Bandarlampung (Netizenku.com): Angka kekerasan terhadap perempuan dan anak sepanjang November 2023 meledak hingga 677 kasus, menyisakan trauma pada 746 korban. Data dari Simfoni PPA Kementrian PPPA RI memekikkan alarm bahaya, menampakkan sisi gelap yang mendesak untuk diatasi.
Kepala UPTD PPA Lampung, Amsir, menuturkan derasnya informasi akibat teknologi turut menyulut api kekerasan.
Gawai, yang seharusnya dapat dimanfaatkan menjadi alat menimba ilmu, berubah menjadi lorong gelap bagi anak-anak yang tak bersalah.
“Faktor gawai ini bahaya. Anak-anak yang tadinya tidak mengerti jadi paham yang begituan,” ungkapnya kepada awak media, Minggu (7/1).
Namun, di balik angka kelam ini, secercah harapan turut bersinar. Peningkatan kasus kekerasan juga bisa dibaca sebagai peningkatan keberanian masyarakat untuk melapor.
“Kemarin kan masih malu-malu. Sekarang sudah berani,” lanjutnya, melihat sisi positif dari keterbukaan korban.
Pelaku kekerasan, lanjut Amsir, kerap bersembunyi di balik wajah-wajah terdekat. Pacar, teman, tetangga, bahkan keluarga, tak luput dari potensi menjadi predator. Kondisi itu kian mendesak, dengan lingkungan rumah tangga sebagai penyumbang kasus terbanyak, dengan menyumbang 61 persen dari total kasus. Disusul Fasilitas umum 12 persen, sekolah 9 persen, dan lembaga pendidikan 1 persen, sisanya berada di lingkungan lainnya.
Dari data itu, Kota Bandarlampung menjadi penyumbang kasus terbanyak dengan 112 kasus. Hal tersebut lantaran Bandarlampung merupakan wilayah dengan jumlah penduduk terbesar di Provinsi Lampung. Selain itu, Kota Tapis Berseri juga merupakan pusat aktivitas ekonomi dan pemerintahan, sehingga mobilitas penduduknya tinggi. Hal itu turut meningkatkan risiko terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Pihak UPTD PPPA pun tak tinggal diam. Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terus digencarkan.
Selain itu, ketika ia mendapatkan informasi ikhwal kekerasan perempuan dan anak. Pihaknya tanggap melakukan jemput bola untuk membantu menyelesaikan kasus.
“Kita tawarkan pendampingan. Kita lihat juga kebutuhan penanganan yang tepat untuk korban, semisal trauma healing atau pendampingan hukum,” tutupnya. (Luki)