Pemerintah Provinsi Lampung mencatat lompatan signifikan dalam realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025. Per 10 Mei 2025, realisasi pendapatan daerah mencapai 30,23 persen, sementara belanja daerah menembus 24,62 persen.
Bandar Lampung (Netizenku.com): Capaian ini tidak hanya melampaui rata-rata nasional, tetapi juga menjadi yang tertinggi bagi Lampung dalam lima tahun terakhir.
Padahal, tiga hari sebelumnya, data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) per 7 Mei 2025 masih menempatkan Lampung sebagai provinsi dengan realisasi pendapatan terendah kedua secara nasional. Namun, percepatan fiskal yang dilakukan sepanjang Maret hingga April 2025 berhasil mendorong realisasi pendapatan naik lebih dari 21 poin persentase, dan belanja meningkat hampir 19 poin.
Akademisi Universitas Lampung sekaligus Pengurus ISEI Lampung, Dr. Saring Suhendro, S.E., M.Si., Ak., CA., menyebut capaian ini sebagai hasil dari fiscal shock response yang tepat dan terukur.
“Apa yang dilakukan Pemprov Lampung menunjukkan kapasitas fiskal yang responsif terhadap dinamika nasional. Ini bukan sekadar eksekusi cepat, tapi juga keberanian untuk berbenah secara sistematis,” ujar Dr. Saring, Senin (12/5/2025).
Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal merespons kritik dari pemerintah pusat dengan serangkaian langkah strategis, bukan pembelaan. Tiga strategi utama yang diambil meliputi:
- Penyelarasan penatausahaan kas dengan progres pembangunan nyata;
- Integrasi Dana BOS dan BLUD ke dalam sistem pelaporan daerah;
- Efisiensi perputaran kas agar langsung berdampak pada masyarakat.
Langkah-langkah ini sejalan dengan arahan Mendagri, Tito Karnavian bahwa belanja pemerintah harus menjadi penggerak ekonomi. Lampung menjawab tantangan itu dengan kerja konkret.
“Pemerintah yang kuat bukan yang sempurna sejak awal, melainkan yang cepat belajar dan memperbaiki,” tambah Dr. Saring, yang menilai strategi fiskal Lampung sebagai bentuk fiscal leadership yang solutif dan berbasis data.
Dengan pencapaian ini, Provinsi Lampung tak lagi tertinggal. Justru kini menjadi rujukan nasional dalam percepatan belanja anggaran dan tata kelola fiskal yang adaptif. (*)