Optimisme ekonomi Lampung kembali menyeruak di panggung nasional. Melalui Lampung Economic and Investment Forum (LEIF) 2025 yang digelar di Ballroom Hotel Pullman, Jakarta, Selasa (4/11/2025), Pemerintah Provinsi Lampung menegaskan ambisinya menjadikan provinsi ini sebagai pusat hilirisasi komoditas strategis di Sumatera. Forum yang diinisiasi bersama Forum Investasi Lampung (FOILA) itu dihadiri lebih dari 58 calon investor dari dalam dan luar negeri. Hadir pula Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal, Wakil Gubernur Jihan Nurlela, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung Bimo Epyanto, perwakilan Kementerian Investasi/BKPM, Ketua DPRD Provinsi Lampung, serta sejumlah pemilik proyek strategis daerah.
Kehadiran puluhan investor asing di forum ini dinilai sebagai sinyal meningkatnya minat dan kepercayaan dunia usaha terhadap potensi ekonomi Lampung. “Kami ingin menunjukkan bahwa Lampung bukan hanya lumbung pangan, tetapi juga pusat pertumbuhan baru di sektor energi, industri pengolahan, dan pariwisata berkelanjutan,” ujar Gubernur Rahmat dalam sambutannya.
Lima Komoditas Unggulan
Di hadapan peserta forum, Gubernur Rahmat menegaskan kesiapan Lampung menjadi pusat hilirisasi untuk lima komoditas strategis: kelapa, kopi, lada, ubi kayu, dan udang. Ia menyebutkan, dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mencapai Rp483,8 triliun pada 2024—tertinggi keempat di Sumatera—Lampung menawarkan peluang besar bagi investor yang ingin memperkuat rantai nilai sektor riil.
“Fokus kami adalah meningkatkan nilai tambah di daerah. Kami tidak ingin lagi mengekspor bahan mentah, melainkan menciptakan industri pengolahan yang memberi manfaat langsung bagi masyarakat,” ujar Gubernur. Ia menambahkan, arah ini sejalan dengan kebijakan nasional untuk memperkuat hilirisasi dan kemandirian ekonomi daerah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Forum LEIF 2025, yang didukung oleh Bank Indonesia Provinsi Lampung, juga menghadirkan pameran proyek-proyek investasi serta sesi dialog antara calon investor dan pemilik proyek. Dalam forum interaktif ini, berbagai peluang kerja sama, model pembiayaan, dan skema investasi di sektor prioritas Lampung dibahas secara terbuka.
Kepala Perwakilan BI Lampung, Bimo Epyanto, menilai Lampung memiliki keunggulan geografis dan infrastruktur yang solid untuk mendukung pertumbuhan jangka panjang. “Dengan posisi strategis dan kapasitas pelabuhan yang baik, Lampung siap menjadi simpul penting dalam jaringan logistik nasional,” ujarnya.
Dari Energi Hijau hingga Pariwisata
Pemerintah Provinsi Lampung memperkenalkan 11 proyek investasi unggulan di forum ini. Di antaranya, Kemiling Agripark Development Plan, Bakauheni Harbour City, Floating Solar Power Plant, Way Kanan Industrial Park, Rajabasa Dharmacity, Gunung Tiga Geothermal Power Plant, hingga Sebalang Port dan Batu Tumpang Tourism Area.
Ragam proyek tersebut memperlihatkan arah pembangunan Lampung yang semakin beragam, dari industri agribisnis dan energi baru terbarukan hingga pengembangan kawasan pariwisata berkelanjutan.
Sebagai langkah konkret, forum ini juga menghasilkan penandatanganan Letter of Intent (LoI) antara Pemerintah Provinsi Lampung dan PT Bakrie Power untuk pengembangan energi baru terbarukan. Kerja sama ini menjadi langkah awal memperkuat sektor energi hijau, sejalan dengan agenda transisi energi nasional.
Staf Ahli Bidang Ekonomi Makro Kementerian Investasi/BKPM, Imam Soejoedi, memuji arah kebijakan investasi Lampung yang berpihak pada sektor berkelanjutan. “Jika ingin berinvestasi di pangan dan energi baru terbarukan, Lampung adalah pilihan tepat,” ujarnya.
Efisiensi Fiskal dan Ketahanan Ekonomi
Dalam sesi tanya jawab, Gubernur Mirza juga menyinggung isu efisiensi fiskal dan kebijakan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) dari pemerintah pusat. Ia menegaskan, perubahan mekanisme TKDD bukanlah pemotongan dana daerah, melainkan penyesuaian sistem pelaksanaan program pusat di daerah.
“Lampung bukan provinsi dengan APBD besar. Kami tidak punya tambang, tidak punya dana bagi hasil. Tapi kami bertahan dengan sektor pertanian, perkebunan, dan perdagangan,” jelas Gubernur.
Dari total PDRB Lampung senilai Rp483,8 triliun, hanya sekitar Rp32 triliun atau 6 persen yang bersumber dari anggaran pemerintah, termasuk APBN, APBD, dan dana desa. “Separuh dari itu digunakan untuk belanja pegawai. Karena itu, kami dorong pertumbuhan dari sektor usaha dan investasi,” lanjutnya.
Gubernur menekankan pentingnya memanfaatkan infrastruktur yang telah terbangun—mulai dari jalan tol Trans-Sumatera, pelabuhan, hingga jaringan logistik—sebagai modal dasar untuk memperkuat daya saing ekonomi. “Kami ingin Lampung menjadi rumah yang ramah bagi investor, dengan arah pembangunan yang jelas dan berkelanjutan,” ujarnya.
Produktivitas dan Hilirisasi Pangan
Gubernur juga menyoroti tantangan produktivitas pertanian. “Pertanian Lampung tumbuh 5 persen, tapi produktivitasnya masih setengah dari Vietnam. Ini yang sedang kami dorong agar dalam tiga sampai lima tahun bisa dua kali lipat,” katanya.
Pemerintah pusat kini mendorong leverage komoditas strategis di berbagai daerah. Lampung, kata Gubernur, beruntung karena hampir seluruh komoditas unggulannya masuk dalam agenda nasional penguatan hilirisasi.
“Kami sadar pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. BUMD dan BUMN juga terbatas. Karena itu kami mengundang para investor untuk menjadi mitra dalam membangun hilirisasi yang nyata di Lampung,” tegasnya.
Membangun Masa Depan Ekonomi Hijau
Gubernur menargetkan dalam lima tahun ke depan, Lampung akan mencapai tahap hilirisasi penuh terhadap komoditas unggulan, sekaligus memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan kesejahteraan petani serta pelaku usaha lokal.
“LEIF 2025 bukan sekadar ajang promosi investasi, melainkan ruang untuk menegaskan posisi Lampung dalam peta ekonomi nasional dan global,” ujar Gubernur.
Ia menutup paparannya dengan pesan optimistis: “Forum ini bukan hanya tentang investasi, tapi tentang bagaimana Lampung berkontribusi pada masa depan ekonomi Indonesia.” ***








