Tanggamus (Netizenku.com): Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3A & P2KB, Kabupaten Tanggamus, Hardasyah mengatakan, peran awak media sangat diharapkan dalam mendeteksi lebih awal apa yang dialami warga (masyarakat) khususnya masalah stunting, sehingga segera ditangani.
Menanggapi informasi awak media terkait pemberitaan balita Rifaya Azahra Luana (Azahra) berusia 14 bulan, namun hanya memiliki bobot badan 4,6 kilogram, Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Tanggamus masih berkoordinasi dengan TPK pekon guna mendalami penyebab pastinya. Rabu (1/5).
“Menanggapi, apa yang sedang dialami ananda Azahra, warga Pekon Sinarsekampung, Kecamatan Air Naningan, Kabupaten Tanggamus, TPPS sedang koordinasi dengan TPK (Tim Pendamping Keluarga) di tingkat pekon, dan juga akan berkoordinasi dengan instansi terkait seperti Dinkes serta Dinsos,” jelas mantan Camat Pugung, Kabupaten Tanggamus ini via pesan instan WhatsApp.
Untuk di tingkat pekon sendiri sambung Hardasyah, TPK terdiri dari bidan desa, kader dan anggota TP PKK pekon. Sinergi dan koordinasi yang baik pasti akan berbuah manis.
“Jadi beri kami waktu, biar kawan-kawan (tim) bekerja, Insya Allah dalam waktu secepatnya dinas terkait juga akan melakukan tindakannya, kedepan kami pun sangat berharap, peran rekan-rekan media kiranya dapat secara up date menginformasikan ke kami, supaya apa yang terjadi dan dialami warga (masyarakat) dapat dideteksi lebih awal dan cepat, sehingga penanganannya pun kita harapkan lebih baik,” harapnya.
Hardasyah menambahkan, bahwa kondisi stunting di Kabupaten Tanggamus ada penurunan dari tahun ke tahun, bahkan lebih rendah dari target nasional, yang ditetapkan 17,26% Tanggamus secara Prevalensi (red-gambaran) tahun 2023 menjadi 17,1%.
“Perlu juga kami sampaikan bahwa Kabupaten Tanggamus prevalensi stunting tahun 2021 sebesar 25,6 % atau yang tertinggi di Provinsi Lampung. Akan tetapi secara berlahan, kondisi tersebut mengalami penurunan di tahun 2022 prevalensi stunting menjadi 20,4%. Alhamdulilah di tahun 2023 prevalensi kembali mengalami penurunan menjadi 17,1%, penurunan tersebut bahkan lebih rendah dari target yang telah ditetapkan secara nasional yaitu 17,26%,” bebernya.
Melihat kondisi tersebut, tentunya tidak bisa kita pungkiri, masih ada keluarga beresiko stunting bahkan anak stunting. Untuk itu kami (TPPS) selalu berusaha menurunkan prevalensi stunting, karena kami menyadari selama masih ada pernikahan, kehamilan, dan kelahiran, maka potensi stunting juga akan tetap ada. Inilah juga yang menjadi tugas kita, untuk dapat mengubah perilaku, dengan 8000 Hari Pertama Kehidupan (HPK),” tutup Hardasyah. (Arj)