Elitisme dalam Keterwakilan Perempuan di Parlemen Hasil Pemilu 2024

Leni Marlina

Jumat, 31 Mei 2024 - 10:10 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Penulis: Arie Oktara SIP MA

(Mantan Pengajar di Jurusan Ilmu Pemerintahan, FISIP, Universitas Muhammadiyah Lampung)

Penulis: Arie Oktara SIP MA (Mantan Pengajar di Jurusan Ilmu Pemerintahan, FISIP, Universitas Muhammadiyah Lampung)

Pemilihan umum (Pemilu) serentak 2024 yang baru saja lewat, menampilkan angka keterwakilan perempuan di parlemen yang menggembirakan. Meskipun sedikit, angkanya meningkat jika dibandingkan dengan jumlah wakil perempuan di parlemen pada 2019. Merujuk data KPU dan Kompas misalnya, keterwakilan perempuan di parlemen meningkat di level nasional. Di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 128 kursi (22,1%) berhasil direbut oleh perempuan dari 580 kursi yang tersedia. Angka tersebut naik 1,6 persen jika dibandingkan dengan 2019, yakni 118 (20,1%) dari 575 kursi. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), mencatat bahwa angka ini adalah angka keterwakilan perempuan di DPR tertinggi sepanjang sejarah di Indonesia.

Masih di Senayan, peningkatan perolehan kursi juga tercatat di kamar Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Angkanya cukup signifikan, 55 kursi (36,2%) dari 152 kursi DPD yang diperebutkan berhasil diduduki oleh senator perempuan. Jika dibandingkan dengan 2019, persentase perempuan di DPD meningkat 6,8 persen. Di tahun pertama Indonesia mengadakan Pemilu serentak tersebut, hanya 40 (29,4) dari 136 kursi senat yang bisa diisi oleh para “srikandi”.

Jumlah senator perempuan pada 2019, sebetulnya melonjak tajam jika dibandingkan dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Perempuan yang berhasil duduk di kursi senator periode  2004-2009 hanya 27 orang. Angkanya lalu meningkat sedikit pada 2009-2014, menjadi 31 orang. Pada 2014-2019, naik lagi menjadi 34 orang. Namun jika melihat jumlah, persentase pada 2019 tersebut masih belum memenuhi kuota minimum 30 persen keterwakilan perempuan yang selama ini ditargetkan. Artinya selain lonjakan jumlah senator perempuan yang signifikan, pemilu 2024 ini perlu dicatat karena membukukan sejarah baru. Untuk pertama kalinya, pemenuhan kuota 30 persen wakil perempuan di parlemen akhirnya bisa terpenuhi, bahkan terlampaui lewat DPD.

Namun naiknya angka keterpilihan tersebut, menyisakan permasalahan terkait komposisi anggota dewan perempuan yang kebanyakan berasal dari kelompok elit. Wajah-wajah baru legislator perempuan terpilih adalah mereka yang punya keterkaitan keluarga dengan elit-elit di partai, di legislatif, maupun eksekutif. Hasil penelitian yang dilansir oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS) misalnya, mencatat bahwa 45,67% Caleg perempuan terpilih di Pemilu 2024, memiliki hubungan darah atau kekerabatan (anak, istri, saudari, kemenakan) dengan pejabat politik, baik yang pernah menjabat (elit lama) atau sedang menjabat (inkumben).

Baca Juga  Sulpakar: Belajar Tatap Muka Kewenangan Satgas Covid-19 Daerah

Tak hanya di level nasional, hal serupa terjadi di konteks lokal Lampung. Jika melihat data Caleg perempuan terpilih di Lampung, data soal elitisme juga menyeruak. Di DPR RI misalnya, jumlah anggota dewan perempuan asal Lampung naik dari hanya 3 orang pada 2019, menjadi 5 orang di 2024. Lampung Dapil 1 yang pada 2019 tidak ada satu orang pun wakil perempuan, pada 2024 komposisinya berubah drastis. 3 dari 10 kursi parlemen di Senayan, direbut oleh Caleg perempuan. Ketiganya adalah wajah baru. Sementara di Dapil 2, dua orang Caleg perempuan terpilih adalah elit politik lama. Jika kita ketik nama-nama baru legislator perempuan terpilih di Dapil 1 di atas,  maka akan dengan mudah kita dapatkan informasi soal hubungan darah mereka dengan elit-elit politik-pemerintahan di level nasional maupun lokal Lampung.

Di DPRD Provinsi Lampung, datanya juga mengonfirmasi soal elitisme ini. Jumlah Caleg terpilih perempuan naik 1 orang. Pada 2019, 17 dari 85 kursi diduduki oleh Caleg perempuan. Pada Pemilu 2024, 18 dari 85 kursi dimenangkan kaum perempuan. Dari 18 nama tersebut, ada 8 nama baru yang mewarnai parlemen di level provinsi. Namun sayangnya, sama dengan nama-nama yang terpilih dari Lampung ke parlemen nasional di Senayan, kita bisa dengan mudah mencari data di dunia maya soal siapa mereka; 7 dari 8 nama baru di parlemen Provinsi, adalah istri atau anak dari pejabat-pejabat politik di ranah eksekutif.

Baca Juga  495 Peserta Ikuti Jumbara PMI Lampung

Apa yang bisa kita simpulkan dari data-data yang penulis jabarkan di atas? Untuk menjawab hal tersebut, kita harus terlebih dahulu mendiskusikan mengenai kenapa penting ada perempuan di parlemen?  Parlemen di sebuah negara, adalah ruang penting tempat dibahasnya berbagai isu-isu sosial, politik, ekonomi dan sebagainya oleh para wakil dari masyarakat untuk kemudian dimunculkan sebuah produk politik berupa kebijakan publik. Kita mengenalnya sebagai peraturan daerah di level lokal, atau undang-undang di level nasional. Jika kita membayangkan bahwa isu serta masalah yang mendapat pembahasan di parlemen adalah isu serta masalah krusial yang muncul di masyarakat, maka parlemen yang ideal adalah parlemen yang berkomposisikan wakil-wakil rakyat dari berbagai kelompok masyarakat. Agar kepentingan serta aspirasi dari kelompok yang mereka wakili bisa muncul dan mendapat pembahasan.

Terkait inilah kemudian kehadiran perempuan di parlemen menjadi penting: untuk meyakinkan isu-isu, masalah terkait perempuan yang sifatnya cenderung domestik dan privat (misalnya KDRT, kekerasan seksual, isu pekerja perempuan, dan lainnya), dapat muncul dan mendapat pembahasan di parlemen. Lebih lanjut, peraturan-peraturan dan UU terkait isu-isu perempuan dapat dimunculkan.

Akan sulit membayangkan bahwa anggota dewan laki-laki akan peka dan sensitif soal isu-isu domestik dan privat yang melingkupi perempuan. Tentu kita tidak bisa bilang bahwa kaum laki-laki tidak akan memikirkan nasib dan masalah perempuan. Namun kita bisa bilang bahwa wakil perempuan bakal lebih memprioritaskan soal-soal terkait perempuan, karena paling tidak punya kesamaan secara identitas gender. Dalam konteks inilah perempuan kemudian menjadi penting untuk hadir di rumah para wakil rakyat: parlemen.
Namun dengan adanya elitisme di parlemen, maka substansi kehadiran wakil-wakil perempuan di untuk mengurusi soal-soal terkait perempuan bakal tergerus. Dengan didominasinya parlemen dengan wakil-wakil perempuan dari kalangan elit, tentu keterkaitan mereka dengan permasalahan-permasalahan perempuan (terutama dari kalangan marjinal) sedikit banyak akan otomatis pudar. Lebih-lebih jika sebelum menjadi anggota parlemen, mereka tidak memiliki rekam jejak mengurusi isu-isu perempuan. Maka bisa dipastikan isu-isu yang relevan bagi mayoritas perempuan di Indonesia bakal kurang terwakili di parlemen. Hal ini terbukti misalnya jika melihat daftar RUU prioritas di program legislasi nasional pada 2023. Setahun sebelum tahun Pemilu tersebut, hanya 2 dari 39 RUU yang membahas soal perempuan; RUU tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (diusulkan oleh Badan Legislasi DPR), serta RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (diusulkan oleh anggota DPR).

Baca Juga  Itera Inisiasi Astomulyo Desa Wisata Astronomi

Elitisme dalam keterwakilan perempuan di parlemen, menjadi pekerjaan rumah yang (justru) harus diselesaikan oleh kelompok dan organisasi perempuan itu sendiri. Jika mengamini bahwa permasalahan dukungan finansial dan jaringan menjadi penting untuk meyakinkan keterpilihan aktivis-aktivis dari kelompok-kelompok dan organisasi perempuan, maka mekanisme untuk mengatasi hal tersebut harus dimunculkan. Misalnya dengan melakukan penjaringan tokoh-tokoh perempuan yang dianggap pantas untuk dicalonkan menjadi wakil perempuan di parlemen. Setelah terjaring dan terpilih, bisa ditindaklanjuti dengan menciptakan kelompok relawan khusus untuk mendukung pencalonan tokoh tersebut. Jika memungkinkan, dukungan dana kampanye lewat mekanisme pengumpulan dana masyarakat (crowdfunding), bisa dilakukan untuk mengurangi hambatan finansial yang dihadapi calon wakil perempuan dari kalangan non elit.

Memang, jalan keluar untuk memutus elitisme di keterwakilan perempuan yang penulis jabarkan tersebut adalah hal yang bersifat ideal dan (mungkin) sulit untuk dilaksanakan. Namun penulis kira langkah-langkah tersebut perlu untuk mulai dilakukan untuk meyakinkan Indonesia dapat memperkuat demokrasinya dan memastikan bahwa semua suara dan kepentingan, termasuk suara dan kepentingan perempuan, dapat terdengar dan diperhatikan. Semoga. (*)

Berita Terkait

Presiden Prabowo Wanti-wanti Mendikti Agar Mahasiswa Tidak Terhasut
Ada yang Beda pada Program Makan Bergizi Gratis Selama Ramadhan
Komite TKIT Fitrah Insani 2 Bagikan Sembako Hasil Tabungan Bank Sampah
Lampung Siap Sambut Wisatawan Liburan Akhir Tahun, Bobby Bocorkan Strateginya
Ini Dia Standar Hidup Layak di Lampung, Silakan Cek Pengeluaran Anda “Di Atas atau Masih di Bawah”
PWRI Lampung Gelar Pelatihan Jurnalistik Bangun Profesionalisme Wartawan
IPM Lampung Timur dan Kota Metro ‘Lampu Kuning’
IPM Provinsi Lampung 2024 Sebesar 73,13 Tumbuh Terjaga 0,65-0,69 Poin

Berita Terkait

Minggu, 23 Maret 2025 - 00:48 WIB

Gubernur Mirza “Titip” 3 Poin pada Pemred Club

Kamis, 20 Maret 2025 - 21:56 WIB

Purnama Wulan Sari Mirza Terpilih Jadi Ketua PMI Lampung

Kamis, 20 Maret 2025 - 17:34 WIB

Berbagi Bahagia Bersama BRI Group, RO Bandarlampung Salurkan 1.680 Paket Sembako

Kamis, 20 Maret 2025 - 16:09 WIB

BPJS Kesehatan Komitmen Akses Layanan JKN Tetap Buka Selama Libur Lebaran

Kamis, 20 Maret 2025 - 01:31 WIB

Catat! Ini Produsen dan Penyalur Minyakita Terdaftar di Lampung

Kamis, 20 Maret 2025 - 01:18 WIB

Banyak yang Nakal Kemendag Kumpulkan Pengemas Minyakita, Bagaimana di Lampung?

Rabu, 19 Maret 2025 - 21:46 WIB

KPU Lampung: Uji Publik Calon Pengganti PSU Pesawaran Berlangsung Hanya Sampai Besok!

Rabu, 19 Maret 2025 - 20:18 WIB

Pasar Murah Jelang Idul Fitri, PLN UID Lampung Siapkan 1000 Paket Sembako

Berita Terbaru

Diskusi bersama Bung Mirza di masa kampanye. (foto: dok pribadi)

Celoteh

Kebohongan Resmi dan Keterangan Palsu

Senin, 24 Mar 2025 - 05:01 WIB

Gubernur Mirza didampingi Kepala BPKAD Marindo Kurniawan dan Koordinator Pemred Club, Herman Batin Mangku, saat berbuka bersama di hotel Akar, Sabtu (22/3/2025).

Lampung

Gubernur Mirza “Titip” 3 Poin pada Pemred Club

Minggu, 23 Mar 2025 - 00:48 WIB

Paket berisi kepala babi dikirim ke wartawan Tempo. (foto: dok tvtempo)

Nasional

Kepala Babi Teror Jurnalis Tempo

Jumat, 21 Mar 2025 - 00:16 WIB