Rakyat Republik Indonesia sedang pontang-panting menghadapi pandemi. Bukan waktu sebentar. Anak bangsa dibuat kalang kabut selama 1,5 tahun. Semua itu menyisakan cerita duka nan kelam. Lantas apa yang dilakukan pemerintah?
Wow, jangan ditanya lagi. Sudah terlalu banyak upaya yang dilakukan. Pemerintah bahkan harus merogoh kocek dalam-dalam buat mengongkosi penanganan pandemi. Saking besarnya dana yang digelontorkan, pemerintah sampai harus berhutang (lagi) kesana kemari.
Pendek kata, pemerintah sudah berjibaku menyingsingkan lengan baju. Bahkan, kondisi sulit ini sampai membuat Presiden Jokowi mesti turun langsung ke gang-gang sempit di pemukiman warga untuk membagikan sembako. Sungguh heroik.
Lalu, apa hasil dari segala upaya itu? Kabar baik yang berhembus dari istana menyebutkan jumlah kasus infeksi covid-19 di Pulau Jawa-Bali menurun angka statistiknya. Tapi, bersamaan dengan itu, kecenderungan ironis justru berlangsung di wilayah lain. Jumlah kasus infeksi covid-19 di luar Pulau Jawa-Bali malah meroket.
Mau bilang apa kita. Mau merespon suka cita atau tetap termangu menekuri kabar angka-angka dari istana tersebut? Mestinya memang terus memelihara rasa syukur, sekecil apa pun nikmat yang ada.
Hanya saja, belum sempat tangan menengadah dan melapalkan rasa syukur, berbagai negara sudah bersegera mengevakuasi warganya yang berada di Indonesia agar segera hengkang menjauhi negeri ini.
Pemerintahan berjuluk Negari Sakura, Negeri Singa, Negeri Gingseng dan Negeri Paman Sam, misalnya, lantang meminta warganya berkemas. Kiranya Indonesia sudah distempel sebagai negara berbahaya bagi keselamatan warga dunia. Apakah ini buah dari hasil upaya yang ditanam pemerintah. Atau pemerintah sudah salah urus dalam menangani pandemi?
Tudingan salah urus sebenarnya sudah nyaring terdengar. Bahkan suaranya bukan melulu berasal dari pihak-pihak yang ‘berseberangan’ dengan pemerintah. Belakangan juga santer terdengar kritik tajam justru dari kubu konco-konco pemerintah.
Puan Maharani, umpamanya. Ketua DPR RI ini notabene berasal dari partai yang sama dengan Jokowi. Keduanya sama-sama petugas partai dari partai bersimbol Banteng Moncong Putih.
Sebelumnya, meski dalam kapasitas wakil rakyat, Puan dikenal irit mengoreksi pemerintah. Tapi belakangan, putri Mbak Megawati ini, terkesan mulai buka mulut mengomentari kinerja pemerintah dalam menangani pandemi.
Tengok saja komentar pedas Puan tentang penerapan PPKM. “Percuma ada beragam kebijakan bahkan pembatasan mobilitas rakyat, kalau program-program di lapangan dijalankan ala kadarnya saja, apalagi yang terkait dengan perut rakyat,” kata Mbak Puan, tempo hari.
Tak hanya Puan. Belakangan petugas partai lainnya turut mengkritisi sepakterjang Jokowi. Kali ini Effendi Simbolon yang angkat bicara. Tanpa tedeng aling-aling, politikus PDIP ini, menyalahkan presiden yang tidak mau menerapkan lockdown sejak awal pandemi. Kalau mau buka catatan sebelumnya, sesungguhnya ide lockdown juga sudah pernah diusulkan Luhut Binsar Pandjaitan. Tapi ditolak Jokowi.
Dibandingkan komentar Puan, ucapan Effendi malah lebih menukik tajam. Tak tanggung-tanggung Effendi langsung tunjuk hidung. Dia bilang, “Presiden tidak patuh konstitusi. Kalau dia patuh sejak awal lockdown, konsekuensinya dia belanja kan itu. Sebulan Rp 1 juta saja kali 70 masih Rp 70 triliun. Kali 10 bulan saja masih Rp 700 triliun. Masih di bawah membanjirnya uang yang tidak jelas (sekarang) ke mana larinya. Masih jauh lebih efektif itu daripada vaksin.” Nah, lho…! ()