Bandarlampung (Netizenku.com): Lokakarya Penulisan dan Penerjemahan Cerita Anak Bahasa Lampung-Bahasa Indonesia diselenggarakan oleh Kantor Bahasa Provinsi Lampung (KBPL) pada Senin-Rabu (29-31 Mei 2023).
Selain dua puluh pemenang Sayembara Penulisan dan Penerjemahan Cerita Anak, kegiatan yang berlangsung di Hotel Whizz Prime ini juga dihadiri oleh para tokoh adat dengan membawa beragam naskah bermuatan lokal.
Kepala KBPL, Desi Ari Pressanti, dalam sambutannya mengatakan bahwa pihaknya akan terus berusaha meningkatkan kualitas bahan bacaan untuk anak-anak dan aktif mensosialisasikan bahasa Lampung ke seluruh penjuru.
“Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan minat tulis, mendorong penerbitan dan peningkatan penguasaan bahasa Lampung, serta melestarikan dan melindungi bahasa Lampung dari kepunahan. Semua dilakukan dengan berpegang pada Trigatra Bangun Bahasa, yaitu utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing,” katanya.
Materi “Kearifan Lokal Lampung sebagai Bahan Penulisan Cerita Anak” disampaikan oleh Iwan Nurdaya Djafar. Menurutnya, kearifan lokal adalah pengetahuan khas milik suatu masyarakat atau budaya tertentu yang telah berkembang lama sebagai hasil dari proses hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya.
“Karifan lokal terdapat dalam kitab-kitab hukum adat seperti Kuntara Raja Niti, Kuntara Raja Asa, Kuntara Tulangbawang, dan Kuntara Abung. Niilai yang terkandung di dalamnya tertuang dalam falsafah Piil Pesenggiri, yaitu harga diri dan bermoral tinggi, tolong menolong dan bergotong royong, sopan santun, bergaul dengan baik, dan berjuang meningkatkan kesempurnaan hidup,” ungkap budayawan alumnus Universitas Parahayangan itu.
Hari kedua diawali oleh pemaparan dari Izzah Annisa, penulis buku cerita anak yang karya-karyanya sudah sampai ke mancanegara. Ia mengatakan bahwa cerita yang menyenangkan adalah cerita yang berisi informasi yang menarik, mengandung unsur humor, tidak bertele-tele, ada konflik, dapat berfungsi sebagai jembatan, cermin, jendela, dan pintu bagi pembaca.
“Pelajari pula langkah-langkahnya, seperti mengetahui usia pembaca sasaran, menentukan tema, tokoh, konflik, alur, membuat premis, logline, sinopsis, dan lainnya. Jangan lupa riset,” lanjutnya.
Walaupun melalui zoom, tak mengurangi keseruan acara lokakarya. Ali Muakhir, pendiri Paberland dan penulis 333 buku yang sedang berada di Medan sudah menyiapkan materi menulis picture book dengan memasukkan unsur STEAM (science, technology, engineering, art, mathematic).
“Picture book adalah buku cerita anak yang lebih banyak gambar daripada teks. Bisa menjadi penyampai pesan yang efektif. Menulis picture book itu akan lebih mudah dengan menggunakan storyboard,” jelas Ali. Tak lupa ia juga menyertakan contoh-contoh pictbook yang sangat diharapkan peserta.
Menjelang sore hingga pukul 20.30 WIB, materi disampaikan oleh Rilda A Taneko melalui zoom dari Inggris.
“Teknik penyuntingan itu bukan sekadar memperbaiki tanda baca atau salah kata, tapi lebih dari itu. Bagaimana memperbaiki struktur kalimat agar lebih mudah dipahami, memotong bagaian yang tak diperlukan, menjaga nilai dalam tulisan. Harus tegas dan tega. Begitulah kira-kira,” papar alumnus Fisip Unila yang sudah berkali-kali mendapat penghargaan bidang sastra itu.
Sedangkan Udo Z Karzi memaparkan bagaimana penggunaaan bahasa Lampung dalam sebuah tulisan. “Dalam menulis, termasuk cerita anak, mau pakai dialek O atau A, syaratnya satu, harus konsisten. Itu saja,” tegas Udo yang bernama asli Zulkarnain Zubairi.
Pada hari terakhir, lokakarya yang dipandu Duta Bahasa Angkatan 2017, Badar Rohim, terasa makin hidup dengan tampilnya para tokoh adat yang berasal dari beberapa daerah, seperti Kalianda, Gunung Sugih, Tulang Bawang Barat, Tanggamus. Bergaya khas, mereka bergantian menyajikan kiyas, pepaccur, bebandung, ringget, incang-incang, dan pisaan.
“Semoga dengan terlaksananya lokakarya ini, banyak pihak yang akan lebih peduli dalam melestarikan nilai kearifan lokal dan budaya Lampung yang ternyata sangat beragam. Sebagai penulis, saya menjadi termotivasi untuk dapat mengangkat nilai-nilai lokal tersebut ke dalam cerita anak yang akan saya tulis. Terima kasih, Kantor Bahasa, panitia yang sudah bekerja keras, dan teman-teman,” ujar Suroso, peserta yang berprofesi sebagai guru MTsN 1 Mesuji. (Luki)