Bandarlampung (Netizenku.com): KPU Kota Bandarlampung menggagas pendidikan pemilih yang inklusif dan partisipatif.
Gagasan ini merupakan tindak lanjut dari program KPU RI “Kelurahan Peduli Pemilu dan Pemilihan” yang diluncurkan pada 20 Agustus 2021.
Ketua KPU Bandarlampung, Dedy Triadi, mengatakan program KPU RI bertujuan membangun kesadaran politik masyarakat agar menjadi pemilih yang mandiri dan rasional.
“Meningkatkan kuantitas dan kualitas partisipasi pemilih dengan membentuk kader dan relawan yang mampu menjadi penggerak dan penggugah kesadaran politik masyarakat di lingkungannya,” kata dia dalam diskusi virtual Serial Pendidikan Pemilih, Literasi Demokrasi dan Kepemiluan, Senin (30/8).
Baca Juga: KPU dan Pemkab Tanggamus Teken MoU Desa Peduli Pemilu
Diskusi ini menghadirkan Dekan Fakultas Hukum Universitas Malahayati Aditia Arif Firmanto SH MH, Kepala Bappeda Kota Bandarlampung Khaidarmansyah yang diwakili Plt Kabid Sosial Ahmad Sarladi dan diikuti jajaran penyelenggara KPU Bandarampung, mahasiswa, dan jurnalis.
Aditia Arif Firmanto dalam pemaparannya menyampaikan pendidikan pemilih yang inklusif adalah pendidikan pemilih yang memiliki perhatian lebih dan diperuntukkan terhadap kaum rentan dan minoritas, salah satunya adalah difabel.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatakan penyandang disabilitas yang memenuhi syarat, mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemilih, calon anggota DPR, DPRD, DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan sebagai penyelenggara pemilu.
“Tapi kalau untuk di TPS tidak ada data transgender. Teman-teman transgender punya hak suara juga,” ujar dia.
Ketika KPU tidak memiliki data transgender, Aditia mempertanyakan perspektif inklusif penyelenggara pemilu pada Pilkada 2020 lalu.
“Apakah penyeleksiannya menyertai perspektif inklusif? Apakah pegawai kependudukan berperspektif inklusif dalam mendata pemilih? Jawaban ya atau tidak dari pertanyaan di atas menyimpulkan baik atau buruknya inklusifitas pemilu,” kata dia.
Penyelenggara pemilu diminta mengubah paradigma tersebut dengan melakukan pendekatan emosional yang baik ketika berhadapan dengan transgender.
“Teman-teman di lapangan dibekali dulu dengan ilmu SOGI (Social Oriented Gender Identity) menambah pemahaman bagaimana teman-teman mendekati transgender berkaitan dengan hak pilihnya,” ujar dia.
Kemudian Aditia menyampaikan rekomendasi kepada KPU Bandarlampung sebagai penyelenggara pemilu untuk terus membenahi sistem pemilu agar dalam proses penyelenggaraannya dapat memberikan pelayanan yang ramah dan terbuka bagi semua ragam identitas.
“Serta mengurangi atau meniadakan hambatan kepada seluruh pemilih dalam memberikan suaranya,” tutup dia.
Kepala Bappeda Kota Bandarlampung Khaidarmansyah yang diwakili Plt Kabid Sosial, Ahmad Sarladi, menyampaikan pemerintah daerah berperan dalam mewujudkan pemilih yang cerdas dan demokratis.
Sinergisitas dan dukungan pemerintah daerah kepada KPU diatur dalam Pasal 434 UU Nomor 7 Tahun 2017 terkait bantuan personel, bantuan sosialisasi, dukungan pelaksanaan pendidikan bagi pemilih, dan pemantauan penyelenggaraan pemilu serta kegiatan lainnya.
“Terhadap peningkatan partisipasi pemilih, pemerintah kota memberikan dukungan dalam pelaksanaan sosialisasi dan pendidikan pemilih, penerbitan e-KTP,” kata dia.
Baca Juga: Dukcapil Bandarlampung Layani Adminduk Transgender
Pemilu inklusif dan partisipatif juga sesuai dengan misi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandarlampung 2021-2026, Eva Dwiana Deddy Amarullah.
“Meningkatkan kualitas dan pelayanan pendidikan masyarakat, kemudian mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, pemerintahan yang baik dan bersih berorientasi kemitraan dengan masyarakat dan dunia usaha menuju tata kelola pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa, dan bertanggung jawab untuk mendukung investasi,” pungkas dia.
Hilangkan Stigma pada Transgender
Partisipasi transgender di pemilu terkendala stigma dan administrasi kependudukan. Mereka menerima perlakuan yang diskriminatif terkait perbedaan jenis kelamin di e-KTP sebagai syarat mencoblos dalam pemilu, dengan peran gendernya di tengah masyarakat.
Baca Juga; Mumu Amalia: KTP-el transgender hilangkan diskriminasi
Aktivis transpuan yang tergabung dalam komunitas Gaya Waria LSL (GWL) Lampung, Mumu Amalia, ketika dihubungi Netizenku pada Senin (30/8) sore, menuturkan banyak transpuan yang sudah memiliki e-KTP dan memenuhi syarat untuk memilih namun akhirnya memutuskan tidak mencoblos.
“Alasan tidak mencoblos bukan karena latar belakang yang mau dipilih itu siapa atau mau golput, tapi karena ketidaknyamanan saat memilih,” ujar dia.
Mumu mengatakan kenyamanan harus dibangun bersama antara penyelenggara, peserta, dan masyarakat pemilih lainnya dengan menghilangkan stigma.
“Cukup KPU tidak mendiskriminasi saat melakukan pencatatan, tidak ada hambatan atau stigma saat mencoblos oleh penyelenggara,” kata dia.
Upaya KPU untuk menggagas pemilu yang inklusif dan partisipatif juga perlu melibatkan komunitas transgender dalam menyosialisasikan perlunya memilih dalam pemilihan, terlebih dalam melakukan pendataan pemilih terhadap transgender.
“Melibatkan orang di luar komunitas akan sulit. Kita akan lebih nyaman sesama komunitas terkait menggali informasi,” ujar dia.
Mumu berharap melalui pemilihan yang inklusif dan partisipatif oleh KPU, hak-hak transgender diakui dan dipenuhi. (Josua)