Bandarlampung (Netizenku.com): Menjelang pemungutan suara Pilkada 2020, Bawaslu Provinsi Lampung kembali memutakhirkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) di Pilkada 2020. Hasilnya, secara menyeluruh, kerawanan pilkada meningkat.
Selain aspek pandemi Covid-19, Bawaslu Lampung juga menyoroti indikator jaringan internet yang disediakan pada tahapan pemungutan dan penghitungan suara.
Menjelang pemungutan suara pada Rabu, 9 Desember 2020, Bawaslu mendapati kerawanan pilkada di 8 Kabupaten/Kota, daerah yang menyelenggarakan pemilihan berada pada titik rawan tinggi dan rawan sedang. Tidak satu pun daerah berada pada kondisi rawan rendah.
Berdasarkan hasil analisis Bawaslu, peningkatan jumlah daerah dengan kerawanan tinggi disebabkan beberapa faktor.
Di antara penyebabnya adalah kondisi pandemi Covid-19 yang tidak melandai, proses pemutakhiran daftar pemilih yang belum komprehensif, peningkatan penyalahgunaan bantuan sosial, serta penggunaan teknologi informasi yang meningkat tanpa disertai penyediaan perangkat dan peningkatan sumber daya penyelenggara pemilihan.
Berlandaskan IKP menjelang pemungutan dan penghitungan suara, 8 Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung yang menyelenggarakan pilkada terindikasi rawan tinggi dalam konteks pandemik.
Kabupaten/Kota dengan kerawanan tertinggi dalam konteks pandemik adalah Kota Bandarlampung dengan skor 73,6. Kemudian Kabupaten Pesawaran dengan skor 60,9; Lampung Selatan dengan skor 57,5; Kabupaten Lampung Tengah dengan skor 57,5; Kabupaten Waykanan dengan skor 54,0; Kabupaten Pesisir Barat dengan skor 48,5; Kabupaten Lampung Timur dengan skor 37,9; dan Kota Metro dengan skor 37,9.
Bawaslu menggunakan 11 indikator dalam mengukur kerawanan pada aspek pandemik.
Kesebelas indikator tersebut terbagi menjadi tiga kelompok yang diukur, yaitu penyelenggara pemilihan, peserta pemilihan, dan kondisi daerah.
Lebih rinci, 11 indikator itu adalah ada atau tidaknya penyelenggara Pemilu yang positif terinfeksi Covid-19, meninggal karena terinfeksi Covid-19, dan mengundurkan diri karena alasan Covid-19, serta penyelenggara pemilu yang tidak disiplin protokol kesehatan.
Adapun dari sisi peserta pemilu, indikator yang diukur adalah ada atau tidaknya pasangan calon atau tim kampanye yang positif terinfeksi Covid-19 dan tidak menerapkan prokes, serta kegiatan yang menyebabkan terjadinya kerumunan massa.
Sedangkan dari unsur kondisi daerah, indikator yang diukur adalah perubahan status wilayah menyangkut pandemi Covid-19, lonjakan jumlah pasien positif Covid-19, lonjakan jumlah pasien positif Covid-19 yang meninggal dunia, dan pasien Covid-19 yang tidak tertangani.
Bawaslu juga menyoroti kerawanan dalam isu jaringan internet. Jaringan internet menjadi krusial mengingat KPU menggunakan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).
Sedikitnya satu kabupaten di Pesisir Barat terindikasi rawan tinggi dalam jaringan internet dan 7 Kab/kota daerah lainnya termasuk dalam rawan sedang.
Isu menonjol lainnya adalah penolakan pilkada lantaran pandemi Covid-19.
Di 8 kabupaten/kota, kerawanan menyangkut penolakan penyelenggaraan pilkada termasuk tinggi, yaitu di Kabupaten Pesisir Barat (60,8); dan di 7 Daerah Kabupaten/Kota (37,5).
Dalam isu politik uang, kabupaten/kota dengan kerawanan tertinggi pada isu politik uang adalah Kabupaten Pesisir Barat dan Kota Bandarlampung (56,2); 5 Kabupaten/ Kota (39,7).
Isu menonjol lainnya adalah soal hak pilih, dalam hal hak pilih dareah dengan kerawanan tertinggi yaitu Kabupaten Pesawaran (81,7); Kota Bandar Lampung (70,9); Kabupaten Lampung Timur (66,3); Kabupaten Pesisir Barat (60,7); Kabupaten Lampung Selatan (60,4); Kabupaten Waykanan (53,7); Kabupaten Lampung Tengah (48,9); dan Kota Metro (43,2).
Berdasarkan hasil penelitian itu, Bawaslu merekomendasikan hal berikut:
1. Penyelenggara pemilihan, pasangan calon, tim kampanye dan pemilih selalu menerapkan protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19 secara disiplin dan ketat dalam melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara;
2. Penyelenggara pemilihan, pemerintah daerah, satuan tugas penanganan Covid-19 berkoordinasi dalam keterbukaan informasi dan sosialisasi mengenai pelaksanaan prokes dalam pemungutan dan penghitungan suara;
3. Koordinasi kepolisian dan Gugus Tugas Penanggunalangan Covid-19 dalam penegakan hukum dan penindakan atas pelanggaran protokol kesehatan di luar proses penyelenggaraan pemilihan pada hari pemungutan suara;
4. Koordinasi antara KPU, Bawaslu dan Pemerintah (Dukcapil) dalam memastikan pemilih yang berhak dapat menggunakan suaranya;
5. Kepastian penggunaan teknologi informasi oleh penyelenggara pemilihan. (Josua)