Bandarlampung (Netizenku.com): Di antara hamparan sawah yang hijau dan suasana desa yang asri, isu sosial yang rentan dialami perempuan dan anak tak terelakkan dan masih membayangi. Namun, Provinsi Lampung kini sedang bergerak mewujudkan desa yang tak hanya maju, tapi juga ramah terhadap perempuan dan anak.
Itulah yang menjadi inti dari Program Desa Siger yang digagas oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Sai Bumi Ruwa Jurai.
Program Desa Siger tak sekadar membangun jalan atau infrastruktur desa. Program tersebut memiliki napas pemberdayaan yang lebih luas.
“Kesejahteraan sosial seperti stunting, perempuan, dan anak juga harus menjadi perhatian dalam pembangunan desa,” tutur Kepala Bidang Kualitas Hidup Perempuan dan Kualitas Hidup Keluarga Dinas PPPA Provinsi Lampung, Reny, Minggu (17/2).
Fokus pada pemberdayaan perempuan dan anak inilah yang menjadi pembeda. Selama ini, terang dia, pembangunan desa kerap kali lebih mengutamakan infrastruktur ketimbang pembangunan sosial dan sumber daya manusia. Padahal, keterlibatan perempuan dan anak yang setara merupakan kunci kemajuan desa.
Melalui program Desa Siger, perempuan dan anak diharapkan memiliki kesempatan yang sama dalam pembangunan desa. Akses pendidikan, kesehatan, dan ekonomi menjadi sorotan utama.
Oleh sebab itu, program tersebut tak bisa berjalan sendiri. Dinas PPPA pun menggandeng PKK dan OPD (Organisasi Perangkat Daerah) lain untuk saling berkolaborasi.
“Misalnya, kita bekerja sama dengan Dinas Kesehatan untuk penanganan stunting,” terang dia.
Selain itu, Desa Siger mengacu pada 10 indikator Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA). Indikator tersebut meliputi.
Keterlibatan organisasi perempuan dan anak dalam kelembagaan desa, adanya data terpilah terkait perempuan dan anak di desa, peraturan desa mengenai desa ramah perempuan dan anak, pelibatan perempuan dalam pemberdayaan desa, termasuk ekonomi kreatif, hak asuh dan perlindungan anak di desa, pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak, pencegahan pekerja anak, dan pencegahan perkawinan anak.
“Jadi di setiap daerah harus punya basis data perempuan dan anaknya, termasuk data terkait kasus kekerasan perempuan dan anak, kemudian perempuan juga wajib terlibat dalam menciptakan pemberdayaan perempuan di desa. Semua yang ada di indikator itu harus diperhatikan,” urainya.
Ia pun berharap dengan terpenuhi indikator tersebut, Desa Siger dapat menjadi pelopor desa yang inklusif dan nyaman bagi perempuan dan anak. Stunting pun dapat ditekan dengan program yang terintegrasi ini. (Luki)