Sudah lebih tiga kali lebaran penantian ratusan pensiunan guru di Bandarlampung belum juga berakhir. Duit miliaran yang mereka simpan di Koperasi Betik Gawi tak kunjung dikembalikan. Padahal pengacara kondang Hotman Paris sudah pernah turun tangan.
(Netizenku.com): Sofia mendatangi Polresta Bandarlampung, Senin (7/4/2025). Dia tidak sendiri. Beberapa orang turut menemaninya. Mereka bukan sedang dipanggil aparat karena anak-anaknya keciduk ikut tawuran. Bukan, bukan perkara itu.
Sofia ini pensiunan guru SD di Bandarlampung. Begitu pula rekan-rekan yang mendampinginya. Sofia dipercaya jadi koordinator sekaligus juru bicara para veteran “Pejuang tanpa tanda jasa” ini. Makanya dia jalan paling depan.
Langkah Sofia terlihat begitu pasti. Dia memang harus sigap. Mengingat yang dipimpinnya bukan cuma segelintir orang. Melainkan tidak kurang dari 150 pensiunan guru.
“Ini baru dari kelompok yang saya koordinir. Masih ada kelompok pensiunan guru lain yang nasibnya juga kayak kami,” kata Sofia kepada awak jurnalis yang mewawancarainya di Polresta Bandarlampung.
Mengenai perkara yang mau dilaporkan, ia bilang ini masih terkait kasus lama Koperasi Betik Gawi. “Kan pernah viral. Adek-adek wartawan juga pasti tahu persoalannya apa,” katanya.
Kalau dilihat rekam jejak digital perkara ini memang sempat viral pada pertengahan Oktober 2022 silam. Menjadi viral karena para pensiunan curhat langsung ke pengacara eksentrik Hotman Paris.
Bang Hotman, panggilan akrabnya, mengunggah video pertemuan itu ke akun medsosnya. Tak pelak videonya jadi tontonan sekaligus pergunjingan tidak cuma bagi masyarakat Bandarlampung, tapi meluas se-Lampung.
Dalam videonya Hotman menarasikan ada perwakilan dari ratusan pensiunan guru di Kota Bandarlampung yang mengadu kepadanya. Mereka mempersoalkan tabungan pensiunan milik mereka di Koperasi Betik Gawi yang tidak kunjung dicairkan. Padahal, selama berkarir gaji mereka rutin dipotong. Duit itu disebut-sebut sebagai tabungan pensiun.
Salah seorang perwakilan menyebut tabungan pensiun miliknya sudah sampai Rp20 juta. Tapi saat dirinya pensiun dan mau menarik dananya, ternyata tidak bisa.
Malah, cerita perwakilan lain, ada rekan mereka yang sakit dan sedang perawatan. Lantaran butuh biaya pengobatan ia memandatkan ke anaknya untuk menarik dana tabungan pensiun miliknya di Betik Gawi. Hasilnya nihil. Tidak sepeser pun dana diberikan.
Diketahui pada Selasa (18/10/2022) lalu, perkara ini sudah dilaporkan ke Polda Lampung. Waktu itu para pensiunan guru didampingi Putri Maya Meranti, Asisten Pribadi (Aspri) Hotman Paris. Pasal yang dilaporkan yaitu Pasal 378 tentang Penggelapan dan Pasal 372 terkait dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Perihal barang bukti, Putri menyebut sudah lengkap. Mulai bukti setoran uang, pemotongan, hingga catatan jangka waktu menabung di Koperasi Betik Gawi.
Nah, sekarang kok melapor lagi ke Polresta? Menanggapi itu Sofia menimpali, “Ceritanya panjang.” Ternyata laporan mereka sebelumnya ke polda sudah dicabut.
Sofia mengakui permasalahan ini memang sempat dimediasi. Dia menguraikan, semula akumulasi dana pensiunan milik 150 mantan guru itu berjumlah Rp3,1 miliar.
Setelah viral dan para pensiunan berdemo, akhir tahun 2023 pihak koperasi sempat merespon. Ketua Koperasi Betik Gawi, Joko Purwanto, mengatakan baru sanggup membayar Rp1 miliar. Sisanya akan dilunasi pada Juni 2024.
Awalnya Sofia Cs menolak. Tapi setelah dimediasi akhirnya luluh juga. Karena dianggap sudah menemui jalan keluar secara kompromi, pihak koperasi meminta agar pengaduan ke polda dicabut. Para pensiunan terpaksa manggut menerima tawaran itu.
Dana pencairan Rp1 miliar lantas dibagikan sebagai cicilan ke para pensiunan. Masing-masing menerima Rp5 juta.
Tunggu punya tunggu, kiranya janji tinggal janji. Pihak koperasi ingkar. Kekurangan dana Rp2,1 miliar tak kunjung dicairkan. Sampai sekarang. “Itulah makanya kami melapor ke polisi lagi,” urai Sofia seraya berharap agar perkara ini bisa lekas ditindak lanjuti.
Mewakili rekan-rekannya, Sofia mengaku sudah lelah menjalani cerita panjang ini. Apalagi mereka sudah tidak muda lagi. Tapi karena menyangkut hak, mereka akan terus memperjuangkannya.
Menyimak nasib para pensiunan guru ini memang miris. Semua langkah sudah diupayakan. Bahkan bagi pensiunan yang mayoritas emak-emak itu tentu berat mesti menjalani urusan perkara ini secara maraton.
Tapi tahukah mereka kalau Bandarlampung ini dipimpin oleh walikota yang baik hati. Saking baik dan mengayomi warganya sampai kemudian dipanggil dengan sebutan “Bunda”.
Ibarat seorang ibu, Bunda Eva Dwiana kerap mengedepankan pendekatan humanis dalam menjalankan tugas. Fakta juga menunjukkan, kalau Bunda Eva sudah turun tangan hampir bisa dipastikan berbagai urusan bakal kelar.
Urusan banjir, misalnya. Setelah sebagian warga kota kena rendam banjir, di bawah komando Bunda Eva langsung ada penanganan di lapangan. Warga terdampak pun diberi bantuan. Kurang humanis apa coba.
Kalau masih ada yang nyinyir menganggap Pemkot Bandarlampung telah gagal mengantisipasi banjir, agaknya itu penilaian emosionil. Namanya hujan, buatan Tuhan. Intensitasnya tentu bisa diluar prediksi manusia. Malah bukan cuma humanis, Bunda Eva juga ternyata visioner. Punya daya imajinasi di atas rata-rata.
Coba diingat-ingat kembali saat menjalani kampanye untuk menjadi walikota periode kedua, Beliau pernah melontarkan gagasan brilian. Ingin membelokkan aliran Kali Balau, Kecamatan Kedamaian. Siapa coba manusianya yang sebelumnya pernah punya ide secemerlang itu.
Kalau pun sekarang setelah duduk lagi di singgasana kepala daerah dan usulannya belum diwujudkan, ya publik hendaknya bersabar.
Untuk mengimplementasikan rencana besar pasti butuh persiapan besar pula. Sabar, para pensiunan yang kepingin minta duit tabungannya dikembalikan oleh Koperasi Betik Gawi saja punya stok sabar segudang, harusnya warga bisa belajar dari mereka.
Bukan tidak mungkin kalau Bunda Eva tahu cerita ini, pasti dengan ringan tangan akan membantu. Apalagi ini menyangkut nasib para pensiunan guru ASN yang tidak sedikit di antaranya sudah renta. Bunda pasti peduli.
Selain punya kepedulian tinggi, Bunda Eva juga punya kesigapan sat-set dalam menangani permasalahan. Kurang sigap apa coba ketika ujug-ujug (tanpa koordinasi dengan pemkot) Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, sudah berada di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Bakung. Saat itu secepat kilat Bunda Eva langsung ikut sambangi TPA Bakung.
Hanif menganggap pengelolaan sampah di sini tidak becus, terlihat dari tidak terkelolanya air lindi hasil tumpukan sampah. Akibatnya lingkungan sekitar tercemar. Tak pelak, kementerian menyegel (tanpa menutup) TPA Bakung.
Merespon tindakan Kementerian Lingkungan yang dianggap bergerak tanpa berkoordinasi dengan pemkot tersebut, Bunda Eva langsung mengambil langkah berbenah.
Tapi jangan dianggap respon baru muncul setelah disanksi. Jangan begitu melihatnya. Setidaknya kesigapan Bunda Eva itu juga perlu diapresiasi, terlepas dari bagaimana peristiwa yang melatarbelakanginya.
Lagi pula mana mungkin Bunda Eva membiarkan warganya tinggal di area yang lingkungannya telah tercemar. Nggak mungkin banget Bunda Eva setega itu. Begitu pula kalau Bunda Eva diberitahu persoalan pensiunan guru ini responnya pasti bakal sigap juga.
Jangankan soal yang menyangkut nasib para pensiunan, untuk menghargai toleransi dengan warga keturunan Tionghoa saja Bunda Eva menaruh kepedulian tinggi. Lihat saja bagaimana upayanya membangun Teluk Betung Town yang didominasi unsur ornamen budaya Tionghoa.
Semua itu dibiayai oleh anggaran pemkot. Paling sedikit Pemkot Bandarlampung mesti merogoh kocek kas Rp2,5 miliar. Itu angka minimal. Sangat mungkin membengkak.
Duit itu untuk mengongkosi pembuatan empat gerbang masuk dan dua gerbang keluar dari Teluk Betung. Contohnya, pembangunan Tugu Pagoda dan gapura berkelir khas nuansa Tionghoa. Tuh, kurang peduli apa Bunda terhadap warganya. Khususnya bagi warga keturunan Tionghoa yang banyak berdomisili di Teluk Betung.
Duit Rp2,5 miliar saja dengan enteng dikeluarkan demi mewujudkan rasa peduli itu. Apalagi untuk merampungkan urusan sisa dana Rp2,1 M milik pensiunan guru yang masih tertahan di Koperasi Betik Gawi. Ah, urusan kecil itu.
Mau tau kepedulian Bunda Eva lainnya? tidak perlu sulit memikirkannya. Sebab buktinya sudah ada di depan mata. Ya, Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) Siger Milenial yang terbentang antara gedung Pemkot Bandarlampung menuju Masjid Al-Furqon.
Bayangkan saking pedulinya pada ASN yang berkantor di komplek pemkot, Bunda Eva sampai membangunkan JPO Siger Milenial. Maksudnya biar saat salat tiba, dengan gampang para ASN bisa menyeberang ke Masjid Al Furqan dengan melintas di JPO itu.
Bunda Eva juga berharap keberadaan JPO Siger milenial yang didandani sedemikian rupa bisa menjadi spot wisata yang menarik bagi generasi milenial. Kurang besar apa kepedulian Bunda Eva. Dia tidak pelit untuk menganggarkan pembangunan JPO tersebut meski harus menyediakan dana jumbo hingga Rp20 miliar lebih.
Semakin jelas kan sekarang betapa kecilnya urusan dana tabungan pensiunan guru yang cuma Rp2,1 miliar itu, kalau sampai Bunda Eva turun tangan mau menyelesaikannya. Persoalannya apakah para pensiunan sudah pernah minta tolong ke Bunda Eva untuk memediasi penyelesaian perkara ini?
Apalagi Pemkot Bandarlampung merupakan dewan pembina dari Koperasi Betik Gawi. Makin punya akses Bunda Eva untuk intersep menyelesaikan persoalan secara cepat.
Lagi-lagi, kalau menelusuri rekam jejak digital, ternyata Bunda Eva sudah pernah tahu cerita miris para mantan guru ASN itu. Sekitar Oktober 2022 silam, kepada awak media, Bunda Eva memberi statemen telah menyiapkan tim untuk menyelidiki kasus tabungan pensiunan itu. Dia juga sudah meminta Dinas Pendidikan untuk menyikapi permasalahan ini.
Klop kan? sudah ada tim investigasi yang dibentuk lalu Bunda Eva juga telah menitahkan saudara kembarnya yang notabene Kadis Pendidikan Kota Bandarlampung, Eka Afriana, untuk membantu proses penyelesaiannya.
Sekarang tinggal menunggu inisiatif para pensiunan guru. Mestinya mereka segera menemui Bunda Eva. Nanti tanyakan hasil investigasi yang sudah dilakukan timnya yang dibentuk 2022 lalu. Kalau melihat rentangnya sudah 2 tahun dan dikerjakan oleh (tentunya) orang-orang pilihan Bunda Eva mestinya sudah ada titik terang. Tanyakan juga sudah seserius apa Kadisdik Eka Afriana memfasilitasi penyelesaian perkara ini.
Kalau para pensiunan guru berhasil membicarakan ini dengan Bunda Eva, percaya deh pasti kelar barang itu. Kurang apalagi catatan panjang kebaikan-kebaikan Bunda Eva seperti diuraikan di atas.
Jikalau, misalnya, para pensiunan guru kesulitan untuk punya akses bertemu Bunda Eva, coba minta bantu kepada rekan-rekan wartawan yang biasa melakukan peliputan di lingkungan Pemkot Bandarlampung. Apalagi mereka punya himpunan wartawan di sana, apa itu namanya? nah, coba tolong para pensiunan nanti tanyakan ke para wartawan itu setelah bertemu.
Yakin deh, karena mereka wartawan, pasti punya rasa humanis untuk membantu, apalagi ini menyangkut kepentingan publik. Bukankah watak asli wartawan adalah independen dan punya keberpihakan terhadap kepentingan publik?!
Sebagai saran, jangan buang waktu lagi, segera saja para pensiunan guru yang merasa dibohongi Koperasi Betik Gawi menghadap Bunda Eva. Mumpung Bunda Eva belum terlalu sibuk merealisasikan kereta gantung yang bakal membentang sepanjang 2 kilometer menghubungkan rumah dinas walikota dengan Teluk Lampung. (*)