia.
\”Seperti hotel kan kebanyakan diletakkan di belakang. Nah nama pokok Inggris itu tidak masalah sebenarnya, akan tetapi hotelnya harus didepan.\” tukasnya.
Diketahui, Perpres 63/2019 ini juga mencabut Perpres 16/2010 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Pidato Resmi Presiden dan/atau Wakil Presiden serta Pejabat Negara Lainnya yang terbit di era Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Alasannya, Perpres era SBY itu hanya mengatur soal pidato resmi pejabat negara, belum tentang penggunaan Bahasa Indonesia yang lain. (Adi)