Menengahi persoalan rendahnya harga singkong di Lampung, Pemerintah Pusat menetapkan ketentuan harga Rp1.350 per kilogram. Pabrik tapioka merasa rugi dengan banderol itu. Mesin pun dimatikan, tidak beroperasional. Petani singkong kembali menjadi korban. Menyikapi ini, Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal sontak turun tangan.
Bandarlampung (Netizenku.com): GUBERNUR Mirza pun segera memanggil perusahaan-perusahaan industri tapioka. Dia paham dengan kesulitan yang dihadapi pihak pabrik. Oleh karenanya perlu dicarikan solusi.
“Kita tahu para pengusaha mengaku sangat berat karena ada impor yang masuk, sehingga harga tertekan rendah dan mereka merugi,” kata Mirza, Rabu (12/3/2025).
Gubernur memaklumi dengan harga Rp1.350 per kilogram memang belum memungkinkan diterapkan di Lampung. Namun, di sisi lain, nasib petani singkong juga perlu diselamatkan. “Biar ketemu jalan tengah, maka saya ambil alih dulu sekarang, saya minta pabrik singkong buka kembali. Soal harga, dicari harga yang adil baik bagi pabrik maupun petani,” urainya.
Alhasil, pihak pabrik dapat menerima opsi yang disampaikan Gubernur Mirza, mereka pun berjanji akan kembali mengoperasionalkan pabrik tapiokanya. Dan sebagai tindak lanjut, dalam dua hari kedepan Gubernur akan kembali membuka komunikasi dengan para pengusaha tapioka untuk merumuskan tata niaga singkong yang baik.
Sebelumnya, anggota Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung, Fauzi Heri, menyoroti dugaan manipulasi impor tapioka yang bisa merugikan petani dan industri dalam negeri. Modus yang dipakai beragam. Seperti kemungkinan importir memainkan kode HS (Harmonized System) untuk menghindari tarif tinggi. Fauzi juga menduga politik dumping yang dilakukan negara asal dapat menyebabkan tapioka impor dibeli dengan harga rendah, sehingga perlu kajian mendalam tentang impor tapioka untuk melindungi harga singkong petani lokal.
“Jika dugaan ini benar, maka kita harus mengusulkan Bea Masuk Antidumping agar harga singkong petani tidak jatuh akibat persaingan tidak sehat dengan tapioka impor,” kata Fauzi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan perwakilan pabrik tapioka di Bandarlampung, Selasa (11/3).
Ditambahkannya, jika impor tapioka terus meningkat secara drastis dan mengancam industri dalam negeri, Pansus dapat merekomendasikan penerapan tindakan pengamanan perdagangan (safeguard) sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 34 Tahun 2011.
Menyoal pabrik tapioka yang cenderung banyak tutup, atau kalaupun buka tidak konsisten alias buka-tutup, Ketua Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Lampung, Mikdar Ilyas, meminta pabrik tapioka di tujuh kabupaten untuk tetap melayani pembelian singkong petani. Ia menyoroti kebijakan buka-tutup pabrik yang menyebabkan antrean panjang truk pengangkut singkong hingga berhari-hari. Kondisi ini merugikan petani karena kualitas singkong menurun.
“Kalau perusahaan terus-terusan buka-tutup seperti sekarang, petani yang rugi. Karena harus menunggu tiga hari baru bisa bongkar muatan. Kualitas singkong turun, harga ikut merosot,” kata Mikdar.
Dalam pertemuan dengan pansus terungkap pula bahwa pabrik tapioka keberatan menyerap singkong petani dalam jumlah besar, karena harga tapioka impor jauh lebih murah dibanding harga yang telah ditetapkan Kementerian Pertanian.
Menghadapi situasi dilematis seperti sekarang, Pansus Tata Niaga Singkong juga melihat tidak berperannya asosiasi pabrik tapioka yang sudah ada. Untuk itu mereka mengusulkan membentuk kembali asosiasi yang lebih aktif.
Seperti disampaikan Fauzi, pihaknya mendorong pembentukan asosiasi pabrik tapioka, melalui lima perwakilan pabrik yang telah ditunjuk sebagai tim formatur, untuk segera menyusun struktur organisasi asosiasi.
Asosiasi itu diharapkan akan menjadi wadah perwakilan yang menjembatani kepentingan para pengusaha tapioka di Lampung.
Dengan adanya asosiasi juga ke depan pemerintah memiliki data akurat tentang kapasitas produksi dalam negeri sehingga kebijakan impor bisa lebih tepat sasaran.(*)