Bandarlampung (Netizenku.com): Dialektika mahasiswa, bentuk pertanggung jawaban pengurus Organisasi Mahasiswa (Ormawa) hingga ruang demokrasi mahasiswa tidak nampak dalam putusan Pemilihan Raya (Pemira) yang ditetapkan oleh Birokrasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN RIL.
“Padahal bentuk pembelajaran yang diperoleh mahasiswa dalam proses Pemira telah diatur dengan jelas dan rinci pada mekanisme pembentukan Ormawa, baik SEMA-F, DEMA-F dan HMJ,” terang Bakti Ketua Aliansi Mahasiswa FEBI (AMF), Irfan Surya, Jum’at (7/7).
Menurut Irfan Mekanisme Pemilihan Raya (Pemira) telah diatur dalam Direktorat Jendral Pendidikan Islam (Ditjenpendis) No. 4961 Tahun 2016.
“Ditjenpendis sebagaimana yang diketahui merupakan produk hukum yang digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan organisasi intra kampus Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI). Dalam Dirjenpendis juga mengakomodir proses pembelajaran Demokrasi di kampus,”lanjut Irfan.
AMF menilai, Birokrasi terkesan tergesa-gesa mengelar Pemira dengan mengambil alih hak dan wewenang SEMA-F.
Wadek III bidang Kemahasiswaan, lanjut Irfan, hanya memiliki wewenang sebagai penanggung jawab Pemira, bukan sebagai pelaksana Pemira.
“SEMA-F lah yang memiliki hak dan wewenang untuk melaksanakan tahapan PEMIRA,”tegas Irfan.
Menurutnya, mahasiswa dalam hal ini SEMA-F seharusnya memiliki kendali tunggal untuk mengawal jalannya Demokrasi Kampus.
Mekanisme yang diputuskan Birokrasi FEBI, terang Irfan, justru mengarahkan mahasiswa berpikiran praktis.
Identitas mahasiswa yang memiliki kebebasan berpikir, berpendapat secara argumentatif, hingga berkomunikasi secara dialogis dikerdilkan oleh Birokrasi.
“Bagaimana tata tertib akademis akan terpelihara di lingkungan FEBI, jika Birokrasi yang semestinya menjadi tauladan mahasiswa justru membuat putusan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini tentu akan menjadi preseden buruk dikemudian hari,” tegas AMF.
Oleh karena itu, AMF menuntut Birokrat FEBI agar mengembalikan Pemira ke SEMA-F sebagaimana yang diatur dalam Ditjenpendis. (…)