Masih Belum Puas Dijajah Selama 350 Tahun?

Luki Pratama

Selasa, 2 Juli 2024 - 18:36 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gerakan Perang Digital Antara Netizen dan Zionis Israel. (Gambar: X/Azzamlzzulhaq)

Gerakan Perang Digital Antara Netizen dan Zionis Israel. (Gambar: X/Azzamlzzulhaq)

Ketika Belanda menjajah menggunakan senapan dan senjata modern untuk menguasai wilayah Hindia Belanda, yang kini dikenal sebagai Indonesia.

Kala itu perjuangan bangsa Indonesia hanya bermodalkan bambu runcing dan senjata tajam tradisional. Tak khayal negara berjuluk Negeri Kincir Angin berhasil menduduki Indonesia selama 350 tahun.

Pada akhirnya Indonesia berhasil meraih kemerdekaan dengan bantuan sekutu yang juga terselip agenda sendiri untuk mengusir Belanda dalam rangka menggantikan mereka mengeksploitasi sumber daya Indonesia.

350 tahun bukanlah waktu yang sebentar. Bahkan siasat Jepang berjalan mulus, Indonesia kembali dijajah selama 3,5 tahun hingga akhirnya berhasil diproklamasikan Soekarno.

Meskipun kita merayakan kemerdekaan yang diperjuangkan dengan segenap jiwa raga, ada pertanyaan mendalam yang perlu direnungkan. Apakah kita benar-benar puas dengan kemenangan yang diraih dengan bantuan pihak lain dan senjata tradisional semata? Secara pribadi, saya merasa tidak puas!

Baca Juga  Jurnalisme di Persimpangan

Dari bangku sekolah dasar kita kenyang menelan ajaran guru sejarah menyoal kemerdekaan Indonesia yang berhasil direbut dengan bermodal bambu runcing.

Pengetahuan itu membangun gambaran nenek moyang kita sangatlah lah kuat. “Hanya bermodal bambu runcing saja dapat meraih kemenangan apalagi ketika menggunakan senjata modern”. Kira-kira begitu gambaran yang tertanam.

Namun, apakah kita sebagai bangsa tidak mau belajar dari sejarah? Seharusnya kita bercermin dan mempersiapkan diri dengan senjata dan strategi yang lebih kuat.

Sayangnya, Indonesia kerap tertinggal dari negara-negara tetangga. Alih-alih menjadi pelopor, kita justru tertinggal dan hanya mampu memandang pundak negara lain dari belakang.

Jepang, misalnya, telah memasuki babak baru yang dikenal industri 5.0, sementara negara-negara lain telah bertransformasi menuju industri 4.0.

Sedangkan Indonesia terlena jalan di tempat, dengan klaim sedang menuju era industri 4.0, memperlihatkan Indonesia belum siap. Tidak belajar dari pengalaman masa lampau.

Baca Juga  Jurnalisme di Persimpangan

Di era digitalisasi ini, negara yang menguasai teknologi dan informasi akan memimpin. Arus informasi yang begitu cepat membuat penggunaan senjata konvensional menjadi usang.

Gagapnya Indonesia mengahadapi arus digitalisasi tercermin dari peristiwa peretasan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS).

Peretas berhasil mengakses data penting dan meminta tebusan sebesar 8 juta dolar AS, atau sekitar 131 miliar rupiah.

Pemerintah mengaku telah menemukan “biang kerok” di balik serangan PDNS berupa virus ransmwore. Namun, mencari penyebabnya saja tidak cukup.

Kritikan bermunculan dari mana-mana. Pakar keamanan siber Vaksincom, Alfons Tanujaya, pun turut mengkritik lemahnya lemahnya proteksi keamanan PDNS.

Menurutnya PDN merupakan penyimpanan terbesar sekelas Amazon Web Service (AWS) maupun google cloud. “Levelnya Amazon, Administrasi selevel warnet,” begitu kata pakar.

Baca Juga  Jurnalisme di Persimpangan

Dampak lemahnya keamanan PDN merabah ke segala lini sektor pelayanan masyarakat. Sektor pendidikan paling terkena getah sebab ribuan data pendaftar Kartu Indonesia Pintar (KIP) kuliah hilang. Padahal waktu sudah dekat untuk memasuki masa perkuliahan.

Selain itu dilansir dari Tempo.co sebanyak 47 layanan Kemendikbud pun turut terkendala akibat peretasan yang dilakukan hacker.

Peristiwa tersebut menggaris bawahi sistem keamanan teknologi masih lemah. Indonesia belum siap menghadapi serangan digital yang menyebabkan gangguan selama tujuh hari.

Di zaman dengan arus informasi yang deras, bukan hanya pesawat tempur yang penting untuk diperbanyak. Peningkatan teknologi merupakan bagian senjata perang utama yang wajib diperhatikan.

Kita harus belajar dari pengalaman masa lampau. Seperti halnya yang dikatakan sang proklamator, Soekaeno, “Jas Merah (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah)”. (Luki)

 

Berita Terkait

Jurnalisme di Persimpangan

Berita Terkait

Rabu, 3 Juli 2024 - 01:33 WIB

Lentera Swara Lampung | Rabu, 3 Juli 2024

Minggu, 30 Juni 2024 - 22:55 WIB

Lentera Swara Lampung | Senin, 1 Juli 2024

Jumat, 28 Juni 2024 - 00:14 WIB

Lentera Swara Lampung | Jumat, 28 Juni 2024

Selasa, 25 Juni 2024 - 22:37 WIB

Lentera Swara Lampung | Rabu, 26 Juni 2024

Senin, 24 Juni 2024 - 01:01 WIB

Lentera Swara Lampung | Senin, 24 Juni 2024

Senin, 8 Januari 2024 - 02:20 WIB

Lentera Swara Lampung | Senin, 8 Januari 2024

Rabu, 20 Desember 2023 - 00:40 WIB

Lentera Swara Lampung | Rabu, 20 Desember 2023

Senin, 18 Desember 2023 - 07:14 WIB

Lentera Swara Lampung | Senin, 18 Desember 2023

Berita Terbaru

Bupati Lampung Tengah, Musa Ahmad memberikan SK pengukuhan kepada Kepala Kampung. (Ist/NK)

Lampung Tengah

Musa Ahmad Hadiri Pengukuhan Kepala Kampung

Jumat, 5 Jul 2024 - 16:28 WIB

Perhelatan lomba memasak dalam rangkaian K-Fest 2024. (Foto: Luki)

Lampung

Resmi Dibuka, Ragam Perlombaan dan Hiburan Ramaikan K-Fest

Jumat, 5 Jul 2024 - 15:19 WIB