Amankah Berobat dengan Memanfaatkan Telemedicine?

Redaksi

Jumat, 21 Oktober 2022 - 10:44 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Netizenku.com: Dewasa ini telemedicine telah menjadi salah satu pilihan bagi pasien untuk berobat. Telemedicine sendiri ialah suatu layanan jasa kesehatan jarak jauh yang menjadikan pasien tidak harus ke luar rumah ataupun bertemu langsung dengan dokter.

Kecanggihan teknologi yang berkembang saat ini, luas wilayah negara kita Indonesia yang merupakan negara kepulauan dan sebaran dokter yang tidak merata di Tanah Air, ditambah lagi dengan adanya Pandemi Covid-19 membuat telemedicine menjadi sarana yang paling terasa aman dan nyaman bagi pasien. Namun, apakah aman kita melakukan pengobatan dengan memanfaatkan telemedicine?

Berkaitan dengan hal Covid-19, telemedicine sendiri telah diatur dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Nomor 74 Tahun 2020 tentang Kewenangan Klinis dan Praktik Kedokteran Melalui Telemedicine pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID 19) di Indonesia.

Pada awalnya telemedicine hadir untuk memudahkan para dokter berkonsultasi dengan sejawat lainnya, dibawah naungan fasilitas pelayanan kesehatan. Hal ini dipertegas dengan Permenkes No. 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Namun seiring berjalannya waktu, keadaan ini bergeser yang tadinya ialah hubungan antara dokter dengan dokter menjadi hubungan antara dokter dengan pasien langsung.

Di Indonesia sendiri banyak bermunculan platform-platform digital penyedia layanan telemedicine di antaranya seperti Halofoc, Alodokter dan Temenin. Sehingga makin memudahkan akses penggunaan telemedicine.

Pendapat yang berbeda pun bermunculan terkait dengan fenomena ini. Seperti misalnya sejauh mana kita bisa mengandalkan teknologi ini, bagaimana hubungan therapeutik dan perjanjian antara dokter dengan pasiennya, bagaimana jika terjadi suatu keadaan yang jauh dari harapan dokter dan pasiennya dan masih banyak lagi pertanyaan yang berkaitan dengan telemedicine ini.

Baca Juga  Awal Tahun, Metro Sudah Tangani 60 Kasus DBD

Apabila kita lihat kembali dalam penegakkan diagnosis seorang dokter terdapat beberapa tahapan, di antaranya anamnesis (tanya jawab), pemeriksaan fisik dan bila diperlukan pemeriksaan penunjang. Tetapi dalam hal praktek telemedicine hanya sampai batasan anamnesis saja yang mungkin dapat dilakukan dengan hampir sempurna. Untuk pemeriksaan fisik hampir dapat dipastikan tidak dapat optimal hasil pemeriksaannya, sekalipun dengan videocall ataupun kirim foto daerah yang dikeluhkan, karena akan ditemui keterbatasan dalam media informasi yang menjadikan pemeriksaan tidak efektif dan efisien.

Sehingga dapat dikatakan, bila dikembalikan pada pokok tujuan keberadaan telemedicine, maka sarana ini sebatas media konsultasi. Tidak bijak sepertinya apabila seorang dokter dapat memberikan diagnose pasti suatu penyakit hanya dengan anamnesis saja, dimana anamnesis pun sangat bersifat subjektif. Artinya sangat tergantung dengan jawaban pasien yang belum tentu dapat dipertanggungjawabkan secara penuh akurasinya.

Baca Juga  Arinal Lantik 944 PPPK Pemprov Lampung

Seorang dokter hanya dimungkinkan untuk memberikan diagnose banding atau memperkirakan penyakit apa yang mungkin diderita pasien, dan wajib merujuk apabila dirasa pasien membutuhkan bantuan tenaga ahli lainnya, ataupun pemeriksaan lanjutan secara nyata.

Terkait dengan terapi obat-obatan, sepatutnya bila hanya menganjurkan pemberian obat yang bersifat simptomatis (sesuai gejala), sebab akan tidak etis dalam telemedicine jika seorang dokter memberikan obat-obatan keras ataupun antibiotik. Karena resiko efek samping yang mungkin timbul bagi pasien.

Telemedicine akan terasa aman dimanfaatkan selama penggunaan hanya sebatas konsultasi yang sifatnya meliputi tindakan preventif (pencegahan), dan promotif (promosi kesehatan), tidak sampai kepada kuratif (penyembuhan) dan pemberian terapi pun terbatas pada obat-obatan simptompatis dan tidak meresepkan obat golongan merah ataupun antibiotik.

 

Penulis: Aminudin
(Mahasiswa Magister Hukum Universitas Lampung)

Berita Terkait

Membangun Desa Ramah Perempuan dan Anak Melalui Program Desa Siger
Ikhwal THR, Disnaker Lampung: Tunggu Edaran Menteri Ketenagakerjaan
Arinal Minta Petani Tak Jual Gabah Ke Tengkulak
Lonjakan Kasus DBD di Lampung, Dinkes Tetapkan Proses Fogging dan Antisipasi Peningkatan Kasus
Kemenkumham Lampung Gelar Rakor MPWN dan MPDN Se-Provinsi Lampung
Ratusan Mahasiswa dan Warga Gelar Aksi Tuntut Penghentian Operasi Pabrik CPO
Diskeswan Lampung Himbau Perusahaan Penggemukan Sapi Tidak Menaikan Harga
Wakil Ketua DPRD I Elly Wahyuni : Hindari Bencana Banjir Pemkot Perlu Normalisasi Sungai, Warga Jangan Buang Sampah di Sungai

Berita Terkait

Selasa, 23 April 2024 - 21:34 WIB

Jembatan Way Sabuk Dibangun, BPJN Lampung Himbau Kendaraan Muatan Besar Lintasi Jalur Lain

Selasa, 23 April 2024 - 20:51 WIB

Arinal Bakal Resmikan Gedung Perpusda Baru Bersamaan Membuka Festival Literasi

Selasa, 23 April 2024 - 20:46 WIB

HUT Lampung Perpusda Ramaikan dengan Menggelar Festival Literasi

Minggu, 21 April 2024 - 17:17 WIB

Strategi Diskeswan Wujudkan Lampung Sebagai Lumbung Ternak

Jumat, 19 April 2024 - 20:05 WIB

Disnaker Lampung Bakal Turunkan Tim Pengawas dan Mediator untuk Selesaikan Permasalahan THR

Jumat, 19 April 2024 - 19:59 WIB

Disnaker Lampung Catat 13 Pengaduan Ikhwal THR

Jumat, 19 April 2024 - 19:49 WIB

Realisasi penyaluran KUR Peternakan Lampung Capai Rp1,51 triliun

Jumat, 19 April 2024 - 12:30 WIB

Cuaca Lampung Diprediksi Berawan-Hujan Ringan, Aman untuk Penyeberangan

Berita Terbaru

Tanggamus

Tiga Terdakwa Pidana Pemilu Tanggamus Divonis 8 Bulan

Kamis, 25 Apr 2024 - 00:54 WIB

Walikota Bandarlampung, Eva Dwiana. Foto: Arsip Netizenku.com

Bandarlampung

Tak Hanya PDI-P, Eva Bakal Ikuti Penjaringan Parpol Lain

Rabu, 24 Apr 2024 - 19:18 WIB