Bandarlampung (Netizenku.com): Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Kota Bandarlampung mendukung kerja sama operasional (KSO) pihak perusahaan swasta dengan Dinas Kesehatan Kota Bandarlampung dalam pengadaan Mobil PCR.
PCR atau polymerase chain reaction adalah pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi keberadaan material genetik dari sel, bakteri, atau virus. Saat ini, PCR juga digunakan untuk mendiagnosis penyakit Covid-19, yaitu dengan mendeteksi material genetik virus Corona.
\”Menurut saya kalau ada yang mau berperan, baik itu swasta, apalagi sifatnya membantu tentunya meringankan,\” kata Ketua IDI Cabang Kota Bandarlampung, dr Aditya M Biomed saat dihubungi, Selasa (2/2) siang.
Dia mengatakan pengadaan Mobil PCR akan membantu pemerintah dalam memutus rantai penularan Covid-19. Sesuai instruksi Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin pemerintah memiliki tugas melakukan 3T yaitu Testing (pemeriksaan dini), Tracing (pelacakan), dan Treatment (perawatan).
\”Silahkan saja, kita senang kalau semakin banyak pemeriksaan. Kalau di kantor kami kewalahan juga teman-teman itu, sehari bisa 300-400 (sample) dan itu perlu waktu (pemeriksaan) juga,\” kata Aditya yang juga bertugas di Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Provinsi Lampung.
Labkesda Lampung merupakan salah satu fasilitas pemeriksaan sample Covid-19.
Dia menjelaskan badan kesehatan dunia, World Health Organization (WHO), juga mensyaratkan pemeriksaan dini ditingkatkan hingga 10 persen dari jumlah populasi.
Dari 1,2 juta jiwa penduduk Kota Tapis Berseri, sedikitnya kapasitas tes mencapai 120 ribu jiwa.
\”Bandarlampung masih kurang kemampuan testingnya, semakin banyak testing ya semakin banyak juga yang ketahuan,\” ujar dia.
Aditya meminta data hasil pemeriksaan sample di Mobil PCR Covid-19 nantinya dikoordinasikan dengan Dinas Kesehatan Provinsi Lampung.
\”Tapi tentunya pemeriksaan bisa dipertanggungjawabkan. Harus ada pengawasan,\” kata Aditya yang juga Kepala UTD PMI Lampung.
Aditya berharap pemerintah kota bisa memberikan keringanan biaya pemeriksaan bagi masyarakat yang ingin melakukan tes PCR dan tidak dikomersialisasikan.
\”Terus terang PCR itu alatnya mahal, teknologinya juga. Kalau gratisan mungkin Pemkot juga kewalahan. Kalau ada 120 ribu orang dikali Rp900 ribu ya habislah APBD-nya menurut saya. Ada subsidilah yang kira-kira menjadi win-win solution,\” pungkas Aditya. (Josua)