Di tengah situasi ancaman COVID-19 yang mencekam ini, tetiba saya teringat lirik single lagu milik Ilir 7 yang berjudul “Entah Apa yang Merasukimu?”
Baiklah saya ceritakan saja mengapa pikiran konyol itu -disebut konyol ya lantaran kok sempet-sempetnya pikiran serupa itu- terlintas di benak saya. Semua berawal saat saya menyimak pemberitaan dua hari terakhir.
Konkritnya, berita yang saya maksud itu, menyangkut reaksi para pembesar di lingkup Disdikbud Lampung terhadap terbitnya Surat Edaran (SE) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 tahun 2020. Adapun inti surat yang ditandatangani oleh mantan bos Gojek itu, memutuskan Ujian Nasional (UN) Tahun 2020 dibatalkan, termasuk Uji Kompetensi Keahlian 2020.
Dalam SE itu, Mendikbud Nadiem Makarim juga turut menyertakan alasan yang melatarbelakangi kemunculan kebijakannya tersebut: Berkenaan dengan penyebaran Coronauirus Dkeose (Covid-19) yang semakin meningkat maka kesehatan lahir dan batin siswa, guru, kepala sekolah dan seluruh warga sekolah menjadi pertimbangan utama dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan.
Memang, dihari-hari ini bisa dibilang, nyaris semua kebijakan pemerintah diarahkan untuk mengantisipasi sekaligus menangani ancaman virus corona. Sepakat, ya. Bahkan, masyarakat awam sekalipun, perlahan-lahan sudah mulai ‘nyambung’ dengan spirit itu.
Lha, anehnya, saya melihat hal sesederhana itu justru belum bisa dipahami secara clear oleh para petinggi di Disdikbud Lampung. Masak, sih? Jangan asal menuding, lho!
Ups! Sabar, seperti sudah saya bilang di awal tadi, bahwa saya mendapati kekonyolan ini justru dari pemberitaan. Jadi bukan atas penilaian subyektif saya pribadi.
Berikut saya coba runutkan rangkaian kekonyolan yang saya maksud. Tanggal 24 Maret 2020 muncul SE Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 tahun 2020. Benar, surat edaran tersebut memang ditujukan kepada seluruh kepala daerah di Indonesia. Namun, SE ini juga ‘ditembuskan’ kepada seluruh kepala dinas pendidikan pada tingkat provinsi, kabupaten/kota, bahkan pada seluruh kepala satuan pendidikan di Indonesia.
Nah, di sini letak kekonyolan yang saya maksud mulai terlihat. Pada hari yang sama dengan kemunculan SE Mendikbud, tayang beberapa berita di media-media online milik grup media mainstream lokal. Berita-berita itu berisikan tanggapan petinggi Disdikbud Lampung atas pembatalan UN dan Uji Kompetensi Keahlian 2020.
Yang mengejutkan sekaligus konyol buat saya adalah ketika saya mendapati pernyataan Plt Kabid PSMA Desmarina. Menurutnya, setelah rapat bersama Kepala Disdikbud Lampung Sulpakar, pihaknya belum menerapkan hal seperti yang termaktub dalam SE Mendikbud.
\”Untuk sementara UN tetap dilaksanakan, namun hari Jumat, 27 Maret 2020, kami rapat kembali,\” kata Desmarina, Selasa (24 Maret 2020), seperti dikutip media.
Pernyataannya kembali diulang lewat statemen lanjutannya, “Untuk saat ini kita belum ada keputusan untuk pembatalan pelaksanaan UN di wilayah Lampung,\” kata dia.
Begitulah, kekonyolan yang saya maksud. Ternyata perintah tegas Mendikbud RI masih diragukan oleh pembesar di Disdikbud Lampung. Itu jelas tercermin dari pernyataan Desmarina yang turut mengatasnamakan Kadisdikbud Sulpakar.
Esensinya, Disdikbud Lampung belum bisa serta merta sepakat dengan perintah SE Mendikbud. Bahkan, merasa perlu merapatkannya terlebih dahulu. Menimbang-nimbang lagi entah dengan parameter apa?
Kekonyolan itu makin menjadi. Karena sehari kemudian statemen ‘gegabah’ Plt Kabid PSMA Desmarina, justru dianulir oleh atasannya sendiri. Itu terlihat dari isi pemberitaan pada Rabu (25/3).
Kali ini yang tampil dalam pemberitaan adalah Sekretaris Disdikbud Lampung, Aswarodi. Dia bilang, Disdikbud Lampung hakul yakin akan mengikuti arahan Mendikbud.
Sedangkan perihal rapat pada Jumat (27 Maret 2020) mendatang, menurutnya, akan tetap digelar. Hanya saja agenda yang mengumpulkan semua MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) jenjang SMA, SMK hingga SLB dari semua daerah itu, mengusung tema untuk penyamaan persepsi atas pembatalan UN.
Kekonyolan ini, kalau mau disederhanakan, bisa saja tak lebih sebagai kekhilafan Plt Kabid PSMA Desmarina, selaku manusia biasa. Semoga yang bersangkutan mau menyadari dan mengakui kekhilafannya itu. Menjadi persoalan lain kalau sebaliknya, malah merasa tidak ada yang yang perlu diinstropeksi. Dan potensi kekeliruan atau ketidaksinkronan penyampaian informasi ke publik bisa saja berulang kembali.
Celakanya lagi, kalau pada kondisi ganasnya ancaman corona seperti sekarang, masih ada pejabat yang tidak memberi pelajaran bagi publik untuk segera mentaati kebijakan pemerintah, maka jangan heran kalau sekarang kita dibuat geleng-geleng kepala ketika melihat masih cukup banyak anggota masyarakat dan para muda-mudi yang enggan menjalankan instruksi physical distancing. Guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Wadidaw….sungguh, entah apa yang merasukimu?(*)