Penahanan Bupati Lampung Tengah (nonaktif) Mustafa, bukan hanya menjadi cobaan bagi calon gubernur (cagub) peserta Pemilukada Lampung itu semata. Tetapi juga menjadi batu sandungan bagi kiprah 3 partai pengusungnya.
Mudah dipahami salah satu landasan pertimbangan partai-partai itu, saat mengamini Mustafa sebagai jagoan yang bakal mereka elus-elus pada kontestasi Pilgub mendatang, adalah reputasi sang tokoh yang sedang moncer belakangan ini. Nyaris setahun terakhir pemberitaan seputar sepak terjang Bupati Lampung Tengah itu terbilang intensif. Tak pelak, dirinya segera saja dikenal sebagai \’Bupati Ronda\’ lantaran getol keliling jaga malam, sambil menyambangi pos-pos gardu di wilayah kerjanya.
Itu hanya satu contoh kesuksesan dirinya memadukan kinerja dan publikasi, sehingga mampu membentuk citra yang bikin banyak kalangan kesengsem. Termasuk Partai Hanura yang turut menyokongnya di Pilgub. Partai Nasdem dan PKS tidak turut disebut \’kesengsem\’ lantaran Nasdem adalah partainya Mustafa, sedangkan PKS ikut mengusung Mustafa setelah dapat jatah menempatkan kadernya, Jajuli, mendampingi Mustafa sebagai cawagub. Maka kloplah sudah rancang bangun kubu pemilik tagline kampanye \’kece\’ tersebut.
Lantas bagaimana nasib ketiga partai itu, usai sang tokoh utama didapuk mengenakan rompi orange made in KPK? Yang jelas peristiwa ini tak ubahnya mimpi buruk bagi partai-partai pendukung. Diakui atau tidak, publik pasti akan menyeret-nyeret mereka dalam pusaran pembicaraan status Mustafa sebagai tahanan KPK.
Tidak bisa dipungkiri, partai-partai itu juga bakal kebanjiran pertanyaan bagaimana hal ini bisa terjadi, ketika kemarin yang bersangkutan kerap digaung-gaungkan sebagai pasangan pemimpin amanah, lalu sekarang KPK menuding Mustafa terbukti mengarahkan persekongkolan patgulipat suap. KPK sangat haqul yakin lantaran berhasil membongkar upaya main mata oknum dua lembaga, legislatif dan eksekutif, Lamteng lewat kata sandi \’cheese\’.
Situasi demikian jelas bikin runyam benak para pembesar masing-masing partai pengusung. Maju salah, mundur juga tetap salah. Kalau pun ada yang berkilah sebelum ditetapkan sebagai sosok yang akan diusung, Mustafa telah melewati tahapan penyaringan atau screening, dan bila sekarang tetap terbelit kasus maka itu menjadi urusan individual, rasanya publik tidak akan semudah itu menerima.
Reputasi partai benar-benar menjadi taruhannya. Ditambah lagi publik bisa saja \’pundung\’ akibat merasa dikecewakan, lalu berbalik sikap menjadi berang seraya meniup semprit atau bahkan bukan hanya menyodorkan kartu kuning, melainkan juga sangat mungkin menyorongkan kartu merah lewat sanksi moril yang akan terasa teramat pedih. Sekali publik sanksi, tidak mudah buat meyakinkannya kembali.
Kalau pun masih ada optimisme tersisa, maka yang paling bisa memetik manfaat -agar lebih elok kita sebut saja memperoleh faedah- adalah PKS. Sebab partai ini menempatkan kadernya sebagai cawagub. Sehingga bila pasangan Kece tetap unggul pada Pilgub mendatang, dan ada keputusan inkrah sanksi pidana pada Mustafa, tentu cawagub yang bakal disorongkan melenggang ke tampuk gubernur terpilih. Hanya saja jelas bukan perkara mudah buat menepis kekecewaan suara pemilih yang katanya mewakili suara Tuhan itu.
Kini setelah KPK memakaikan rompi orange pada Mustafa, sangat mungkin publik berujar \’kutandai kau\’ pada partai-partai pengusungnya. Kendati semestinya kita perlu bersikap adil mengedepankan azas praduga tak bersalah, sebelum hakim benar-benar mengetukan palu di meja hijau. (Hendri Std)