Bandarlampung (Netizenku.com): Jurnalis senior Oyos Saroso HN menyampaikan pers memiliki peran dan tanggung jawab untuk mengawal demokrasi berjalan dengan baik di Provinsi Lampung.
Hal itu disampaikan dalam acara Diskusi Demokrasi dan Kepemiluan: Pers dan Pemilu di Provinsi Lampung, Kamis (7/10).
Diskusi daring (dalam jaringan) yang digelar KPU Provinsi Lampung menghadirkan Oyos Saroso HN sebagai narasumber tunggal yang diikuti komisioner KPU kabupaten/kota Se-Lampung, Ketua Bawaslu Kota Bandarlampung Candrawansah, serta insan pers.
Dalam pelaksanaan tahapan pemilu, Oyos Saroso mengatakan pers dan penyelenggara pemilu memiliki tanggung jawab yang beririsan kepada masyarakat.
“Pertama, sama-sama bekerja untuk kepentingan publik. Kalau penyelenggara pemilu ditambah tanggung jawab pada negara. Kedua, menjamin atau mengawal demokrasi berjalan dengan baik, dan ketiga berlaku adil dan imparsial,” kata dia.
Berdasarkan pengalaman pelaksanaan Pemilu 1999-2018, lanjut Oyos, jurnalis dan penyelenggara pemilu sama-sama memiliki pekerjaan rumah yang perlu dicermati.
“Bagaimana penyelenggara pemilu dan pers dipercaya publik, dan meninggalkan warisan yang bermanfaat bagi masyarakat luas,” ujar dia.
Mantan Ketua AJI Bandarlampung ini menjelaskan pers sebagai media pendidikan memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan wawasan masyarakat dan mencerdaskan bangsa.
“Untuk mewujudkan pers sebagai media pendidikan, pers harus menyuguhkan berita atau opini yang didaktis atau bersifat mendidik, memberikan kesempatan yang luas kepada publik dalam bentuk kolom opini dan kolom suara pembaca,” kata dia.
Pers Terjebak Kekuatan Elit Politik
Ketua KPU Provinsi Lampung, Erwan Bustami, saat membuka acara diskusi mengatakan pers merupakan mitra strategis penyelenggara untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam rangka menyukseskan Pemilu dan Pemilihan Tahun 2024.
“Pers sebagai salah satu pilar demokrasi memiliki kontribusi besar membangun demokrasi,” singkat dia.
Koordinator Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat (Sodiklih Parmas) KPU Lampung, Antoniyus Cahyalana, sebagai pemantik diskusi mengutip pernyataan Noam Chomsky, seorang pakar linguistik, yang mengatakan media saat ini cenderung menjadi propaganda.
“Realitas media hanyalah sajian spekulasi-spekulasi, korelasi non substansial, dimana media utama lebih berperan sebagai alat propaganda partai politik atau penguasa, belum mampu menjadi kekuatan kontrol proses politik,” kata dia.
Antoniyus menjelaskan media dan jurnalis berperan sebagai the monitor of power bukan agerit of power.
Sebagai watchdog atau pengawas, lanjut dia, pers berperan mengkritisi manajemen dan proses eksekusi kebijakan dari pemegang kekuasaan agar berlangsung transparan.
“Saat ini pers terjebak menjadi corong kepentingan kekuatan elit politik dan mengabaikan fungsi media dalam pendidikan pemilih,” ujar dia.
Menurut dia, pers dan media mesti rutin melakukan polling untuk menyiarkan visi, misi, dan program partai/kandidat dengan waktu/ruang yang memadai. Sehingga dapat membantu pemilih menyeleksi informasi politik yang dibutuhkan.
“Tidak hanya panen iklan politik, tetapi marak juga dengan berita-berita politik yang tajam,” tegas dia.
Antoniyus menjelaskan kepemilikan media oleh sekelompok elit kekuatan ekonomi mengakibatkan ideologi jurnalisme hanyalah penghambaan terhadap pemilik modal yang notabene elit politik, menjadikan aktifitas jurnalisme kering, dan kehilangan semangat independensi.
Bahkan berita-berita yang disuguhkan, jarang sekali menggali informasi dari kalangan bawah. Masih terjebak dalam tradisi jurnalistik yang konvensional.
Hanya mencantumkan sumber informasi dari tiga lingkaran elit masyarakat, yaitu kalangan bisnis, pemerintah dan pakar, serta akademisi atau peneliti.
“Ketika jurnalisme telah diintervensi kepentingan komersial pemilik media, maka kita tidak akan menemukan proses pemberitaan yang bersifat netral,” kata dia. (Josua)