Lampung (Netzineku.com) : Pakar hukum tata negara, Mahfud Md, mempertanyakan penilaian pihak-pihak yang menyebut gerakan 2019GantiPresiden sebagai gerakan makar.
Menurutnya, orang yang mengatakan hal itu sebenarnya tidak paham hukum.
Hal tersebut disampaikan Mahfud Md dalam dialog kebangsaan yang digelar di Kampus Terpadu UII Yogyakarta, Rabu (5/9/2018).
Mahfud menuturkan bahwa dia pernah ditanya oleh oleh pendukung gerakan 2019GantiPresiden.
Mereka menanyakan kepada Mahfud, apabila mereka mengampanyekan gerakan 2019GantiPresiden, apakah penggeraknya melanggar hukum yang berlaku di Indonesia.
\”(Saya jawab) Tidak. Kan memang mau ada pemilihan presiden (2019). Kalau mau ganti boleh saja kan, yang penting tidak melanggar hukum. Saya bilang silakan Anda buat (gerakan 2019GantiPresiden), tapi saya tidak ikut,\” ujarnya.
\”Saya tidak ikut gerakan itu, tapi apakah gerakan itu salah? Tidak. Kalau memang salah kan ditangkap (oleh aparat) lama-lama. Tidak ada salahnya,\” lanjut Mahfud.
Dia justru mempertanyakan beberapa pihak yang menyebut gerakan 2019GantiPresiden adalah gerakan makar.
Menurutnya, mereka yang menyebut gerakan tersebut makar sebenarnya tidak paham hukum.
\”Makar itu kalau dalam hukum diatur dalam Pasal 104 sampai 129 KUHP. Apa itu (makar)? Ada tiga kira-kira garis besarnya. Satu, merampas kemerdekaan presiden dan wakil presiden, disandera, diculik. Itu makar,\” jelasnya.
\”Kedua, merencanakan untuk merampas kemerdekaan presiden dan wakil presiden, sehingga pemerintah lumpuh, itu makar. Ketiga, gerakan mengganti ideologi Pancasila, itu makar. Coba gerakan 2019GantiPresiden apa? Tidak ada (makar),\” tegasnya.
Makar
Sebelumnya, Tenaga Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin yakin bahwa #2019GantiPresiden adalah gerakan makar.
Menurutnya, gerakan itu berarti per tanggal 1 Januari 2019, presiden harus diganti.
\”Maka #2019GantiPresiden itu dimaknai bahwa pada tanggal 1 Januari 2019 pukul 00.00 ganti presiden. Hati-hati, itu yang saya sebut dengan makar. Makar ganti itu kata kerja, bahasa Arabnya adalah fi\’il amar. Fi\’il amar itu perintah dengan segala cara dipakai untuk menggantikan presiden. Itulah saya bilang amar itu makar,\” ujar Ngabalin kepada wartawan di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (28/8/2018).
Ia menambahkan, narasi yang dipakai dalam gerakan tersebut cenderung bersifat ingin menggulingkan pemerintahan sekarang. Narasi-narasi tersebut yang dinilainya tidak mendidik.
\”Anda menggunakan tata cara, tidak beradab, punya peradaban rendah, tidak melatih publik dalam berdemokrasi padahal kita punya tanggung jawab memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bagaimana orang berdemokrasi. Tanggal 17 April itu pemilihan presiden diatur dalam regulasi sebagai pemilihan presiden, bukan menggantikan presiden. Hati-hati,\” kata Ngabalin.
\”Jadi, kalau mau berkuasa nggak apa-apa, tapi jangan kebelet. Tidak memberikan pendidikan kepada masyarakat, itu yang saya keberatan. Jadi semua hal-hal yang terkait kepentingan orang untuk meraih kekuasaan itu diatur,\” terang eks timses Prabowo Subianto di Pilpres 2014 ini. (dtc/lan)