Bandarlampung (Netizenku.com): Catatan Akhir Tahun 2021 Walhi Lampung menyebutkan kondisi lingkungan hidup di Lampung dari tahun ke tahun semakin memprihatinkan.
Walhi menilai hal itu disebabkan upaya memberantas dan memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan lingkungan dan korporasi pengeksploitasi alam belum maksimal, baik oleh pemerintah provinsi maupun aparat penegak hukum.
Selain itu, upaya penyelesaian konflik SDA juga masih banyak meninggalkan catatan dan kejadian yang belum terselesaikan pada tahun 2021.
Untuk menyuarakan kerusakan lingkungan hidup tersebut, Walhi Lampung menggelar diskusi Catatan Akhir Tahun 2021 dengan tema Catatan Kritis Keadilan Ekologis di Provinsi Lampung.
Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Lampung, Edi Santoso, mengatakan penurunan kualitas lingkungan hidup harus menjadi catatan bagi Pemprov Lampung dan Pemkot Bandarlampung sebagai ibu kota provinsi.
“Untuk berkomitmen melakukan perbaikan atau penghijauan menjawab tantangan perubahan iklim,” ujar dia di RPP Cafe, Rabu (19/1).
Pemerintah daerah diminta beradaptasi dengan situasi perubahan iklim agar tidak terjadi kerusakan lingkungan hidup yang lebih parah untuk mencegah jatuhnya korban.
Sepanjang tahun 2021, lanjut Edi, kualitas lingkungan hidup di Lampung tidak menunjukkan perbaikan bahkan cenderung menurun.
Mulai dari pertambangan, penyusutan ruang terbuka hijau khususnya di Bandarlampung, pendangkalan sungai, banjir dan longsor.
“Ada beberapa kerusakan lingkungan yang dilakukan perusahaan yang memiliki izin tapi ada juga yang ilegal oleh pelaku kejahatan lingkungan seperti tambang emas di Way Kanan dan Pesawaran yang sampai sekarang terus beraktifitas,” kata dia.
Dalam Catatan Akhir Tahun 2021, Walhi menyebutkan tanpa adanya keseriusan melindungi dan mengelola lingkungan hidup maka intensitas bencana ekologis akan terus bertambah. Catatan Akhir Tahun 2021 Walhi Lampung dapat diunduh pada link berikut bit.ly/layoutcatahu.
Akademisi Universitas Lampung (Unila), Dr Budiyono SH MH, yang turut hadir dalam acara diskusi Walhi Lampung menyebutkan kerusakan lingkungan hidup semakin parah dengan disahkannya UU Cipta Kerja atau Omnibus Law oleh pemerintah.
“Putusan MK sudah menyebutkan UU Cipta Kerja itu inkonstitusional tapi tetap berlaku dengan perbaikan dua tahun,” ujar dia.
Budiyono menjelaskan proses pengesahan UU Cipta Kerja tidak dilakukan dengan benar dan tidak melibatkan masyarakat yang terdampak undang-undang tersebut. (Josua)
Baca Juga: Walhi Lampung Buka Posko Pengaduan Omnibus Law