Lampung menutup 2025 dengan sejumlah pencapaian konkret. Berdasarkan laporan BPS Provinsi Lampung, pada Oktober 2025 ekspor provinsi ini tercatat sebesar US$ 616,18 juta, sedangkan impor hanya US$ 135,69 juta hingga surplus perdagangan yang signifikan. Itu menunjukkan daya saing dan produktivitas komoditas unggulan Lampung semakin baik.
Di saat yang sama, pada November 2025 nilai tukar petani (NTP) mencapai 129,33, meningkat 1,25 persen dari bulan sebelumnya. Sementara nilai tukar usaha rumah tangga pertanian (NTUP) tercatat 133,29, naik 1,66 persen. Angka-angka ini menunjukkan bahwa pendapatan riil petani di Lampung mulai membaik, harga hasil pertanian naik relatif terhadap biaya produksi.
Sementara itu, inflasi tahunan di Lampung pada November 2025 tercatat 1,14% (yoy), menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan dan aktivitas ekonomi tidak dibarengi oleh lonjakan harga umum secara drastis. Stabilitas harga ini penting, karena menjaga daya beli masyarakat, terutama rumah tangga menengah ke bawah, dan memberi ruang bagi konsumsi untuk tumbuh tanpa tekanan biaya hidup yang berat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menggabungkan ketiga data ini (ekspor besar, NTP/NTUP membaik, inflasi terkendali) membentuk gambaran baru bahwa Lampung tidak hanya bangkit, tetapi menunjukkan transformasi struktural yang bisa berkelanjutan. Surplus ekspor menunjukkan bahwa komoditas dan produk lokal Lampung mampu bersaing di pasar global. Kenaikan NTP menunjukkan bahwa sektor pertanian, sering kali paling rentan, mulai memberikan hasil nyata bagi petani. Inflasi rendah menunjukkan stabilitas ekonomi domestik dan menjaga daya beli.
Jika momentum ini dipertahankan dan didukung kebijakan yang tepat, hilirisasi produk ekspor, investasi di agro-industri, serta distribusi pendapatan yang adil, maka 2026 bisa menjadi tahun di mana Lampung keluar dari fase pemulihan dan memasuki fase pertumbuhan yang inklusif dan produktif. Lampung tampaknya siap melangkah bukan hanya dengan harapan, tetapi dengan data, fondasi, dan peluang nyata.
Lonjakan ekspor memperlihatkan bahwa komoditas unggulan Lampung kembali mendapat tempat di pasar global, mencerminkan efisiensi produksi dan daya saing yang membaik. Hal ini bukan saja mengerek devisa dan neraca perdagangan, tetapi juga membuka ruang perluasan industri pengolahan, peluang kerja, dan multiplier effect pada sektor jasa maupun logistik. Perbaikan daya beli petani, tercermin dari kenaikan nilai tukar petani, menjadi sinyal penting bahwa sektor pertanian yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian Lampung mulai bergerak dari sekadar bertahan menuju pemulihan.
Dengan meningkatnya daya tawar, petani tak lagi sekadar sebagai produsen bahan baku murah, melainkan pelaku ekonomi yang memperoleh margin lebih sehat. Ini memiliki implikasi jauh terhadap stabilitas pendapatan petani, stabilitas konsumsi di pedesaan hingga memperkuat pasar domestik lokal.
Dengan inflasi yang relatif rendah menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi tidak dibayar dengan kenaikan biaya hidup yang drastis. Dalam konteks Lampung, stabilitas harga memberi ruang bagi konsumsi masyarakat untuk pulih tanpa tekanan berat, serta menjaga daya beli, terutama di kelas menengah ke bawah agar tidak terkikis oleh lonjakan biaya bahan pokok.
Sinergi antara ekspor, daya beli petani, dan inflasi ini menciptakan fondasi ekonomi yang lebih kokoh. Ketika ekspor kuat mendorong produksi dan distribusi, pendapatan petani meningkat menggerakkan konsumsi lokal, dan inflasi rendah mendukung stabilitas biaya hidup, maka struktur ekonomi Lampung bergerak menuju pola pertumbuhan yang lebih sehat, inklusif, dan berkelanjutan.
Tentu tantangan tetap ada, seperti soal disparitas antar subsektor pertanian, ketergantungan pada pasar ekspor, serta risiko fluktuasi harga komoditas global.
Tapi kombinasi indikator positif memberi Lampung ruang untuk berpikir jangka panjang, bukan sekedar melewati masa sulit, tetapi membangun struktur ekonomi baru. Jika kebijakan fiskal, pembangunan infrastruktur, dan distribusi hasil ekonomi dikelola dengan bijak, maka 2026 bisa menjadi titik balik. Bukan hanya pemulihan parsial, tetapi transformasi yang membawa kesejahteraan luas bagi petani, pekerja, dan seluruh masyarakat.
Lampung, dengan demikian, memasuki 2026 bukan dengan sekadar harapan, tetapi dengan pondasi kuat dan optimisme yang berdasar.***








