Ulubelu (Lentera SL): Serikat Pekerja Pertamina Geothermal Energy (SPPGE), menentang keputusan pemerintah yang menjual Pertamina Gas (Pertagas) ke Perusahaan Gas Negara (PGN). Mereka menilai, penjualan Pertagas adalah upaya untuk melemahkan Pertamina.
Menurut Sekretaris Jenderal SPPGE, Indra Mantik Oentara, akuisisi Pertagas oleh PGN berdasarkan penandatanganan perjanjian jual beli saham bersyarat Conditional Sales Purcase Agreement (CSPA) antara PGN dengan PT Pertamina tanggal 29 Juni 2018 lalu.
Dilanjutkan Indra, jika Pertagas adalah anak perusahaan Pertamina dimana kepemilikan saham Pertamina di perusahaan tersebut sebesar 100 persen. Sedangkan PGN merupakan perusahaan yang 43 persen sahamnya dimiliki publik, dimana 82 persen saham publik tersebut sudah jatuh ke tangan asing.
\”Upaya akuisisi Pertagas kami nilai adalah pelemahan terhadap Pertamina, tidak menutup kemungkinan anak usaha Pertamina lain seperti PGE juga bakal dilego, kalau ini terjadi maka lama lama Pertamina bisa musnah,\” tegas Indra, usai apel siaga di Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Ulubelu, Selasa (17/7).
Indra juga mempertanyakan alasan pemerintah untuk menjual Pertagas, karena dari sisi kesehatan perusahaan Pertagas dinilai masih sehat. \”Tingkat kesehatan perusahaan, produktifitas dan profitabilitas Pertagas lebih baik dibandingkan dengan PGN, sehingga aneh ketika pemerintah justru melego kepemilikan 51 persen saham Pertamina di Pertagas kepada perusahaan publik,\” kata dia.
Dilanjutkan Indra, keputusan untuk mengambil langkah akuisisi dari tiga opsi aksi korporasi (merger, inbreng dan akuisisi) terkesan terburu-buru, tidak transparan dan tanpa kajian komprehensif. \”Akuisisi perusahaan yang sepenuhnya milik BUMN kepada perusahaan publik ini berdampak pada adanya transfer profit secara buttom line kepada asing, hak atas kepemilikan aset yang sebagian beralih kepada asing dalam jangka panjang merupakan ancaman terhadap kedaulatan energi nasional,\” sebut dia.
Secara legal sambung Indra, proses akuisisi pertagas saat ini bertentangan dengan UU No 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas, dimana perbuatan hukum dalam proses penggabungan atau pengambilalihan perseroan wajib memperhatikan kepentingan karyawan pasal 26 ayat 1.Dalam hal ini aspirasi pekerja tidak mendapat tempat dalam aksi korporasi
\”Pekerja Pertamina melalui FSPPB telah melayangkan gugatan PTUN atas SK Menteri BUMN No. 39/MBU/02/2018 tentang pemberhentian, perubahan Nomenklatur, pengalihan tugas anggota Direksi Pertamina,\” katanya.
Mencermati kondisi-kondisi tersebut secara tegas SPPGE menolak aksi akuisisi pertagas oleh PGN berkedok aksi korporasi, menuntut agar CSPA dibatalkan, serta seluruh proses akuisisi tersebut dihentikan. \”Kami Juga menuntut dibentuk kembali Direktorat Gas, Energi Baru Terbarukan di Pertamina sebagai bukti keseriusan pemerintah dalam mendorong pertamina sebagai leader holding migas dan pengembangan energi bersih sebagai sumber utama kedaulatan energi masa depan bangsa,\” tegas Indra.
Jika aksi bela Pertamina ini dilakukan serentak diseluruh Unit usaha pertamina, bahkan sudah direncanakan aksi besar-besaran pada Jumat mendatang di Kementerian BUMN dan Kementerian ESDM Jakarta. \”Ini sebagai aksi bela Pertamina, kami tidak ingin aset bangsa dikuasai asing. Kalau Pertamina musnah, bagaimana kami bercerita kepada anak cucu, kan malu kami tidak berjuang untuk mempertahankan Pertamina, \”ujarnya.
Ia juga mengatakan, bahwa serikat pekerja masih membuka pintu diskusi dengan pemerintah mengenai masalah ini, namun jika tuntutan tidak dikabulkan mereka sudah siap menggelar aksi industri, dimana seluruh unit Pertamina berhenti beroperasi.\”Kami mohon maaf kepada masyarakat, jika aksi industri tersebut jadi dimaksud, kami terpaksa melakukan ini demi menyelamatkan aset negara,\” pungkasnya.(rapik)