Lampung Selatan (Netizenku): Puluhan mahasiswa dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Liga Mahasiswa Nasionalis untuk Demokrasi (LMND) yang tergabung dalam Front Revolusi Mahasiswa (FRM) Lampung Selatan (Lamsel), lakukan aksi protesnya terhadap UU MD3 yang dianggap sesat fikir. Karenanya, mereka menuntut dan menyatakan sikap penolakan terhadap produk regulasi tersebut, di depan halaman kantor DPRD Kabupaten Lampung Selatan, Kamis (1/3).
Aksi yang pada awalnya berlansung tertib di depan pagar DPRD, harus berakhir chaos (ricuh). Kericuhan terjadi setelah puluhan mahasiswa memaksa masuk ke dalam pagar, namun dicegah oleh sejumlah Pol-PP yang berjaga. Akibatnya, sejumlah mahasiswa mengalami luka memar akibat hantaman Pol-PP. Salah satu peserta aksi (AS), mengalami luka memar di bagian pipi sebelah kiri, yang diduga terkena tinjuan dari anggota Pol-PP.

Koordinator Lapangan (Korlap) aksi, Muhitul Ulum menjelaskan, awalnya keributan itu terjadi karena puluhan mahasiswa menuntut anggota DPRD untuk membuat nota kesepahaman atas penolakan regulasi UU MD3 tersebut paling tidak 50+1 persen dari keseluruhan anggota dewan di Lamsel.
Ia menambahkan, sempat dilakukan negosiasi bersama salah seorang anggota DPRD, Andi Prianto, bahkan anggota dewan dari Fraksi PKS ini menyatakan sepakat dengan tuntutan sejumlah mahasiswa itu. Namun, pihaknya hendak berdiskusi terlebih dahulu secara kelembagaan DPRD Lamsel. Andi mengatakan bahwa tidak ada seorangpun anggota DPRD yang hadir kecuali Andi Prianto saat itu, lantaran ingin membuktikan kebenarannya, puluhan mahasiswa memaksa masuk.
“Kita masuk dicegah oleh Pol-PP, sempat terjadi saling dorong- mendorong dengan Pol-PP. Setelah itu, salah satu dari massa kami ada yang jatuh dan pihak Pol-PP pun ada yang hampir jatuh. Setelah itu, salah seorang Pol-PP itu berbalik badan kemudian langsung memukul AS,” jelasnya saat diwawancarai di Polres Lamsel.
Menurutnya, semestinya aparatur represif pun tidak seharusnya melakukan tindak kekerasan terjadap massa aksi. Bahkan, mereka justru mendampingi saat massa menyampaikan aspirasi. “Namun fakta dilapangan, mereka justru langsung main pukul dan tindak kekerasan yang lainnya,” tegas Ulum.
Perihal senada juga disampaikan Sekretaris LMND Lamsel, Dedi Manda Putera. Ia mengungkapkan, hal tersebut menjadi tolak ukur kinerja Pol-PP di Kabupaten Lampung Selatan. “Bahwa, mereka seharusnya mengedepankan tindakan persuasif, bukan tindakan arogan dan represif. Atau, apakah memang itu merupakan tindakan yang sesuai dengan peraturan yang berlaku saat adanya aksi massa, ” tanya Dedi.
Perlu diketahui, saat ini para peserta aksi yang diwakili Muhitul Ulum telah melakukan pelaporan terkait kekerasan yang diperoleh massa aksinya ke Polres Lampung Selatan. (warganet: Muhitul Ulum).