Sastra Masuk Kurikulum, Guru Pemalas Enggan Tersenyum

Hendri Setiadi

Jumat, 7 Juni 2024 - 16:02 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Anak acuh tak acuh pada lingkungan. Miskin empati. Tak segan mem-bully dan mudah tersedot tawuran. Sulit bertutur secara runut. Apalagi mesti menulis karangan, bahkan mengarang bebas sekalipun. Lantas apa urusan sederet catatan itu dengan rencana sastra masuk Kurikulum Merdeka?

 

Bandarlampung (Netizenku.com): Jelas ada. Bahkan kondisi seperti diuraikan di atas dijadikan pertimbangan sebagai pijakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) saat menggariskan kebijakan sastra masuk kurikulum.

Mau bukti? Simak saja penjelasan Kepala Badan Standar, Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Anindito Aditomo. Dia bilang, mengapa memilih sastra? karena sastra memiliki banyak manfaat bagi pelajar. Mulai dari memberikan pelajaran untuk punya perspektif berbeda dan berpikir kritis. Belajar kritis di sini dimaksudkan agar pelajar tidak terkurung pada perspektif dan pandangan sendiri. Sastra juga bisa mengasah sisi sosial dan emosional siswa serta membuat mereka memiliki rasa empati terhadap sesama.

Baca Juga  Lampung, Gubernur Macam Apa yang Dicari?

Kalau memang mengandung segepok hal baik, sudah barang tentu publik menyambut gembira implementasi program sastra masuk kurikulum. Wali murid, khususnya, merasa terbantu lantaran sekolah bakal memberi tambahan bekal pada anaknya dengan karya-karya sastra nan indah sekaligus bermuatan petuah.

Tapi apa iya, sekolah khususnya guru, juga menyambut antusias program yang disebut-sebut akan mulai diterapkan pada tahun ajaran baru (Juli-Agustus) mendatang untuk semua jenjang. Mulai dari SD, SMP dan SMA. Terlebih, Kemendikbudristek memberi sinyalemen sastra akan masuk ke pembelajaran di sekolah dengan bentuk co-kurikuler atau jam pelajaran dan bukan ekstrakurikuler.

Bahkan ada catatan tambahan, kendati utamanya sastra masuk pelajaran bahasa Indonesia, sesungguhnya ada banyak mata pelajaran lain yang bisa disisipi muatan sastra. Seperti pada pelaksanaan Project Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).

Baca Juga  Kasak-kusuk Batik Garuda

Malah seorang guru mata pelajaran sejarah yang sedang mengajar hubungan internasional juga dapat memilih karya sastra yang bisa memantik rasa keingintahuan siswa mengenai isu tersebut. Umpamanya sejarah terkait periode perang kemerdekaan Indonesia.

Dengan pola pembelajaran yang menyelipkan nuansa sastra sedemikian rupa diyakini belajar sejarah jadi jauh lebih mengasyikkan serta lebih menarik. Ketimbang siswa hanya diminta menghafal nama-nama tokoh. Dalam hal ini karya sastra benar-benar diberdayakan sebagai penunjang sumber informasi.

Pendek kata, karya sastra bisa difungsikan menjadi pemantik rasa keingintahuan siswa mengenai suatu isu atau tema. Nah, di sini perkara besar dimulai. Terutama dari sudut pandang pendidik. Bagi guru yang tidak suka membaca -ironis memang menyandang predikat pendidik tapi tidak mencerminkan karakter manusia pembelajar- terobosan Kemendikbudristek ini berpotensi dipandang sebagai “musibah”.

Baca Juga  Tak Berhenti di Sepuluh

Sebab mau tidak mau mereka dipaksa untuk belajar (lagi). Dan belajar, bahkan bagi guru penerima tunjangan profesi (sertifikasi) sekalipun, bukanlah perkara gampang. Mungkin lantaran merasa telah menyandang status guru bersertifikasi dan itu bermakna sudah memenuhi standar kelayakan dan memiliki kemampuan profesional sebagai tenaga pendidik, tak heran bila ada yang merasa sudah berada di zona nyaman. Bahkan jemawa.

Saking nyamannya sampai teledor mengejawantahkan spirit sebagai pendidik profesional. Tak heran kalau para guru pemalas itu menyamakan kemunculan kebijakan baru ini tak ubahnya sedang bermimpi buruk. Mencekam! Mereka juga lupa sejatinya ilmu terus berkembang. Tidak stag seperti… (silakan pembaca melanjutkan kalimatnya sendiri). (*)

Berita Terkait

Arinal Memang “Bejo”?
“Yo Ndak Tahu, Kok Tanya Saya”
Jangan Ya Dek, Ya!!!
Mari Bergaul Ala Pj Gubernur Samsudin
Umar Ahmad, Artis Sesungguhnya di Panggung Pilgub Lampung
Indeks Kemerdekaan Pers Lampung Melorot di Era Rezim Arinal
Ambulans Minggir, Presidenku Mau Lewat!
Lampung, Gubernur Macam Apa yang Dicari?

Berita Terkait

Kamis, 5 September 2024 - 16:55 WIB

Hari Jadi Polwan ke-76, Polres Tanggamus Gelar Syukuran

Rabu, 4 September 2024 - 13:08 WIB

Putra Asli Tanggamus Tedi Kurniawan Siap Perjuangkan Aspirasi Masyarakat

Selasa, 3 September 2024 - 18:44 WIB

Satlantas Polres Tanggamus Rutin Antisipasi Kemacetan Jam Rawan

Senin, 2 September 2024 - 21:08 WIB

Ungkapan Syukur, Ketua DPD PAN Tanggamus Santuni 100 Anak Yatim Piatu di Gisting

Kamis, 29 Agustus 2024 - 16:33 WIB

DAMAR Daftar Ke KPU Tanggamus: Bawa Pimpinan Parpol Pengusung dan Unsur Pendukung 

Kamis, 29 Agustus 2024 - 11:09 WIB

Sah..!!! Moh Saleh Asnawi-Agus Suranto Daftarkan Diri ke KPU

Kamis, 29 Agustus 2024 - 11:02 WIB

Ini Kata Paslon Moh Saleh Asnawi-Agus Suranto Saat Melangkah ke KPU Tanggamus

Selasa, 20 Agustus 2024 - 15:06 WIB

Tanggamus Gelar Desiminasi Audit Kasus Stunting Tingkat Kabupaten

Berita Terbaru

Tulang Bawang Barat

Satlantas Tubaba Bagikan Sembako bagi Warga Kurang Mampu

Selasa, 10 Sep 2024 - 19:50 WIB

Atlet Hapkido Lampung mempersembahkan 3 medali perunggu di PON Aceh-Sumut 2024, Selasa (10/9/2024). (Ist/NK)

Nasional

PON XXI, Lampung Masih Jaga Asa Target 10 Besar Klasemen Akhir

Selasa, 10 Sep 2024 - 15:37 WIB

Pesawaran

DPD Golkar Pesawaran Siap “Rusak” Menangkan Pasangan Arisan

Selasa, 10 Sep 2024 - 14:43 WIB