Pesawaran (Netizenku.com): Proyek Pengadaan Teknologi Informasi dan Komputer (TIK) untuk 69 Sekolah Dasar di Kabupaten Pesawaran Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp8 miliar dari DAK, diduga dikerjaan tidak sesuai dengan juknis kementrian pendidikan, yang mewajibkan menggunakan produk dalam negeri yang memiliki penjumlahan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) ditambah nilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) paling sedikit 40 persen.
Namun yang terjadi proyek E katalog yang dikelola oleh Dinas Pendidikan Pesawaran ini, mereka malah menggunakan produk impor yang nilai TKDN nol persen, tidak diketahui atau tidak ada.
“Berdasarkan temuan kami proyek pengadaan TIK tahun ini, itu dikerjakan tidak sesuai dengan juknis kementrian pendidikan,” kata Saprudin Tanjung, ketua harian Forum Masyarakat Pesawaran Bersatu (FMPB), Senin (29/11).
Karena jelas Tanjung, proyek TIK dengan sistem E katalog dengan nilai Rp8 miliar ini berdasarkan juknis kementrian pendidikan yang direkomendasi itu ada lima perusahaan yakni PT Zyrex Mandiri Buana (Zyrex), PT Tera Data Indonusa (Axioo), PT Supertone (SPC), PT Evercross Technology Indonesia (Evercross) dan PT Bangga Teknologi Indonesia (Advan).
Namun yang terjadi mereka justru malah menggunakan prodak lain yang nilai Tingkat komponen dalam negerinya tidak diketahui atau tidak ada.
“Kita lihat yang diterima oleh masing-masing sekolah yang mendapatkan bantuan TIK ini, adalah produk brand dell yang score TKDNnya (%) unknow,” jelas Tanjung.
Di mana ditegaskan Tanjung sudah jelas berdasarkan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP), dalam pasal 66 kementrian/lembaga/Perangkat Daerah wajib mengunakan produk dalam negeri, termasuk rancangan bangun dan perekayasaan nasional.
“Jadi sudah jelas itu aturannya. Tapi ini yang terjadi mereka melanggar juknis itu. Karena kita tahu brand dell itu bukan produk lokal melainkan produk impor,” ungkapnya.
Lebih lanjut Tanjung mengutarakan, untuk proyek TIK tersebut, itu diperuntukkan untuk 69 SD, 40 SD masing-masing sekolah bernilai Rp45 juta dan 29 SD masing-masing bernilai Rp220 juta. (Soheh/len)