Bandarlampung (Netizenku.com): LBH Bandarlampung kembali melakukan somasi atau peringatan secara tertulis kepada Rektor Universitas Teknokrat Indonesia (UTI) Lampung.
Upaya ini dilakukan karena Rektor UTI diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan melakukan DO dan Skorsing terhadap mahasiswa Teknik Sipil tanpa alasan yang jelas dan rasional.
LBH Bandarlampung dalam siaran persnya, Kamis (29/7), mengatakan somasi yang dilayangkan ini untuk menuntut hak-hak dari para mahasiswa yang mendapatkan DO dan skorsing.
Sebelumnya para mahasiswa telah melaksanakan kewajibannya, berupa melakukan pembayaran biaya kuliah/SPP, namun apa daya justru mendapatkan perlakukan yang tidak menyenangkan dari pihak kampus berupa DO dan skorsing, dengan demikian hak-hak dari mahasiswa untuk mengenyam pendidikan justru hilang akibat perbuatan Rektor UTI.
Bahkan perbuatan pihak kampus merugikan para mahasiswa dengan membongkar, merubuhkan, menggusur sekretariat yang telah mahasiswa bangun dan dirikan.
“Perbuatan tersebut bukan berada di wilayah yurisdiksi kampus. Alasan pembongkaran tersebut juga tidak beralasan dengan tuduhan para mahasiswa telah melanggar kode etik kampus, menyebabkan gangguan keamanan dan ketertiban lingkungan, dan terindikasi paham ekstrimisme dan radikalisme,” kata Direktur LBH Bandarlampung Chandra Muliawan dalam pernyataan tertulisnya.
Dengan demikian, lanjut dia, perbuatan pihak kampus tersebut telah merugikan para mahasiswa yang mendapatkan DO dan Skorsing, bahkan pihak kampus menstigma dan mencap para mahasiswa sebagai mahasiswa yang ekstrimisme dan radikalisme, serta mencemarkan nama baik kampus.
Akibat perbuatan tersebut, para mahasiswa jelas mengalami kerugian baik secara materiil karena tidak sedikit akibat pembongkaran sekretariat tersebut, juga kerugian imateriil karena mendapatkan stigma yang menyebabkan trauma dan psikis.
Chandra menilai apa yang dilakukan oleh Rektor UTI adalah bentuk perbuatan melawan hukum sebagaimana ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata yang berbunyi bahwa:
“Tiap perbuatan yang melawan hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya mengganti kerugian tersebut.”
Kemudian atas ketentuan Pasal tersebut di atas, sifat dari Perbuatan yang dapat dinyatakan suatu Perbuatan Melawan Hukum adalah:
1. Adanya Perbuatan Melawan Hukum;
* Bahwa perbuatan pembongkaran sekretariat para mahasiswa, jelas merupakan perbuatan melawan hukum dikarenakan bangunan tersebut didirikan secara kolektif oleh para mahasiswa bersama dengan rekan-rekan mahasiswa HIMA FTIK-UTI. Bahkan pembongkaran tersebut bukan berada dalam wilayah lahan atau yurisdiksi kampus.
* Bahwa perbuatan Rektor UTI yang telah DO dan skorsing para mahasiswa, dilakukan tanpa terlebih dahulu memberikan klarifikasi, teguran tertulis kepada para mahasiswa secara patut jelas melanggar ketentuan Keputusan Rektor Universitas Teknokrat Indonesia Nomor 001/UTI/B.31/VII/2020 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Universitas Teknokrat, yang notabene diterbitkan sendiri oleh Rektor UTI.
“Kemudian yang lebih menyakitkan dan memberangus hak-hak para mahasiswa adalah ketika mereka sudah menunaikan kewajibannya dengan melakukan pembayaran biaya kuliah atau SPP, kemudian dengan serta merta Rektor Universitas Teknokrat Indonesia melakukan DO dan Skorsing tanpa alasan yang jelas,” ujar Chandra.
2. Adanya Kesalahan;
* Bahwa pembongkaran sekretariat tersebut dilakukan secara sepihak atau dengan kata lain tidak ada persetujuan dari para mahasiswa, bahkan perbuatan tersebut dilakukan di atas lahan orang lain yang bukan bagian dari yurisdiksi kampus.
* Bahwa perbuatan Rektor UTI yang menerbitkan SK DO dan Skorsing terhadap para mahasiswa, tidak mematuhi perintah, kebijakan dan keputusan yang dibuatnya sendiri serta juga telah melanggar ketentuan undang-undang.
3. Adanya kerugian yang timbulkan;
* Bahwa pembongkaran sekretariat yang dilakukan oleh Rektor dan pimpinan kampus telah menyebabkan kerugian bagi para mahasiswa, yaitu hilangnya tempat atau wadah untuk berhimpun guna mengembangkan diri sebagai mahasiswa, selain itu para mahasiswa mengalami kerugian secara materiil karena telah mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk mendirikan bangunan sekretariat tersebut.
* Bahwa dengan dengan adanya DO dan Skorsing terhadap para mahasiswa, secara materiil telah hilangnya hak-haknya untuk berkuliah dan mengenyam pendidikan tinggi, padahal para mahasiswa sudah menunaikan kewajibannya melakukan pembayaran biaya kuliah/SPP.
Kemudian secara imateriil adanya stigma ektrimisme dan radikalisme yang dilekatkan kepada para mahasiswa telah menyebabkan trauma dan psikis bagi para mahasiswa. Adanya hubungan kausalitas antara Perbuatan dan Kerugian.
* Bahwa perbuatan Rektor UTI yang melakukan pembongkaran sekretariat dan menerbitkan SK DO dan Skorsing terhadap para mahasiswa walaupun sudah membayar biaya kuliah/SPP merupakan satu kesatuan peristiwa yang berkelindan dan berhubungan satu sama lain.
Akibat dari perbuatan tersebut telah menyebabkan para mahasiswa mengalami kerugian baik materiil maupun immaterial sebagaimana telah sampaikan di atas, sehingga hal yang demikian merupakan hubungan kausalitas.
“Sehingga dengan demikian dalam menerapkan kebebasan akademik tersebut, pimpinan perguruan tinggi wajib melindungi dan memfasilitasinya, bukan justru mengeluarkan kebijakan yang kontraproduktif seperti melakukan pembongkaran sekretariat yang berujung dengan terbitnya SK DO dan Skorsing,” jelas Chandra.
Bahkan tidak sedikit biaya yang dikeluarkan oleh para mahasiswa untuk membayar biaya kuliah, namun tidak mendapatkan hak atas pendidikan.
* Bahwa terhadap DO dan Skorsing tersebut, telah dilakukan upaya hukum berupa Gugatan pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandarlampung yang pada pokoknya agar membatalkan Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Rektor UTI yang kemudian menjadi objek gugatan, adalah cacat formil dan materiil serta melanggar asas-asas pemerintahan umum yang baik.
LBH Bandarlampung sebagai kuasa hukum dari para mahasiswa yang di DO dan Skorsing, melalui somasi dan peringatan tersebut meminta kepada Rektor UTI untuk mengganti kerugian para mahasiswa baik secara materiil maupun imateriil.
“Meminta maaf kepada para mahasiswa dan publik melalui media cetak maupun elektronik, memulihkan harkat dan martabat serta nama baik para mahasiswa dari stigma negatif yang ada di publik. Apabila hal tersebut tidak diindahkan maka LBH Bandarlampung akan melakukan gugatan pada pengadilan setempat,” tegas Chandra.
LBH Bandarlampung, lanjut dia, juga mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LL Dikti) Wilayah II melakukan audit akademik atas pelaksanaan kegiatan pembelajaran di Univesitas Teknokrat. (Josua)