Bandarlampung (Netizenku.com): Dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) 27 Jini mendatang, Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) diharapkan bisa jeli dalam membedakan antara saksi resmi dengan saksi yang tidak terdaftar, atau ilegal.
Hal ini demi menciptakan Pilkada yang bersih, sehat dan tidak terindikasi tindak kecurangan dalam ajang lima tahunan tersebut.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bandarlampung, Fery Triatmojo mengatakan, sesuai dengan tugas dan wewenang, dan KPPS wajib untuk menyerahkan daftar pemilih tetap kepada saksi peserta Pemilu yang hadir dan Pengawas Pemilu Lapangan, melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara di TPS, dan mengumumkan hasil penghitungan suara di TPS.
\”Tugas KPPS juga menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh saksi, Pengawas Pemilu Lapangan, peserta Pemilu, dan masyarakat pada hari pemungutan suara. Untuk saksi yang terdaftar, hanya satu hang boleh masuk ke TPS, meski di surat undangan dibolehkan dua orang,\” ucapnya, kepada Netizenku.com, Selasa (26/6).
Selain itu, KPPS juga berkewajiban menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah penghitungan suara dan setelah kotak suara disegel, membuat berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, dan PPK melalui PPS. Dan bukan kepada orang yang di luar hal tersebut.
\”KPPS juga nantinya wajib menyerahkan hasil penghitungan suara kepada PPS dan Pengawas Pemilu Lapangan, menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPK melalui PPS pada hari yang sama, serta melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan PPS sesuai dengan peraturan perundang-undangan,\” jelasnya.
Bila ada KPPS yang melanggar atau tidak melakukan salah satu dari tugas dan kewajiban tersebut, maka bisa dikenakan sanksi pemecatan dan pidana.
“Jika penyelenggara di lapangan melakukan manipulasi surat suara, atau membiarkan orang lain coblos dua kali atau menggunakan C-6 orang lain, maka dikenakan sanksi pemecatan atau pidana,” ujarnya.
“Apalagi kalau petugas KPPS terbukti terlibat dalam suap atau politik uang, pasti langsung kena pidana pemilu,” timpalnya.
Bagi KPPS yang kemudian tidak menyerahkan form C1 kepada PPK akan dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama 18 bulan, ditambah denda paling sedikit Rp 6 juta dan paling banyak Rp 18 juta.
“Ini sesuai dengan pasal 193 ayat (5) UU 10 Tahun 2016. Yang jelas mengubah form C1 adalah pidana, bagi siapapun yang melakukannya, akan ada sanksi hukum yang siap menjerat,” tegasnya. (Rio)