Pemilihan kepala daerah semakin mendekati kepada terang benderang siapa yang akan mencalonkan diri menjadi bupati wakil bupati, walikota dan wakil walikota serta gubernur dan wakil gubernur. Netralitas ASN menjadi peran penting yang perlu ditegakkan dalam perhelatan pemilihan di tanggal 27 November 2024 nanti.
Oleh: Candrawansah (Akademisi Universitas Muhammadiyah Lampung, Pengamat Politik/Eks Ketua Bawaslu Bandarlampung)
Setiap saat Netralitas ASN menjadi attensi tersendiri yang selalu dikomentari oleh para pemerhati dan masyarakat. Netralitas ASN mempunyai peran penting agar demokrasi berjalan sesuai dengan regulasi yaitu UU 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Hampir di setiap perhelatan pemilihan kepala daerah ASN akan dimanfaatkan oleh petahana atau kerabat baik istri, anak maupun yang didukung oleh kepala daerah yang sedang berkuasa untuk pemenangan, karena ASN dianggap paling relevan untuk ditekan memilih sesuai instruksi. ASN juga akan mengikuti perintah tersebut disebabkan takutnya kehilangan posisi apabila perubahan kepemimpinan yang tidak sesuai keinginan petahan tersebut.
UU 10 tahun 2016 sudah mengatur tentang ASN harus netralitas, kegiatan kampanye yang harus dikedepankan sesuai pasal 63 angka 1 berbunyi bahwa kampanye dilaksanakan sebagai wujud dari pendidikan politik masyarakat yang dilaksanakan secara bertanggung jawab. Jadi, pendidikan politik sangat berperan untuk bisa menghasilkan pemilihan secara baik sesuai asas pemilihan.
Sedangakan, dalam pasal 70 angka ke 1 bahwa dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan:
1. Pejabat badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;
2. Aparatur sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia; dan
3. Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dan perangkat Desa atau sebutan lain/perangkat Kelurahan.
Jadi sudah jelas bahwa ASN tidak bisa terlibat maupun dilibatkan dalam pemenangan calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati ataupun walikota dan wakil walikota
Selain daripada itu, dalam pasal 71 angka 1 menyebutkan bahwa Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Unsur pidana pemilihan juga mengatur tentang hal tersebut yang termaktub dalam pasal Pasal 189 bahwa Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, dan Calon Wakil Walikota yang dengan sengaja melibatkan pejabat badan usaha milik negara, pejabat badan usaha milik daerah, Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah serta perangkat desa atau sebutan lain/perangkat kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
Dalam pasal 190 Pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) atau Pasal 162 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
Selain dari pada itu apabila seorang petahana melakukan secara Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM) kegiatan yang menguntungkan ataupun merugikan pasangan calon yang lain, maka ada sanksi administratif yang bisa dikenakan yaitu pembatalan, ini dapat dilihat di pasal 71 angka 5 menyebutkan bahwa Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan. (*Agis)