Bandarlampung (Netizenku.com): Mahasiswa Universitas Teknokrat Indonesia (UTI) Lampung yang terkena sanksi drop out (DO) dan Skorsing berencana akan menggugat kampus swasta tersebut ke ranah pengadilan untuk memperjuangkan haknya agar dapat melanjutkan pendidikan.
Gugatan yang juga sebagai simbol perlawanan terhadap pemberangusan kebebasan akademik dan kemerdekaan mahasiswa di kampus berjuluk Sang Juara Bersama dilakukan melalui tim advokasi hukumnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung.
Dalam siaran pers yang diterima Lentera SL pada Senin (3/5), Kepala Divisi Advokasi LBH Bandarlampung, Kodri Ubaidillah, mengatakan sebagai kuasa hukum dari 6 mahasiswa yang terkena DO dan Skorsing oleh UTI, LBH Bandarlampung telah melayangkan somasi atau permohonan klarifikasi pada Senin 19 April 2021 yang kemudian dibalas dengan undangan klarifikasi dari pihak kampus pada Kamis 22 April 2021.
\”Dalam klarifikasi, pihak kampus membantah seluruh dalil yang disampaikan oleh LBH Bandarlampung. Pihak kampus berdalih sanksi DO dan Sekorsing diberikan bukan dengan semerta-merta namun berdasarkan penghitungan kredit semester dan nilai yang tidak melampaui masa studi serta telah dianggap mencemarkan nama baik kampus dengan adanya aktifitas himpunan mahasiswa (Hima) Teknik Sipil UTI di sekretariat yang terletak di luar kampus,\” kata Kodri.
Berdasarkan fakta-fakta yang disampaikan dalam somasi, lanjut dia, mahasiswa yang terkena sanksi DO dan Skorsing bukanlah didasarkan pada nilai IPK namun berdasarkan pada konsideran atau menimbang pada seluruh SK yang diterbitkan dan ditandatangani oleh Rektor UTI.
\”Berkaitan dengan seluruh aktifitas kegiatan Hima Teknik Sipil yang dianggap mengganggu ketenteraman dan ketertiban masyarakat dan berpotensi menjadi kegiatan yang bersifat ekstrimisme dan radikalisme,\” ujar dia.
Menurut Kodri, bantahan dan klarifikasi yang diberikan oleh pihak kampus kepada LBH telah bertolak belakang dengan apa yang menjadi dasar pemberian sanksi kepada 9 mahasiswa berdasarkan SK.
\”Terlebih perihal nilai, mahasiswa mengklaim tidak pernah mendapatkan IPK di bawah standar seperti apa yang dituduhkan oleh pihak kampus. Bahkan di antara mahasiswa tersebut justru pernah menjadi finalis dalam beberapa ajang perlombaan akademik di tingkat nasional,\” kata dia.
Dan berdasarkan fakta yang terungkap, lanjut Kodri, pemberian sanksi DO dan Skorsing kepada 9 Mahasiswa diduga cacat prosedur, karena pemberian sanksi dilakukan tanpa adanya teguran sama sekali dan tidak bersifat kekeluargaan seperti apa yang telah diklaim oleh kampus.
\”Bahkan penyampaian SK DO dan Skorsing pun jauh dari cara-cara yang baik dan patut karena ada yang disampaikan melalui aplikasi WhatsApp saja, selain itu juga yang memberatkan adalah para mahasiswa sebelumnya sudah membayarkan uang kuliah (SPP/UKT) namun tak lama berselang justru mendapatkan sanksi,\” ujar dia.
\”Sudah terkena sanksi hilang uang pula. Klarifikasi dan bantahan terhadap somasi yang LBH layangkan sama sekali tidak menjawab apa yang menjadi pokok permasalahan yang didalilkan,\” lanjut Kodri. (Josua)