Bandarlampung (Netizenku.com): Eksekutif Daerah (ED) Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Lampung mendorong Pemerintah Daerah, baik Kota Bandarlampung maupun Provinsi Lampung, serta Pemerintah Pusat untuk menuntaskan kasus pencemaran laut yang kembali terjadi di Pesisir Panjang, Kecamatan Panjang, Kota Bandarlampung yang diperkirakan terjadi sejak tanggal 4 Maret 2022, tetapi informasinya baru diketahui pada 8 Maret 2022.
WALHI mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum harus segera melakukan upaya agar pelaku penjahat lingkungan jera, karena kejadian serupa telah terjadi 3 kali ini di Laut Lampung dalam kurun waktu berturut-turut sejak tahun 2020, 2021 dan 2022.
Menurut Direktur ED WALHI Lampung, Irfan Tri Musri, buruknya tata kelola pemerintahan menyebabkan pemerintah dan aparat penegak hukum kesulitan mengungkap para pelaku pencemaran lingkungan di Laut Lampung.
“Tentunya ini sebuah gambaran bagaimana buruknya tata kelola pemerintahan kita. Pemerintah masih tidak transparan dengan masyarakatnya,” kata dia dalam konferensi pers via Zoom Meeting bersama WALHI Nasional, Kamis (17/3).
Irfan meminta pemerintah tidak menyalahkan masyarakat ketika terdapat kecurigaan dari masyarakat terkait penanganan kasus pencemaran lingkungan.
“Ada apa dengan pemerintah? Kenapa tidak pernah mempublikasikan hal itu? Apakah pemerintah ada main mata dengan pelaku? Apakah pemerintah sengaja menutup-nutupi hal ini?” Ujar dia.
Irfan dengan keras mengkritik tagline yang diusung pemerintah provinsi, Lampung Berjaya, yang tidak sejalan dengan pelaksanaan di lapangan.
“Bagaimana masyarakat pesisir akan berjaya jika sumber pencemaran tidak pernah dipublish kepada masyarakat dan nelayan,” kata dia.
Proses Penyelidikan Tidak Transparan
Pada tahun 2021 lalu, pencemaran terjadi di perairan Teluk Lampung, Teluk Semaka, dan Pantai Barat Lampung. Pelakunya diduga kuat salah satu perusahaan BUMN. Adapun total material minyak yang berhasil diangkut jumlahnya lebih kurang 18,5 ribu barel sepanjang 2021. Dampak pencemarannya sangat luas sampai ke perairan Banten.
Penanganan kasus yang terjadi pada tahun 2021 tidak pernah diumumkan oleh pemerintah dan terkesan ditutupi termasuk dalam proses pembahasan progress tindak lanjut penanggulangan tumpahan minyak bumi tersebut.
Dalam konteks ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkesan eksklusif membahas tindak lanjut penanggulangan tumpahan minyak di Provinsi Lampung yang dilaksanakan pada 8 Februari 2022 di Hotel Wyndham Casablanca, Jakarta secara hybrid.
“Dalam kegiatan tersebut KLHK hanya mengundang unsur pemerintah dan Pengelola Tambling Wildlife Nature Conservation, serta pakar Hidrogeologi dan Pakar Lingkungan ITB saja. Perwakilan masyarakat terdampak tidak dilibatkan sama sekali,” jelas Irfan dalam siaran pers yang diterima redaksi Netizenku.com usai konferensi pers Zoom Meeting.
Hingga siaran pers ini ditulis, kata Irfan, belum ada informasi lebih lanjut mengenai penanganan kasus pencemaran limbah minyak di Pesisir Panjang, Kecamatan Panjang, Kota Bandarlampung.
Dari informasi terakhir yang dihimpun WALHI Lampung, Polda Lampung dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Lampung disebut-sebut telah melakukan penyelidikan mengenai pencemaran pesisir pantai Panjang dan sampel air laut yang tercemar telah dibawa untuk uji laboratorium.
Menurut Irfan, uji laboratorium tersebut juga menjadi tanda tanya apakah hanya sebatas menggugurkan kewajiban negara di lokasi pencemaran.
Pada tahun 2020 dan 2021 pemerintah melakukan hal yang sama, yaitu menurunkan petugas lapangan untuk memantau kemudian mengambil sampel yang akan dilakukan uji laboratorium.
Namun hasil uji laboratoriumnya tidak pernah dipublikasi baik oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.
Dampak Pencemaran Terhadap Masyarakat
Masyarakat Kelurahan Panjang Selatan juga sedang menunggu hasil investigasi yang dilakukan oleh KLHK. Pencemaran ini mengakibatkan kerugian sosial, kesehatan, ekonomi dan lingkungan.
Sampai saat ini WALHI Lampung masih melakukan investigasi untuk mengumpulkan data-data lapangan terkait dampak pencemaran ini.
Secara umum, masyarakat yang bermukim di kawasan Pesisir Panjang Selatan tidak memperoleh hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia.
Sanksi Hukum Pelaku Pencemaran
WALHI mendesak pelaku pencemaran perairan Lampung diberikan sanksi tegas berdasarkan sejumlah undang-undang berikut:
Pertama, UU Nomor 27 Tahun 2007 jo UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Pasal 35 poin (j) menyebutkan larangan untuk melakukan penambangan minyak dan gas pada wilayah yang apabila secara teknis, ekologis, sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya.
Selanjutnya, pasal 75 ayat 1 poin (e) menyebutkan, pelaku dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2 miliar dan paling banyak Rp10 miliar setiap orang yang dengan sengaja melakukan penambangan minyak dan gas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf (j).
Kedua, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pasal 98 ayat 1 menyebutkan setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit Rp3 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.
Pasal 98 ayat 2 menyebutkan, apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun dan denda paling sedikit Rp4 miliar dan paling banyak Rp12 miliar.
Pasal 103 menyebutkan, setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp3 miliar.
Pasal 104 menegaskan bahwa setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar.
Atas dasar itu, kata Irfan, WALHI mendesak supaya pemerintah segera menuntaskan kasus pencemaran yang terjadi di Pesisir Lampung sejak tiga tahun terakhir.
“Penting untuk segera mengungkap siapa pelaku sekaligus memberikan sanksi administratif dan atau sanksi pidana sebagai sarana menegakan hukum agar kejadian seperti ini tidak terus terulang di kemudian hari. Selain itu, semua proses serta temuan juga harus disampaikan kepada publik,” tutup Irfan. (Josua)