Liwa (Netizenku.com): Merintis usaha kopi luwak, tidak \”semanis\” harganya. Kenyataan tersebut dirasakan H Safri yang sampai saat ini masih mempertahankan, usaha kopi Luwak yang diberi label \”Ratu Luwak\”.
\”Usaha kopi luwak yang saya rintis sejak Tahun 2007 mengalami pasang surut, bahkan sempat kolapse di tahun 2009, akibat merebaknya isu kopi luwak asal Lampung Barat palsu,\” kata Safri saat menerima kunjungan rombongan PWI Perwakilan Lampung Barat di kediamannya Gang Pekonan Kelurahan Way Mengaku Balikbukit, Selasa (24/12).
Awal merintis usaha tersebut dijelaskan Safri, dirinya hanya menggunakan bahan baku kopi Luwak liar, yang dikumpulkan dari masyarakat, sehingga dalam satu hari hanya dapat mengumpulkan sekitar 25 kg. Seiring berkembangnya permintaan pasar, usahanya berkembang, kemudian dia memulai penangkaran luwak.
\”Waktu itu kami dapat informasi bahwa kopi Luwak laku dan mahal, mulailah kami mengumpulkan kopi luwak liar yang dihasilkan masyarakat. Seiring perkembangan, ternyata permintaan pasar cukup tinggi, dan sejak 2008 mulai melakukan penangkaran,\” jelasnya.
Ternyata kata Safri, kendala pengembangan kopi Luwak bukan hanya kurangnya kopi luwak liar, tetapi pada tahun 2009 ada pihak yang menghembuskan kalau kopi luwak Lampung Barat palsu, sehingga sampai 2011 pemasaran lesu.
Selain itu kata dia, pengembangan usaha yang dirintis dari nol bersama istrinya, Sri Wiyatmi, ST, MP, tersebut susah untuk menembus pasar nasional maupun pasar luar negeri, akibat banyaknya permainan mafia terutama untuk ekspor.
\”Saya dari beberapa tahun lalu sudah berusaha untuk menembus pasar luar negeri, tetapi sampai saat ini tidak tembus, yang di duga akibat permainan para mafia-mafia, dan para eksportir besar,\” katanya.
Kendala lain kata Safri, beberapa Tahun yang lalu petani kopi belum melakukan petik merah, sehingga dirinya kekurangan bahan baku, tetapi sejak tahun 2012 berkat kampanye yang dilakukan Pemkab Lampung Barat, kesadaran masyarakat untuk petik merah semakin tinggi.
\”Alhamdulillah usaha kopi luwak sejak 2012 bangkit lagi, selain kesadaran petani untuk melakukan petik merah, sehingga mutu kopi luwak yang dihasilkan lebih baik, dan promosi yang dilakukan Pemkab Lampung Barat sangat membantu dalam mengembalikan kepercayaan masyarakat luar terhadap kualitas kopi luwak Lampung Barat,\” bebernya.
Sehingga saat ini kata Safri, dari 100 ekor luwak yang dia punya bisa menghasilkan sekitar 5-7 ton bubuk kopi luwak dalam satu tahun, dengan omset Rp50-60 juta/bulan, dapat menyerap tenaga kerja. (Iwan)