Pringsewu (Netizenku.com): Melihat wujud fisiknya, maggot bagi sebagian orang mungkin membuat geli atau bahkan menjijikkan. Namun tidak bagi Muhlasin, warga Dusun Jatirenggo, Pekon Waluyojati, Kecamatan Pringsewu, Kabupaten Pringsewu.
Baginya, maggot justru membawa berkah dan memberi banyak keuntungan.
Maggot yang dalam bahasa latinnya Hermetia illucens adalah jenis larva dari lalat Black Soldier yang diperoleh dari proses biokonversi Palm Kernel Meal. Biokonversi merupakan hasil fermentasi sampah organik menjadi sumber energi metan yang melibatkan organisme hidup.
Muhlasin sendiri menekuni budidaya maggot sudah sejak setahun yang lalu. Menurut pengakuannya, orientasi dirinya pertama kali adalah sebagai upaya untuk mengatasi masalah sampah. Terlebih, ia adalah mantan aktivis WALHI yang peduli dan concern terhadap issu lingkungan hidup.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Untuk membudidayakan maggot, ia ambil dari larva lalat, di mana siklus dari lalat menjadi lalat kembali memakan waktu sekitar 45 hari. Untuk kebutuhan makan maggot ini, dibutuhkan bahan baku sekitar 15 kg sampah organik setiap hari. Untuk keperluan ini, dirinya mengaku mengumpulkan dari sisa sampah di rumah makan, seperti dari bekas buah-buahan, pisang, nanas dan sebagainya.
Menurutnya, semua sisa sampah organik bagus asalkan di-mix atau dicampur dengan sampah buah atau difregmentasi. Dari budidaya ternak maggot ini, Muhlasin bisa memanen 15 kg maggot perhari, yang ia berikan kepada bebek peliharaannya, termasuk untuk pakan ikan.
Sebagai perbandingan, dengan memberikan pakan bukan maggot, seekor bebek mulai sejak menetas hingga dewasa dan siap dijual atau dikonsumsi, membutuhkan biaya Rp35.000/ekor. Sedangkan dengan menggunakan maggot, dibutuhkan biaya sebesar Rp22.000/ekor. Selain itu, dengan kandungan maggot yang mencapai 40-60%, daya tahan tubuh bebek akan menjadi lebih kuat, dan kandungan kolesterol daging bebek bahkan bisa lebih rendah.
Selama ini, maggot produksi Muhlasin lebih banyak untuk kebutuhan ternak bebek miliknya sendiri, yakni untuk pemenuhan kebutuhan protein bagi bebek, sedangkan untuk variasi makanan, didapatkan dari makanan lain seperti eceng gondok dan dedak.
Karena kandungan protein dan gizi pada maggot sangat tinggi, bebek peliharaannya pun tumbuh dengan baik dan sehat. Dalam kurun waktu 3 bulan, bebek peliharaannya yang semula hanya 300 ekor kini berkembang menjadi 1.500 ekor.
Sedangkan, pembudidaya maggot lainnya Fahmi, mengaku menjual maggot sebanyak 20 kg/hari dengan harga Rp8.000/kg.
Sementara itu, Wakil Bupati Pringsewu, Dr.H.Fauzi, SE, M.Kom., Akt., CA, CMA, saat meninjau usaha budidaya maggot milik Muhlasin di Dusun Jatirenggo, Pekon Waluyojati, Pringsewu, Minggu (13/6), didampingi Kadis Pertanian, Siti Litawati, SP, Kadis Lingkungan Hidup, Hendrid, SE, MM, Kabag Prokopim, Wiwit Sutriyono, S.Sos. beserta Camat Pringsewu, Moudy Ary Nazolla, S.STP, MH, dan Kapekon setempat, Gunawan, serta Ketua TPS3R Jejama Secancanan, Lukman mengatakan usaha maggot milik Muhlasin merupakan solusi untuk mengatasi kebutuhan pakan ternak unggas, termasuk ikan.
“Hal ini merupakan sebagai upaya pemberdayaan masyarakat guna meningkatkan perekonomian, disamping sekaligus menanggulangi masalah sampah.
Dalam kaitan ini, menurutnya, semua OPD terkait juga bisa berperan, termasuk TPS3R,” ungkapnya. (Rz/len)